Warga Desa Simi Bursel Ungkap Dugaan Penyelewengan ADD 2017
http://www.beritamalukuonline.com/2018/01/warga-desa-simi-bursel-ungkap-dugaan.html
BERITA MALUKU. Dua warga Desa Simi, Kecamatan Waesama, Kabupaten Buru Selatan (Bursel), yang enggan namanya dipublikasikan kepada sejumlah wartawan di Namrole, Kamis (18/1/2018), mengungkapkan dugaan praktek penyelewengan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun 2017 oleh Kepala Desa Simi, Nasir Rumakat.
Menurut dua warga ini, bahwa sesuai Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) ADD Tahap I Tahun 2017, terdapat banyak indikasi kegiatan yang diduga fiktif, maupun dugaan sejumlah pemalsuan pada kwitansi dan mark up anggaran.
Dikatakan, berdasarkan Perdes Simi nomor 01/Perdes-DSM/III/2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Simi Tahun Anggaran 2017, maka bantuan Simpan Pinjam kepada Sukur Tuatubun sebesar Rp60.000.000 tetapi yang direalisasikan hanya Rp20.000.000. Tanda tangan Sukur Tuatubun pada Kwitansi pertanggung jawaban dengan nilai Rp60.000.000 itu, diduga dipalsukan.
“Sukur Tuatubun hanya terima Rp20 juta tapi di kwitansi pertanggung jawabannya sebesar Rp60 juta. Jadi, ada indikasi manipulasi sebesar Rp40.000.000 dan begitu pula tanda tangan Sukur Tuatubun pada kwitansi diduga dipalsukan. Masalah ini sudah dilaporkan Tuatubun ke Polsek Waesama,” ungkap dua orang sumber itu.
Untuk belanja Alat Tulis Kantor bulan Januari-Juni 2017 sebesar Rp5.793.950, dimana kwitansi yang ditandatangani Bendahara Rutin Proyek sekaligus perima uang bersama dengan tanda tangan Kepala Kantor/Pimpinan Proyek, Nasir Rumakat, tanpa disertai Cap Toko.
Masih menurut sumber, belanja 1 buah Laptop dan dua buah Printer seharga Rp12 juta, masing-masing laptop merek Acer seharga Rp9 juta, Printer IP 2770 seharga Rp1 juta dan Printer IP 230 seharga Rp2 juta, juga tidak disertai Cap Toko.
Bukti pengadaan tersebut menurut sumber, diduga fiktif, sebab pengadaan laptop dan printer itu sudah dilakukan pada masa kepemimpinan penjabat Kepala Desa sebelumnya.
Untuk pembayaran rekening listrik kantor Desa pada bulan Januari s/d Juni 2017 senilai Rp1,5 juta, juga tidak disertai kwitansi pembayaran PLN Waesama, tapi kwitansi tersebut ditandatangani sendiri oleh bendahara desa.
Untuk belanja 8 buah pakaian dinas aparatur Desa sebesar Rp12 juta, juga tidak disertai Cap Toko tempat pakian itu di jahit.
Pengadaan pakaian dinas itu pun hanya 4 buah saja. Sementara 4 buah lainnya sudah ada sejak Penjabat Desa sebelumnya.
Menurut sumber itu, untuk belanja 2 buah meja setengah biro seharga Rp2.500.000 per buah dengan total harga sebesar Rp5.000.000 pun, ternyata yang dibayar hanya Rp3.000.000 kepada Samsudin Muna. Diduga tanda tangan Samsudin Muna pun dipalsukan pada kwitansi untuk meloloskan perilaku korupsi tersebut.
Mereka juga mengungkapkan bahwa, dalam realisasi bantuan kepada penghulu atas nama Umar Tuara Sulaiman Wokas sebesar Rp3.000.000, ternyata yang diberikan hanya sebesar Rp750.000. Dalam pembayaran ini diduga tanda tangan milik Umar juga dipalsukan.
Untuk tunjangan Kepala Lingkungan sebanyak 6 orang, harusnya direalisasikan sebesar Rp1.500.000 per orang, ternyata tiap orang hanya menerima sebesar Rp750.000.
Diungkapkan pula, bahwa bantuan kepada Ketua PKK Ny. Aisa Buton sebesar Rp15.000.000 serta Rp12.000.000 untuk Bunda Paud Ny. Aisa Buton yang merupakan istri dari Kades Simi, pun tidak tahu digunakan untuk apa.
Sementara untuk belanja pembuatan spanduk HUT RI ke 72 dan pembuatan papan informasi ADD dan DD 2017 sebesar Rp2.000.000, juga tidak disertai Cap Percetakan.
