Soal Aktivitas Penambangan Emas, DPRD Maluku Tahu Gunung Botak Masih Ditutup
http://www.beritamalukuonline.com/2018/03/soal-aktivitas-penambangan-emas-dprd.html
BERITA MALUKU. DPRD Maluku menyatakan sebenarnya mengetahui aktivitas penambangan emas liar di kawasan Gunung Botak, pulau Buru, masih ditutup karena sudah ada penandatangan kesepakatan antara Pemprov setempat dan pemerintah pusat.
"Sepengetahuan komisi kalau lokasi itu masih ditutup dari aktivitas penambangan. Namun, ternyata sekarang masih ada kegiatan penambang lalu dipertanyakan sikap Pemprov Maluku seperti apa," kata Wakil Ketua Komisi B DPRD Maluku, Abdullah Marasabessy, di Ambon, Rabu (14/3/2018).
Menurut dia, karena ini sudah menjadi kewenangan Pemprov Maluku, maka apa sebetulnya yang dilakukan Dinas ESDM terhadap proses penambangan yang sudah menjadi kesepakatan bersama antara Pemprov Maluku dan pemerintah pusat untuk penutupan aktivitas sambil melakukan pengelolaan sistem baru.
Hanya saja, jika masih terjadi aktivitas penambangan di sana, maka persoalannya dikembalikan ke Pemprov Maluku terkait langkah antisipasi yang dilakukan mengingat banyaknya penambang yang beroperasi di sana.
"Kalau selama ini disinyalir sudah terjadi kerusakan lingkungan sehingga menimbulkan korban manusia atau ternak dan lingkungan akibat pengaruh mercury dan sianida, mestinya ada kesepakatan dijalin Pemprov Maluku dengan pihak ketiga," ujar Abdullah.
Pihak ketiga yang dimaksudkan adalah PT. BPS dan PT. CCP yang seharusnya membersihkan limbah mengandung bahan kimia berbahaya sejak beberapa tahun lalu.
Dia mengemukakan, limbah beracun ini seharusnya sudah tidak ada karena sedimennya telah diangkut dan ditampung pada lokasi tertentu oleh pihak ketiga.
"Kalau pun limbah itu masih ada, berarti kesepakatan tu belum berjalan optimal sehingga masih terdapat wilayah yang tergenang sianida dan mercury sampai ada ternak warga yang mati akibat meminum air limbah beracun di tempat perendaman," tandasnya.
Masalah ini yang diminta Komisi B DPRD Maluku kepada Dinas ESDM dan Biro Lingkungan Hidup Pemprov Maluku memberikan klarifikasi untuk mendapat informasi yang sebenarnya.
"Sepengetahuan komisi kalau lokasi itu masih ditutup dari aktivitas penambangan. Namun, ternyata sekarang masih ada kegiatan penambang lalu dipertanyakan sikap Pemprov Maluku seperti apa," kata Wakil Ketua Komisi B DPRD Maluku, Abdullah Marasabessy, di Ambon, Rabu (14/3/2018).
Menurut dia, karena ini sudah menjadi kewenangan Pemprov Maluku, maka apa sebetulnya yang dilakukan Dinas ESDM terhadap proses penambangan yang sudah menjadi kesepakatan bersama antara Pemprov Maluku dan pemerintah pusat untuk penutupan aktivitas sambil melakukan pengelolaan sistem baru.
Hanya saja, jika masih terjadi aktivitas penambangan di sana, maka persoalannya dikembalikan ke Pemprov Maluku terkait langkah antisipasi yang dilakukan mengingat banyaknya penambang yang beroperasi di sana.
"Kalau selama ini disinyalir sudah terjadi kerusakan lingkungan sehingga menimbulkan korban manusia atau ternak dan lingkungan akibat pengaruh mercury dan sianida, mestinya ada kesepakatan dijalin Pemprov Maluku dengan pihak ketiga," ujar Abdullah.
Pihak ketiga yang dimaksudkan adalah PT. BPS dan PT. CCP yang seharusnya membersihkan limbah mengandung bahan kimia berbahaya sejak beberapa tahun lalu.
Dia mengemukakan, limbah beracun ini seharusnya sudah tidak ada karena sedimennya telah diangkut dan ditampung pada lokasi tertentu oleh pihak ketiga.
"Kalau pun limbah itu masih ada, berarti kesepakatan tu belum berjalan optimal sehingga masih terdapat wilayah yang tergenang sianida dan mercury sampai ada ternak warga yang mati akibat meminum air limbah beracun di tempat perendaman," tandasnya.
Masalah ini yang diminta Komisi B DPRD Maluku kepada Dinas ESDM dan Biro Lingkungan Hidup Pemprov Maluku memberikan klarifikasi untuk mendapat informasi yang sebenarnya.