DPD PDIP Ancam Beri Sanksi Bagi Kader Pembangkang
AMBON - BERITA MALUKU. Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPD PDIP) Provinsi Maluku mencium ada kader partainya yang membangkang, dan tidak patuh pada perintah partai, terkait dengan rekomendasi kepada Calon Kepala Daerah (Calkada), yang akan bertarung di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2020.
Wakil Ketua Bidang Pemenangan Pemilu DPD PDIP Provinsi Maluku, Benhur G Watubun membenarkan, jika memang ada kader PDIP yang membangkang. Namun untuk riilnya, akan dibuktikan dalam tingkat pengamatan di lapangan.
"Karena pasti kan orang bisa saja bicara, saya tidak mendukung ini dan itu. Tapi nanti kita lihat, kalau memang betul-betul mereka tidak patuh pada perintah partai, maka mereka tahu sendiri resikonya. Kalau mereka sudah tahu resikonya, pasti keputusan yang mereka ambil juga mereka sudah tahu konsekuensinya," tegas Watubun kepada wartawan, di Ambon, Selasa (20/10/20).
Watubun menegaskan, akan ada sanksi partai, ada itu merupakan tugas bidang kehormatan. Seharusnya, lanjut dia, seluruh pengurus, kader dan simpatisan partai harus mengamankan rekomendasi yang ditandatangani langsung oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP, Megawati Soekarnoputri.
Menurutnya, dalam diktum rekomendasi tersebut telah disampaikan beberapa hal. Yang pertama, partai memiliki pilihan dan sikap, untuk mengusung calkada di empat kabupaten di Maluku yang menyelenggarakan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020 mendatang.
"Kemudian dalam diktum itu juga ditegaskan, bahwa pengurus DPD, DPC, dan struktur partai wajib untuk mengamankan rekomendasi dari DPP PDIP. Dan bagi kader tidak mengamankan rekomendasi itu, maka akan diberi sanksi. Jadi itu sudah jelas, sehingga kita tidak memiliki pilihan lain, selain tegak lurus untuk mengamankan keputusan ketua umum," ujar Watubun.
Dia mengungkapkan, ada tingkatan pemberian saksi, tergantung dari seberapa besar kesalahan, atau indisipliner yang dilakukan oleh kader atau pengurus partai.
Saksi yang diberikan, bisa berupa pemberhentian atau saksi yang lebih tegas. "Kalau soal pemecatan itu, sudah menjadi kewenangan DPP. Nah, kalau teguran baik tulisan maupun lisan, itu menjadi kewenangan DPD atau tingkatan partai dibawahnya," tandas Watubun.