20 Koperasi Di Gunung Botak Mendapatkan Penolakan Dari Masyarakat Adat Kayeli
AMBON - BERITA MALUKU. Masyarakat adat negeri Kayeli, Kecamatan Teluk Kayeli, Kabupaten Buru menolak aktifitas pertambangan yang dilakukan 20 koperasi di tambang emas Gunung Botak.
Penolakan ini secara tegas disampaikan tokoh adat petuanan Kayeli, Ibrahim Wael kepada awak media kantor DPRD Maluku, Selasa (22/04/2025).
Didampinggi tiga tokoh adat lainnya, pihaknya ke Komisi II dengan maksud menyampaikan aspirasi atau keinginan dari masyarakat adat Kayeli untuk dihentikannya koperasi di tambang yang telah beroperasi secara ilegal tahun 2011 itu.
"Banyak orang sering datang kemari, menyampaikan persoalan yang jauh dari sekali dari kenyataan disana. Makanya kami tokoh adat beranikan diri sampai ke disini untuk menyampaikan aspirasi masyarakat adat petuanan kayeli,"ujar Ibrahim dengan nada sedikit kesal atas apa yang terjadi di Gunung Botak.
Menurutnya, 20 koperasi yang beroperasi di Gunung Botak, tidak memiliki lahan untuk dilakukan ekplorasi, melainkan mereka mengeploitasi lahan tanah adat. Ke-20 koperasi tersebut digerakkan oleh Rusman Soamole, dan didanai oleh Mansyur Lataka Dan Halena yang sebelumnya tergabung di PT Citra Cipta Prima (CPP). Halena sendiri merupakan warga negara asing, termasuk beberapa orang Tiongkok dibalik semua ini.
Mirisnya, pihak tersebut secara lantang memprovokasi masyarakat bahwa koperasi yang dikelola telah memiliki Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Padahal belum ada sama sekali atau ilegal, mengingat apa yang dilakukan dilapangan tidak sesuai dengan peraturan atau tidak produktif.
Sekedar tahu, PT Citra Cipta Prima, merupakan salah satu perusahaan yang beroperasi di Gunung Botak, Buru, Maluku. Perusahaan ini, bersama dengan PT Buana Pratama Sejahtera (BPS), PT Sinergi Sahabat Setia (PT SSS), dan PT Prima Indonesia Persada (PIP), sebelumnya telah diperiksa oleh Bareskrim terkait perizinan dan penggunaan merkuri serta sianida dalam aktivitas pertambangan mereka. Selain itu, CCP juga terlibat dalam skandal penataan Gunung Botak, dengan Dinas PU Maluku mengikuti prosedur tender dan CCP sebagai pemenangnya, sementara Dinas ESDM Maluku melawan arus dengan menggunakan MoU.
"Jadi mereka membentuk 20 koperasi, dan kondisi disana masyarakat menolak dan mendesak agar mereka keluar dari kayeli. Penolakan ini berdasarkan pengalaman sebelumnya, hasil atau keuntungan yang didapat dari tambang hanya kepada pemilik, sedangkan masyarakat yang tergabung di bodohi. Kalau buka amplop hanya 100 atau 200 ribu,"ungkapnya.
Atas dasar itu, pihaknya datang ke rumah rakyat, karang panjang, Ambon, untuk memberi dukungan, sehingga dapat menyampaikan ke Pemerintah Daerah Provinsi Maluku, agar tidak ada lagi pihak yang melakukan aktifitas pertambangan secara ilegal, sambil menunggu izin resmi dari pemerintah pusat.
"Karena keinginan dari masyarakat di Petuanan Kayeli, bukan koperasi yang masuk, tetapi pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten harus menata secara baik,"ucapnya
Menurutnya Wael, jika pertambangan dikelola dengan baik berupa pabrik, dengan izin resmi, maka tentu akan berdampak luas kepada masyarakat, bukan memberi keuntungan kepada pihak-pihak tertentu. Bayangkan dengan potensi yang besar, SDM di Kabupaten Buru harus bekerja keluar seperti Maluku Utara, yang kini berjumlah 10 ribu orang. Bayangkan tidak ada pendapatan sama sekali ke Pemda.
Hal ini juga terjadi karena pemerintah daerah Kabupaten Buru juga terkesan lambat merespon polemik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, terkhususnya di Kayeli.
"Kita sudah sampaikan ke Pemda Buru, namun responnya tidak ada, mungkin karena belum ada Bupati definitif. Uang Katong jadikan di belakang, tetapi bagaimana nasib masyarakat yang disampaikan. Sehingga kita Pemda ada punya penyampaian tidak salah kaprah,"cetusnya.
Untuk itu, ia berharap aspirasi yang telah disampaikan dapat direspon secara serius oleh DPRD dan Pemda Maluku. Sehingga tambang yang ada diatur dalam regulasi, mulai dari tingkat Kabupaten, Provinsi hingga Pusat. Begitu juga dalam operasi nantinya, dapat dilakukan secara baik, termasuk memberikan peluang kerja kepada generasi muda di Bumi Bupolo.
"Dengan adanya pengalaman dulu masyarakat merasa tertipu, makanya masyarakat tolak, dan minta Pemda supaya ada pabrik. Untuk itu, Pemda Maluku harus memberikan perhatian serius akan hal ini, karena ini salah satu bentuk provokasi terhadap masyarakat yang bisa menjadi kesalahpahaman besar. Pada Intinya kita menolak kehadiran 20 koperasi. Dimana mereka tidak ada punya lahan untuk eksplorasi,"tandas Wael.