Soal Radikalisme dan Terorisme, Gubernur Harap Generasi Muda Maluku Tidak Percaya Berita Hoax
http://www.beritamalukuonline.com/2018/08/soal-radikalisme-dan-terorisme-gubernur.html
BERITA MALUKU. Gubernur Maluku berharap generasi muda di Maluku untuk tidak percaya terhadap informasi yang kurang jelas, serta tidak menggunakan berita-berita terutama dari media sosial yang tidak jelas kebenarannya.
Hal itu disampaikan Gubernur dalam sambutannya pada kegiatan Workshop Literasi Digital Sebagai Upaya Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Masyarakat melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Maluku, berlangsung di Pasific Hotel, Rabu (15/8/2018).
"Semua harus di cek terlebih dahulu kebenarannya, apalagi menyangkut informasi atau berita yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa," kata Gubernur melalui Staf Ahli Gubernur Bidang Pembangunan Ekonomi dan Keuangan, Roni Tairas.
Menurut Gubernur, radikalisme dan terorisme senantiasa mewarnai perjalanan sejarah bangsa Indonesia, yang mana aktivitas kelompok teroris dengan aksi dan ancaman kekerasannya kerap menjadi hantu yang menakutkan kedamaian masyarakat dan kedaulatan bangsa.
"Aksi kelompok ini terus mengalami banyak perubahan, baik menyangkut modus, bentuk ancaman jaringan maupun sasaran dan target aksi teror, karena yang jelas dan perlu dikhawatirkan adalah pergeseran paradigma dari sasaran fisik kepada pola pikir masyarakat melalui pemahaman," katanya.
Dikatakan, pergeseran paradigma ini dapat dilihat dari banyaknya kontra narasi yang bernuansa kebencian, penghasutan, permusuhan dan ajakan kekerasan yang dilontarkan oleh kelompok radikal terorisme yang menyebar pada perubahan pola pikir dan cara pandang masyarakat.
"Pergeseran paradigma dengan memanfaatkan kemajuan teknologi khususnya media internet sebagai media propaganda, recruttment dan kepentingan aksi teror lainnya perlu menjadi perhatian kita untuk terus diwaspadai," ingatnya.
Untuk menjawab apa yang diungkapkan Gubernur Maluku itu, menurut Ketua Pengaduan Masyarakat dan Penegakkan Etika Pers Dewan Pers, Imam Wahyudi kepada sejumlah wartawan, bahwa pers harus berhati-hati dalam memyampaikan informasi kepada masyarakat terkait paham terorisme ataupun radikalisme.
"Kalau tidak hati-hati malah pers juga bisa mendorong terjadinya radikalisme itu," ungkapnya.
Menurut Wahyudi yang juga tampil sebagai narasumber pada kegiatan Workshop ini, bahwa untuk pencegahannya, saat ini Dewan Pers bersama masyarakat maupun Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah membuat pedoman kontra terorisme dengan melakukan pelatihan di seluruh Indonesia.
"Saat ini kita telah masuk ke tahap pelatihan literasi tentang bagaimana kaitan antara media sosial dengan media pers, karena pada dasarnya antara media sosial dan media pers harus saling melengkapi dalam konteks pencegahan terorisme ataupun radikalisme," ungkap Wahyudi.
Pihaknya juga perlu mengingatkan pula bahwa antara media sosial dan media pers bisa saja tidak saling melengkapi dan justru bisa bertolak belakang antara media sosial dan media pers.
"Karena itu saya berharap agar informasi di media sosial harus diverifikasi terlebih dahulu oleh pers sebelum dimuat di publik," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Maluku, Abdulrahim Uluputty menjelaskan, bahwa kegiatan workshop Literasi Digital ini sebagai Upaya Pencegahan Radikalisme dan Terorisme.
"Kegiatan ini melibatkan wartawan dan cikal bakal wartawan di daerah ini, diharapkan workshop ini dapat menjurus kepada upaya pencegahan terhadap kegiatan-kegiatan radikalismme dan terorisme," jelasnya.
Hal itu disampaikan Gubernur dalam sambutannya pada kegiatan Workshop Literasi Digital Sebagai Upaya Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Masyarakat melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Maluku, berlangsung di Pasific Hotel, Rabu (15/8/2018).
"Semua harus di cek terlebih dahulu kebenarannya, apalagi menyangkut informasi atau berita yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa," kata Gubernur melalui Staf Ahli Gubernur Bidang Pembangunan Ekonomi dan Keuangan, Roni Tairas.
Menurut Gubernur, radikalisme dan terorisme senantiasa mewarnai perjalanan sejarah bangsa Indonesia, yang mana aktivitas kelompok teroris dengan aksi dan ancaman kekerasannya kerap menjadi hantu yang menakutkan kedamaian masyarakat dan kedaulatan bangsa.
"Aksi kelompok ini terus mengalami banyak perubahan, baik menyangkut modus, bentuk ancaman jaringan maupun sasaran dan target aksi teror, karena yang jelas dan perlu dikhawatirkan adalah pergeseran paradigma dari sasaran fisik kepada pola pikir masyarakat melalui pemahaman," katanya.
Dikatakan, pergeseran paradigma ini dapat dilihat dari banyaknya kontra narasi yang bernuansa kebencian, penghasutan, permusuhan dan ajakan kekerasan yang dilontarkan oleh kelompok radikal terorisme yang menyebar pada perubahan pola pikir dan cara pandang masyarakat.
"Pergeseran paradigma dengan memanfaatkan kemajuan teknologi khususnya media internet sebagai media propaganda, recruttment dan kepentingan aksi teror lainnya perlu menjadi perhatian kita untuk terus diwaspadai," ingatnya.
Untuk menjawab apa yang diungkapkan Gubernur Maluku itu, menurut Ketua Pengaduan Masyarakat dan Penegakkan Etika Pers Dewan Pers, Imam Wahyudi kepada sejumlah wartawan, bahwa pers harus berhati-hati dalam memyampaikan informasi kepada masyarakat terkait paham terorisme ataupun radikalisme.
"Kalau tidak hati-hati malah pers juga bisa mendorong terjadinya radikalisme itu," ungkapnya.
Menurut Wahyudi yang juga tampil sebagai narasumber pada kegiatan Workshop ini, bahwa untuk pencegahannya, saat ini Dewan Pers bersama masyarakat maupun Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah membuat pedoman kontra terorisme dengan melakukan pelatihan di seluruh Indonesia.
"Saat ini kita telah masuk ke tahap pelatihan literasi tentang bagaimana kaitan antara media sosial dengan media pers, karena pada dasarnya antara media sosial dan media pers harus saling melengkapi dalam konteks pencegahan terorisme ataupun radikalisme," ungkap Wahyudi.
Pihaknya juga perlu mengingatkan pula bahwa antara media sosial dan media pers bisa saja tidak saling melengkapi dan justru bisa bertolak belakang antara media sosial dan media pers.
"Karena itu saya berharap agar informasi di media sosial harus diverifikasi terlebih dahulu oleh pers sebelum dimuat di publik," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Maluku, Abdulrahim Uluputty menjelaskan, bahwa kegiatan workshop Literasi Digital ini sebagai Upaya Pencegahan Radikalisme dan Terorisme.
"Kegiatan ini melibatkan wartawan dan cikal bakal wartawan di daerah ini, diharapkan workshop ini dapat menjurus kepada upaya pencegahan terhadap kegiatan-kegiatan radikalismme dan terorisme," jelasnya.