Pemkab Bursel Sulit Pecat Pegawai Bermasalah
http://www.beritamalukuonline.com/2018/01/pemkab-bursel-sulit-pecat-pegawai.html
BERITA MALUKU. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buru Selatan (Bursel) mengalami kesulitan memecat atau mengeksekusi mantan nara pidana (napi) atau pejabat atau pun pegawai yang sementara menjalani proses hukum.
Demikian disampaikan Kepala Badan Kepegawaian Daerah dan Sumber Daya Manusia Kabupaten Bursel, A.M Laitupa kepada wartawan di ruang kerjanya, Jumat (26/1/2018).
Menurut Laitupa, yang menjadi masalah bagi Pemda dalam mengeksekusi sampai tingkat pemecatan kepada pegawai atau pejabat yang terkena sanksi hukum atau yang telah ada putusan pengadilan maupun sedang dalam proses di pengadilan, karena pihaknya tidak memiliki bukti kuat.
“Kita mau bertindak untuk memberhentikan mereka sesuai dengan ketentuan hukum itu agak sulit. Menjadi kesulitan kita melakukan eksekusi itu harus ada surat penetapan dari kejaksaan dan pengadilan tentang penetapan hukuman yang bersangkutan itu berapa tahun,” ujar Laitupa.
Menurutnya seharusnya Pemda Bursel juga harus mendapatkan tembusannya (putusan) dari pengadilan atau kejaksaan terkait putusan hukum, sehingga saat melaksanakan proses-proses pemecatan, pihaknya memiliki dasar hukum yang kuat yakni surat tembusan tersebut.
Laitupa mencontohkan, dalam hukuman korupsi diputuskan mendapat hukuman Dua Tahun, maka sesuai aturan pegawai atau pejabat itu langsung dipecat.
Disesalinya, hingga saat ini pihaknya belum pernah menerima surat tembusan terkait adanya pegawai atau pejabat yang dalam atau sedang menjalankan masa hukuman untuk dapat diproses sesuai aturan yang berlaku.
“Kita sudah pernah minta surat keputusan hukuman dari pengadilan tetapi tidak pernah dapat, dan kita minta di pengadilan itu agak sulit namun kita sudah pernah melakukan permintaan,” katanya.
Lanjutnya, dari pihak BKD Kabupaten maupun dari BKD provinsi pernah mempertanyakan hal itu ke pihak kejakaaan dan Pengadilan, agar mereka juga bisa diberikan surat keputusan hukuman sehingga dapat dijadikan sebagai dasar yang cukup dalam menerapkan peraturan ASN terhadap pegawai atau pejabat yang bermasalah tersebut.
“Secara keseluruhan, BKD Kabupaten maupun BKD Provinsi sudah komplain itu, kita di daerah juga dapat tembusannya, baik itu secara terbuka ataupun secara rahasia supaya dalam penetapan pemberhentian atau pemecatan kita punya dasar. Kalau tidak, walaupun orang masuk penjara lima tahun tapi kalau dia masih berstatus PNS, kita belum bisa memberhentikan dia karena tidak ada dasar," jelasnya.
Kata Laitupa, walaupun keputusan hukumannya 10 tahun tetapi statusnya sebagai PNS maka haknya berupa gaji akan tetap dibayarkan.
Ditandaskan, sekalipun berdasarkan informasi tentang masa tahanan pegawai yang bermasalah tersebut, apakah tidak bisa digunakan sebagai dasar hukum, kata Laitupa, hal itu tak bisa digunakan sebagai dasar hukum.
“Infomasi tidak bisa di pakai karena tidak memiliki bukti kuat. Bukti tertulisnya itu harus ada supaya bisa kita jalankan prosesnya. Jadi mereka yang tidak menjalankan tugas tetapi gajinya jalan terus, tetap jalan karena mereka masih berstatus PNS,” ujarnya. (LE)
Demikian disampaikan Kepala Badan Kepegawaian Daerah dan Sumber Daya Manusia Kabupaten Bursel, A.M Laitupa kepada wartawan di ruang kerjanya, Jumat (26/1/2018).
Menurut Laitupa, yang menjadi masalah bagi Pemda dalam mengeksekusi sampai tingkat pemecatan kepada pegawai atau pejabat yang terkena sanksi hukum atau yang telah ada putusan pengadilan maupun sedang dalam proses di pengadilan, karena pihaknya tidak memiliki bukti kuat.
“Kita mau bertindak untuk memberhentikan mereka sesuai dengan ketentuan hukum itu agak sulit. Menjadi kesulitan kita melakukan eksekusi itu harus ada surat penetapan dari kejaksaan dan pengadilan tentang penetapan hukuman yang bersangkutan itu berapa tahun,” ujar Laitupa.
Menurutnya seharusnya Pemda Bursel juga harus mendapatkan tembusannya (putusan) dari pengadilan atau kejaksaan terkait putusan hukum, sehingga saat melaksanakan proses-proses pemecatan, pihaknya memiliki dasar hukum yang kuat yakni surat tembusan tersebut.
Laitupa mencontohkan, dalam hukuman korupsi diputuskan mendapat hukuman Dua Tahun, maka sesuai aturan pegawai atau pejabat itu langsung dipecat.
Disesalinya, hingga saat ini pihaknya belum pernah menerima surat tembusan terkait adanya pegawai atau pejabat yang dalam atau sedang menjalankan masa hukuman untuk dapat diproses sesuai aturan yang berlaku.
“Kita sudah pernah minta surat keputusan hukuman dari pengadilan tetapi tidak pernah dapat, dan kita minta di pengadilan itu agak sulit namun kita sudah pernah melakukan permintaan,” katanya.
Lanjutnya, dari pihak BKD Kabupaten maupun dari BKD provinsi pernah mempertanyakan hal itu ke pihak kejakaaan dan Pengadilan, agar mereka juga bisa diberikan surat keputusan hukuman sehingga dapat dijadikan sebagai dasar yang cukup dalam menerapkan peraturan ASN terhadap pegawai atau pejabat yang bermasalah tersebut.
“Secara keseluruhan, BKD Kabupaten maupun BKD Provinsi sudah komplain itu, kita di daerah juga dapat tembusannya, baik itu secara terbuka ataupun secara rahasia supaya dalam penetapan pemberhentian atau pemecatan kita punya dasar. Kalau tidak, walaupun orang masuk penjara lima tahun tapi kalau dia masih berstatus PNS, kita belum bisa memberhentikan dia karena tidak ada dasar," jelasnya.
Kata Laitupa, walaupun keputusan hukumannya 10 tahun tetapi statusnya sebagai PNS maka haknya berupa gaji akan tetap dibayarkan.
Ditandaskan, sekalipun berdasarkan informasi tentang masa tahanan pegawai yang bermasalah tersebut, apakah tidak bisa digunakan sebagai dasar hukum, kata Laitupa, hal itu tak bisa digunakan sebagai dasar hukum.
“Infomasi tidak bisa di pakai karena tidak memiliki bukti kuat. Bukti tertulisnya itu harus ada supaya bisa kita jalankan prosesnya. Jadi mereka yang tidak menjalankan tugas tetapi gajinya jalan terus, tetap jalan karena mereka masih berstatus PNS,” ujarnya. (LE)