TAF Thailand Belajar Penyelesaian Konflik di Maluku
http://www.beritamalukuonline.com/2018/01/taf-thailand-belajar-penyelesaian.html
BERITA MALUKU. Sebanyak 11 orang anggota delegasi The Asia Foundation (TAF) Thailand berkunjung ke Ambon untuk mempelajari cara penyelesaian konflik sosial yang pernah terjadi di provinsi tersebut tahun 1999.
Delegasi TAF Thailand dipimpin Santi Nindang dan Romzee Dokho, di Ambon, Kamis (18/1/2018), bertemu Pemerintah provinsi Maluku yang diwakili Sekda Hamin Bih Thahir serta sejumlah pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD), pimpinan perguruan tinggi serta tokoh agama.
"Kunjungan delegasi Thailand untuk mendengar pengalaman pemerintah dan masyarakat dalam menyelesaikan konflik sosial yang pernah merebak di daerah ini, termasuk mempelajari model pembangunan perdamaian yang telah tercipta," kata Sekda Hamin usai melakukan pertemuan dengan delegasi tersebut.
Hamin mengatakan, pemprov Maluku bersama pimpinan perguruan tinggi dan tokoh agama memberikan penjelasan mendetail tentang pola penyelesaian konflik yang dilakukan untuk mendamaikan faksi-faksi yang bertikai kala itu.
"Kebanyakan informasi yang diberikan kepada delegasi TAF Thailand adalah seputar pengalaman masing-masing yang terlibat langsung dalam pengelesaian konflik sosial yang terjadi di Maluku sejak 1999," katanya.
Delegasi Thailand jiga menanyakan tentang perjanjian Malino II tahun 2000 dan implementasinya maupun alokasi anggaran untuk penyelesaian konflik, khususnya untuk merehabilitasi berbagai fasilitas pemerintah dan sosial maupun rumah penduduk yang rusak dan hancur saat konflik.
Sekda juga menegaskan, dirinya memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menjelaskan tentang upaya yang dilakukan pemerintah dan berbagai komponen untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat Maluku, terutama membangun pola hidup orang basudara (bersaudara).
"Saya juga memberikan gambaran makro penyelesaian konflik dan pembangunan perdamaian di Maluku dan diharapkan bisa menjadi masukan bagi delegasi Thailand untuk menyelesaikan konflik di wilayah mereka," tandas Sekda.
Pimpinan delegasi TAF Thailand, Romzee Dokho, mengatakan, kunjungan mereka ke Maluku dan beberapa daerah lain di Indonesia untuk mendapatkan pengetahuan lebih detail tentang penyelesaian konflik, terutama yang bisa dijadikan bahan untuk membangun organisasi masyarakat sipil di Pattani.
"Delegasi kami dibagi dua grup dan berkunjung ke Pontianak dan Maluku. Kunjungan ini untuk memperoleh ilmu dan cara-cara penyelesaian konflik di kedua daerah ini," ujarnya.
Romzee mengakui, pihaknya mendapatkan banyak masukan, cerita serta pengetahuan dan pengalaman berharga setelah bertemu sejumlah komponen masyarakat di daerah ini termasuk Pemerintah Provinsi Maluku.
"Masukan paling berharga yakni bagaimana kekuatan masyarakat di daerah ini menjadi faktor utama penyelesaian konflik, termasuk pendekatan dengan kekuatan budaya lokal Pela dan Gandong," ujarnya.
Dia menandaskan, pranata sosial Pela - Gandong yang merupakan warisan para leluhur berdasarkan penjelasan yang diperoleh maupun berbagai literatur yang dipelajari, ternyata merupakan salah satu kekuatan dan modal utama penyelesaian konflik sosial di Maluku.
"Karena hubungan Pela - Gandong atau sebagai sesama saudara walaupun berlainan agama, secara tidak langsung membuat masyarakat berhenti berkonflik karena tidak ingin menyakiti atau membunuh saudara mereka sendiri. Ini Pranata sosial yang perlu dipertahankan dan dilestarikan turun-temurun," ujarnya.
