Membangun Pilkada Transformatif
http://www.beritamalukuonline.com/2017/12/membangun-pilkada-transformatif.html
Oleh: Ibnu Salim Oat
(Direktur Lingkar Studi Islam dan Kebangsaan Kota Tual)
NEGERI ini tak bisa dipimpin dengan kebohongan. Sekali itu digunakan sebagai cara meraih simpati, potensi destruksi akan menjadi tak terelakkan bagi publik. Hasil akhir dari cara ini adalah pembodohan dan pengabaian masyarakat secara berkelanjutan.
Demokrasi substansial menghendaki prosesi pemilihan pemimpin publik sebagai ikhtiar mempromosikan kebenaran. Ditilik dari suatu perspektif, kebenaran tak lain adalah ketidaktertutupan. Itulah sebabnya mengapa asas keterbukaan mendarahi seluruh nadi demokrasi di negeri ini.
Menjadi calon Kepala daerah tidak sekadar impian berbekal modal, manipulasi pencitraan dan komedi omong, tetapi memerlukan kemampuan kualitatif yang tecermin dalam visi yang terang dan konsep matang. Visi dan konsep mereka menentukan arah perjalanan daerah lima tahun kedepan. Oleh karena itu perlu diuji dalam percakapan publik.
Bahwa dialektika publik yang mempertautkan gagasan - gagasan visioner kebangsaan dan kedaerahan antarkandidat memiliki makna strategis. Hal ini merupakan suatu indikator vital bagi proses pengujian agenda-agenda politik kepemimpinan daerah pada masa yang akan datang sekaligus menyediakan wahana untuk mempertajam visi dan konsep dari tiap-tiap calon kepala daerah.
Keseriusan mereka merumuskan visi dan program untuk menghadapi perdebatan akan menciptakan kepuasan publik dan mereka lebih disiapkan dalam pemantapan kerangka kerja.
Bagi publik pemilih, hal ini membantu mengenali karakter dan kapasitas para calon Kepala Daerah yang bisa menghindarkan mereka dari praktik beli kucing dalam karung. Semua itu mengandaikan, adanya debat publik yang dirancang dan dijalankan secara baik.
Betapapun, kurun waktu Pemilihan Kepala Daerah 2018 tinggal beberapa bulan lagi, namun tidak ada pengecualian bagi para calon kepala daerah untuk tetap berlomba mempromosikan kebenaran. Semua akumulasi pengetahuan dan pembelajaran dalam penyempurnaan demokrasi ini hanya bernilai sejauh ada jaminan kebenaran (ketidaktertutupan) dari Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah. Disinilah nilai terakhir dari ikhtiar politik ditentukan karena hanya di tangan merekalah hitam putihnya masa depan demokrasi di negeri ibi dipertaruhkan.
(Direktur Lingkar Studi Islam dan Kebangsaan Kota Tual)
NEGERI ini tak bisa dipimpin dengan kebohongan. Sekali itu digunakan sebagai cara meraih simpati, potensi destruksi akan menjadi tak terelakkan bagi publik. Hasil akhir dari cara ini adalah pembodohan dan pengabaian masyarakat secara berkelanjutan.
Demokrasi substansial menghendaki prosesi pemilihan pemimpin publik sebagai ikhtiar mempromosikan kebenaran. Ditilik dari suatu perspektif, kebenaran tak lain adalah ketidaktertutupan. Itulah sebabnya mengapa asas keterbukaan mendarahi seluruh nadi demokrasi di negeri ini.
Menjadi calon Kepala daerah tidak sekadar impian berbekal modal, manipulasi pencitraan dan komedi omong, tetapi memerlukan kemampuan kualitatif yang tecermin dalam visi yang terang dan konsep matang. Visi dan konsep mereka menentukan arah perjalanan daerah lima tahun kedepan. Oleh karena itu perlu diuji dalam percakapan publik.
Bahwa dialektika publik yang mempertautkan gagasan - gagasan visioner kebangsaan dan kedaerahan antarkandidat memiliki makna strategis. Hal ini merupakan suatu indikator vital bagi proses pengujian agenda-agenda politik kepemimpinan daerah pada masa yang akan datang sekaligus menyediakan wahana untuk mempertajam visi dan konsep dari tiap-tiap calon kepala daerah.
Keseriusan mereka merumuskan visi dan program untuk menghadapi perdebatan akan menciptakan kepuasan publik dan mereka lebih disiapkan dalam pemantapan kerangka kerja.
Bagi publik pemilih, hal ini membantu mengenali karakter dan kapasitas para calon Kepala Daerah yang bisa menghindarkan mereka dari praktik beli kucing dalam karung. Semua itu mengandaikan, adanya debat publik yang dirancang dan dijalankan secara baik.
Betapapun, kurun waktu Pemilihan Kepala Daerah 2018 tinggal beberapa bulan lagi, namun tidak ada pengecualian bagi para calon kepala daerah untuk tetap berlomba mempromosikan kebenaran. Semua akumulasi pengetahuan dan pembelajaran dalam penyempurnaan demokrasi ini hanya bernilai sejauh ada jaminan kebenaran (ketidaktertutupan) dari Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah. Disinilah nilai terakhir dari ikhtiar politik ditentukan karena hanya di tangan merekalah hitam putihnya masa depan demokrasi di negeri ibi dipertaruhkan.