Lanjut sumber itu, untuk pengadaan paket body bobo senilai Rp614.000.000 dari ADD Tahap I dan II yang terdiri body bobo sebanyak 1 buah dengan anggaran sebesar Rp250 juta, mesin tempel 40 PK minyak tanah sebanyak 2 buah dengan total sebesar Rp120 juta dan pengadaan jaring Bobo 1 buah seharga Rp244 juta yang baru selesai dikerjakan Januari 2017, diduga di mark up.
“Pengadaan paket body Bobo ini baru selesai dikerjakan dan baru dibawa ke Simi belum lama ini. Kami duga ada indikasi mark up disitu, karena harga standar Pemerintah Kabupaten Bursel hanya Rp400.000.000 per setnya, tapi diduga ada mark up hingga mencapai Rp614.000.000. Jadi, indikasi mark up sekitar Rp200.000.000,” ungkap sumber.
Tak hanya itu, sumber pun membeberkan, bahwa untuk kegiatan Tahap II berupa honor 3 orang narasumber kegiatan pelatihan dan pembentukan Bumdes sebesar Rp6.000.000 dan Kegiatan Lomba Desa Tingkat Lingkungan Dalam Desa dengan anggaran sebesar Rp5.000.000 juga diduga fiktif.
Untuk kegiatan Pembangunan Rumah Adat (Baleo) 7 x 9 dengan anggaran sebesar Rp104.857.000, hingga kini tidak ada realisasinya alias fiktif.
Sementara, pembangunan Lantai Jumur 15 x 40 m dengan anggaran Rp84.875.000, hingga kini baru sebatas penngkatan material pada pekan lalu.
Ditambahkan, untuk kegiatan Rehabilitasi Balai Pertemuan dengan anggaran sebesar Rp69.892.000 dari anggaran Tahap II dan III hingga kini belum selesai dikerjakan.
Selain itu pula, ada belanja sound system sebanyak 1 set seharga Rp24 juta.
"Ini juga diduga di mark up. Sebab, harusnya pembelian itu untuk 1 set sound system. Tapi ternyata yang dibeli itu hanya 1 buah Amplifire dan Salon biasa,” sebutnya.
Terkait dengan berbagai dugaan praktek korupsi oleh Kades Simi, kedua warga Desa Simi ini pun mendesak pihak Kejaksaan Negeri (Kajari) Namlea dan Polres Pulau Buru untuk menindaklanjutinya sesuai proses hukum yang berlaku sehingga pihak-pihak yang terlibat, termasuk Kades bisa dimintai pertanggung jawabannya.
“Kami mendesak pihak Kejari Namlea maupun Polres Pulau Buru untuk mengusut indikasi korupsi ADD Desa Simi Tahun 2017 ini, karena dari taksiran kami ini, kerugian Negara dan masyarakat Desa Simi sebanyak ratusan juta rupiah,” tegas mereka. (LE)
Menurut dua warga ini, bahwa sesuai Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) ADD Tahap I Tahun 2017, terdapat banyak indikasi kegiatan yang diduga fiktif, maupun dugaan sejumlah pemalsuan pada kwitansi dan mark up anggaran.
Dikatakan, berdasarkan Perdes Simi nomor 01/Perdes-DSM/III/2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Simi Tahun Anggaran 2017, maka bantuan Simpan Pinjam kepada Sukur Tuatubun sebesar Rp60.000.000 tetapi yang direalisasikan hanya Rp20.000.000. Tanda tangan Sukur Tuatubun pada Kwitansi pertanggung jawaban dengan nilai Rp60.000.000 itu, diduga dipalsukan.
“Sukur Tuatubun hanya terima Rp20 juta tapi di kwitansi pertanggung jawabannya sebesar Rp60 juta. Jadi, ada indikasi manipulasi sebesar Rp40.000.000 dan begitu pula tanda tangan Sukur Tuatubun pada kwitansi diduga dipalsukan. Masalah ini sudah dilaporkan Tuatubun ke Polsek Waesama,” ungkap dua orang sumber itu.
Untuk belanja Alat Tulis Kantor bulan Januari-Juni 2017 sebesar Rp5.793.950, dimana kwitansi yang ditandatangani Bendahara Rutin Proyek sekaligus perima uang bersama dengan tanda tangan Kepala Kantor/Pimpinan Proyek, Nasir Rumakat, tanpa disertai Cap Toko.
Masih menurut sumber, belanja 1 buah Laptop dan dua buah Printer seharga Rp12 juta, masing-masing laptop merek Acer seharga Rp9 juta, Printer IP 2770 seharga Rp1 juta dan Printer IP 230 seharga Rp2 juta, juga tidak disertai Cap Toko.
Bukti pengadaan tersebut menurut sumber, diduga fiktif, sebab pengadaan laptop dan printer itu sudah dilakukan pada masa kepemimpinan penjabat Kepala Desa sebelumnya.
