Soal Tambang, Saudah: Regulasi Dari Pempus Rugikan Daerah
AMBON - BERITA MALUKU. Provinsi Maluku ternyata kaya akan potensi sumber daya mineralnya. Bayangkan saja, di Maluku ada sekitar 82 tambang, yang terdiri dari tambang logam sebanyak 32, dan tambang bebatuan sebanyak 50.
Namun sayangnya, puluhan tambang itu belum diolah secara maksimal, untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Untuk itu, kami Komisi II DPRD Provinsi Maluku, kemarin menggelar rapat kerja dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terkait dengan wilayah kerja pertambangan kita di Maluku, berapa jumlah tambang yang sementara ini dieksplorasi maupun produksi," kata Ketua Komisi II DPRD Provinsi Maluku, Saudah Tuanakotta/Tethool kepada wartawan, di Ambon, Sabtu (24/10/2020).
Dia mengaku, selama ini DPRD Provinsi Maluku dalam hal ini Komisi II tidak mengetahui secara pasti, berapa banyak tambang yang dimiliki Provinsi Maluku, baik logam maupun bebatuan.
Tetapi, setelah dijelaskan oleh Dinas ESDM Provinsi Maluku, baru pihaknya bisa mengetahui jumlah tambang yang ada di provinsi setempat.
"Sebenarnya kita memiliki potensi besar untuk mengali sumber daya alam kita. Namun selama ini sumber daya mineral yang dimiliki, belum bisa dimaksimalkan menjadi sumber bagi PAD kita," ujarnya Saudah.
Dia mengatakan, Pemerintah Provinsi Maluku saat ini sementara berjuang untuk meningkatkan PAD dari sektor tersebut. Tetapi lagi-lagi, pemprov terbentur dan terhambat dengan regulasi tertinggi.
Regulasi tertinggi yang dimaksudnya, menurut Saudah, yakni Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, sehingga regulasi inilah yang sangat merugikan daerah.
"Kita akan memperjuangkan, agar hak-hak daerah itu dikembalikan. Jika memang mau otonomi daerah, maka harus dilakukan secara benar. Kita merasa, bahwa seluruh regulasi yang baru ini, sangat merugikan kita di daerah. Kita miliki kekayaan alam, tetapi itu harus dikembalikan ke pemerintah pusat, dan harus dibagi secara bersama," tegas dia.