Hak Angket Gugat Pemprov Maluku Dan PT BPT Masih Dalam Wacana
AMBON - BERITA MALUKU. Penggunaan Hak Angket oleh Panitia Khusus (Pansus) Pasar Mardika untuk menggugat Pemerintah Provinsi Maluku dan PT Bumi Perkasa Timur (BPT) ternyata masih dalam wacana.
Wacana hak angket terbentuk dikarenakan kerjasama yang dibangun kedua pihak, ternyata telah merugikan daerah miliaran rupiah.
"Itu masih dalam wacana di internal Pansus," ungkap Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku, Melkianus Sairdekut kepada wartawan di rumah rakyat, karang panjang, Ambon, Kamis (22/06/2023).
Dikatakan, sesuai mekanisme hak angket diusulkan minimal 1 fraksi, dan paling sedikit 10 orang dari total 45 anggota DPRD Maluku.
Setelah itu, selesai melakukan verifikasi surat masuk oleh DPRD, barulah Pansus menyampaikan hasil keseluruhan dari sebagian yang telah dikerjakan kepada pimpinan, untuk selanjutnya mendiskusikan atau merumuskan langkah-langkah selanjutnya.
"Tentu dalam prosesnya melalui dinamika dari seluruh fraksi fraksi. Karena itu konsolidasi penting dengan fraksi terhadap penggunaan salah satu hak yang disediakan undang-undang kepada DPRD," tandas Saridekut.
Politisi Gerindra itu memastikan hak angket memang telah diwacanakan, namun tergantung kerja Pansus untuk disampaikan ke pimpinan DPRD.
"Dalam kaitan persoalan ini, maka rekan rekan di Pansus memandang bahwa angket menjadi pilihan untuk penyelesaian pasar mardika, supaya masuk ke tahap penyelidikan yang mendalam," pungkasnya.
Sekedar tahu, sebelumnya Pansus pengelolaan pasar Mardika DPRD Maluku telah melakukan rapat koordinasi dengan penyewa ruko pasar Mardika beberapa hari lalu.
Dalam rapat dipimpin Ketua Pansus, Richard Rahakabauw, membuktikan perjanjian kerjasama pengelolaan 140 ruko dikawasan pasar Mardika Antara PT BPT dengan pemerintah provinsi Maluku dianggap tidak sah, cacat hukum.
Hal itulah yang menjadi dasar Pansus menolak perjanjian kedua pihak, karena dianggap tidak memenuhi persyaratan sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur, dan dirumuskan dalam pasal 13320 KUHP tentang syarat objektif.
"Karena itu lanjut dia minimal ada empat syarat yang dijadikan sebagai sahnya suatu perjanjian yakni Mereka yang membuat perjanjian, kecakapan dalam membuat perjanjian dalam suatu tertentu dan sifatnya halal. Kita melihat perjanjian dengan PT Bumi Perkasa Timur ini tidak melalui mekanisme persetujuan DPRD secara kelembagaan sebagimana yang di atur dalam peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 22 tahun 2020 tentang pedoman teknis terkait dengan kerjasama daerah dengan daerah dan pihak ketiga," tutur Rahakabauw.
Dirinya memastikan akan terus berjuang untuk kepentingan rakyat, dengan melakukan proses pengawalan terhadap proses kerja sama, seperti yang dilakukan oleh PT Bumi Perkasa Timur dan pemprov Maluku, yang dianggap cacat hukum.