Untuk pembayaran rekening listrik kantor Desa pada bulan Januari s/d Juni 2017 senilai Rp1,5 juta, juga tidak disertai kwitansi pembayaran PLN Waesama, tapi kwitansi tersebut ditandatangani sendiri oleh bendahara desa.
Untuk belanja 8 buah pakaian dinas aparatur Desa sebesar Rp12 juta, juga tidak disertai Cap Toko tempat pakian itu di jahit.
Pengadaan pakaian dinas itu pun hanya 4 buah saja. Sementara 4 buah lainnya sudah ada sejak Penjabat Desa sebelumnya.
Menurut sumber itu, untuk belanja 2 buah meja setengah biro seharga Rp2.500.000 per buah dengan total harga sebesar Rp5.000.000 pun, ternyata yang dibayar hanya Rp3.000.000 kepada Samsudin Muna. Diduga tanda tangan Samsudin Muna pun dipalsukan pada kwitansi untuk meloloskan perilaku korupsi tersebut.
Mereka juga mengungkapkan bahwa, dalam realisasi bantuan kepada penghulu atas nama Umar Tuara Sulaiman Wokas sebesar Rp3.000.000, ternyata yang diberikan hanya sebesar Rp750.000. Dalam pembayaran ini diduga tanda tangan milik Umar juga dipalsukan.
Untuk tunjangan Kepala Lingkungan sebanyak 6 orang, harusnya direalisasikan sebesar Rp1.500.000 per orang, ternyata tiap orang hanya menerima sebesar Rp750.000.
Diungkapkan pula, bahwa bantuan kepada Ketua PKK Ny. Aisa Buton sebesar Rp15.000.000 serta Rp12.000.000 untuk Bunda Paud Ny. Aisa Buton yang merupakan istri dari Kades Simi, pun tidak tahu digunakan untuk apa.
Sementara untuk belanja pembuatan spanduk HUT RI ke 72 dan pembuatan papan informasi ADD dan DD 2017 sebesar Rp2.000.000, juga tidak disertai Cap Percetakan.
Lanjut sumber itu, untuk pengadaan paket body bobo senilai Rp614.000.000 dari ADD Tahap I dan II yang terdiri body bobo sebanyak 1 buah dengan anggaran sebesar Rp250 juta, mesin tempel 40 PK minyak tanah sebanyak 2 buah dengan total sebesar Rp120 juta dan pengadaan jaring Bobo 1 buah seharga Rp244 juta yang baru selesai dikerjakan Januari 2017, diduga di mark up.
“Pengadaan paket body Bobo ini baru selesai dikerjakan dan baru dibawa ke Simi belum lama ini. Kami duga ada indikasi mark up disitu, karena harga standar Pemerintah Kabupaten Bursel hanya Rp400.000.000 per setnya, tapi diduga ada mark up hingga mencapai Rp614.000.000. Jadi, indikasi mark up sekitar Rp200.000.000,” ungkap sumber.
Tak hanya itu, sumber pun membeberkan, bahwa untuk kegiatan Tahap II berupa honor 3 orang narasumber kegiatan pelatihan dan pembentukan Bumdes sebesar Rp6.000.000 dan Kegiatan Lomba Desa Tingkat Lingkungan Dalam Desa dengan anggaran sebesar Rp5.000.000 juga diduga fiktif.
Untuk kegiatan Pembangunan Rumah Adat (Baleo) 7 x 9 dengan anggaran sebesar Rp104.857.000, hingga kini tidak ada realisasinya alias fiktif.
Sementara, pembangunan Lantai Jumur 15 x 40 m dengan anggaran Rp84.875.000, hingga kini baru sebatas penngkatan material pada pekan lalu.
Ditambahkan, untuk kegiatan Rehabilitasi Balai Pertemuan dengan anggaran sebesar Rp69.892.000 dari anggaran Tahap II dan III hingga kini belum selesai dikerjakan.
Selain itu pula, ada belanja sound system sebanyak 1 set seharga Rp24 juta.
"Ini juga diduga di mark up. Sebab, harusnya pembelian itu untuk 1 set sound system. Tapi ternyata yang dibeli itu hanya 1 buah Amplifire dan Salon biasa,” sebutnya.
Terkait dengan berbagai dugaan praktek korupsi oleh Kades Simi, kedua warga Desa Simi ini pun mendesak pihak Kejaksaan Negeri (Kajari) Namlea dan Polres Pulau Buru untuk menindaklanjutinya sesuai proses hukum yang berlaku sehingga pihak-pihak yang terlibat, termasuk Kades bisa dimintai pertanggung jawabannya.
“Kami mendesak pihak Kejari Namlea maupun Polres Pulau Buru untuk mengusut indikasi korupsi ADD Desa Simi Tahun 2017 ini, karena dari taksiran kami ini, kerugian Negara dan masyarakat Desa Simi sebanyak ratusan juta rupiah,” tegas mereka. (LE)