Dia berharap kunjungan ke Maluku dapat dijadikan salah satu modal untuk mengantisipasi terjadinya konflik horisontal serta mengupayakan penyelesaiannya.
Delegasi TAF Thailand dipimpin Santi Nindang dan Romzee Dokho, di Ambon, Kamis (18/1/2018), bertemu Pemerintah provinsi Maluku yang diwakili Sekda Hamin Bih Thahir serta sejumlah pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD), pimpinan perguruan tinggi serta tokoh agama.
"Kunjungan delegasi Thailand untuk mendengar pengalaman pemerintah dan masyarakat dalam menyelesaikan konflik sosial yang pernah merebak di daerah ini, termasuk mempelajari model pembangunan perdamaian yang telah tercipta," kata Sekda Hamin usai melakukan pertemuan dengan delegasi tersebut.
Hamin mengatakan, pemprov Maluku bersama pimpinan perguruan tinggi dan tokoh agama memberikan penjelasan mendetail tentang pola penyelesaian konflik yang dilakukan untuk mendamaikan faksi-faksi yang bertikai kala itu.
"Kebanyakan informasi yang diberikan kepada delegasi TAF Thailand adalah seputar pengalaman masing-masing yang terlibat langsung dalam pengelesaian konflik sosial yang terjadi di Maluku sejak 1999," katanya.
Delegasi Thailand jiga menanyakan tentang perjanjian Malino II tahun 2000 dan implementasinya maupun alokasi anggaran untuk penyelesaian konflik, khususnya untuk merehabilitasi berbagai fasilitas pemerintah dan sosial maupun rumah penduduk yang rusak dan hancur saat konflik.
Sekda juga menegaskan, dirinya memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menjelaskan tentang upaya yang dilakukan pemerintah dan berbagai komponen untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat Maluku, terutama membangun pola hidup orang basudara (bersaudara).
"Saya juga memberikan gambaran makro penyelesaian konflik dan pembangunan perdamaian di Maluku dan diharapkan bisa menjadi masukan bagi delegasi Thailand untuk menyelesaikan konflik di wilayah mereka," tandas Sekda.
Pimpinan delegasi TAF Thailand, Romzee Dokho, mengatakan, kunjungan mereka ke Maluku dan beberapa daerah lain di Indonesia untuk mendapatkan pengetahuan lebih detail tentang penyelesaian konflik, terutama yang bisa dijadikan bahan untuk membangun organisasi masyarakat sipil di Pattani.
"Delegasi kami dibagi dua grup dan berkunjung ke Pontianak dan Maluku. Kunjungan ini untuk memperoleh ilmu dan cara-cara penyelesaian konflik di kedua daerah ini," ujarnya.
Romzee mengakui, pihaknya mendapatkan banyak masukan, cerita serta pengetahuan dan pengalaman berharga setelah bertemu sejumlah komponen masyarakat di daerah ini termasuk Pemerintah Provinsi Maluku.
"Masukan paling berharga yakni bagaimana kekuatan masyarakat di daerah ini menjadi faktor utama penyelesaian konflik, termasuk pendekatan dengan kekuatan budaya lokal Pela dan Gandong," ujarnya.
Dia menandaskan, pranata sosial Pela - Gandong yang merupakan warisan para leluhur berdasarkan penjelasan yang diperoleh maupun berbagai literatur yang dipelajari, ternyata merupakan salah satu kekuatan dan modal utama penyelesaian konflik sosial di Maluku.
"Karena hubungan Pela - Gandong atau sebagai sesama saudara walaupun berlainan agama, secara tidak langsung membuat masyarakat berhenti berkonflik karena tidak ingin menyakiti atau membunuh saudara mereka sendiri. Ini Pranata sosial yang perlu dipertahankan dan dilestarikan turun-temurun," ujarnya.
Dia berharap kunjungan ke Maluku dapat dijadikan salah satu modal untuk mengantisipasi terjadinya konflik horisontal serta mengupayakan penyelesaiannya.