DPRD Maluku Studi Banding ke Jawa Barat
http://www.beritamalukuonline.com/2017/09/dprd-maluku-studi-banding-ke-jawa-barat.html
BERITA MALUKU. Komisi D DPRD Maluku melakukan studi banding ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat untuk mencari masukan, bahan dan pengayaan pikir dalam penyusunan raperda pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di daerah ini.
"Raperda inisiatif ini kita menyusunnya dengan melihat dan menelaah kondisi provinsi terkait masalah yang dihadapi dalam bidang pendidikan pascapengalihan SMA dan SMK dari kabupaten/kota ke pemorov, sesuai amanat UU nomr 23 tahun 2014 yang juga telah diatur dalam perda kelembagaan serta PP nomor 18," kata Ketua Komisi D DPRD Maluku, Saadyah Uluputty di Ambon, Senin (11/9/2017).
Ia mengatakan kebutuhan terhadap raperda itu merupakan bagian dari keberpihakan dan komitmen komisi terhadap bidang pendidikan yang merupakan urusan wajib pemprov Maluku.
Menurut dia, Provinsi Jabar juga telah menetapkan perda tentang penyelenggaraan pendidikan yaitu perda nomor 5 tahun 2017 sehingga DPRD Maluku merasa perlu untuk mengadakan studi komperatif.
"Kita dalami juga Pergub Jawa Barat karena dia menjadi suatu instrumen pelaksana, dimana ada beberapa hal yang tidak diatur dalam perda," katanya.
Selain itu, juga akan ada diskusi komisi dengan Dikbud Maluku untuk memasukan hal-hal yang termasuk di dalamnya adalah pengalihan aset yang nantinya diatur dalam peraturan gubernur, kemudian besarnya dana yang lebih tekhnis dan operasionalnya diatur pada pergub.
Hasil-hasil yang didapatkan dari kegiatan studi banding adalah struktur kelembagaan dan organisasi pada Dikbud mengalami perubahan karena disesuaikan dengan UU nmor 23 tahun 2014 dan PP 18 dimana selama ini strukturnya hanya tiga tetapi sekarang menjadi empat.
"Jadi teman-teman di Jawa Barat itu awalnya mengusulkan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, tetapI setelah berkonsultasi ke kementerian maka kata pengelolaan dihilangkan dan hanya dipakai penyelenggaraan," kata Saadiyah.
"Kalau bicara pengelolaan, secara otomatis di dalamnya itu juga ada SD dan sekolah lanjutan sampai perguruan tinggi, dan sekarang pemerintah lebih fokus ke SMA, SMK dan MA sehingga dia lebih mengarah pada penggunaan istilah penyelenggaraan," tambahnya.
Kemudian menyangkut kantor Balai Pelayanan atau kantor cabang dinas menjadi kendala karena banyak masukan dari UPTD yang selama ini ada di bawah kabupaten/kota belum diatur sehingga akan dimasukan.
Sehingga dalam perda ini juga akan diatur tentang unit-unit pelayanan istilahnya seperti apa, tetapi yang jelasnya ada kantor cabang dinas ke daerah agar memutuskan rentang kendali, dalam artian ada kehadiran pemprov di daerah.
Apalagi kondisi Provinsi Maluku yang dari aspek geografisnya terdiri dari pulau-pulau dan jaraknya jauh sehingga kehadiran cabang dinas di daerah ini sangat penting dan diperlukan.
Anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam UU itu 20 persen tetapi bagaimana memaknainya, apakah ini semuanya masuk Dikbud atau dibagi-bagi ke beberapa SKPD yang mempunyai leading sectornya itu butuh dukungan.
"Raperda inisiatif ini kita menyusunnya dengan melihat dan menelaah kondisi provinsi terkait masalah yang dihadapi dalam bidang pendidikan pascapengalihan SMA dan SMK dari kabupaten/kota ke pemorov, sesuai amanat UU nomr 23 tahun 2014 yang juga telah diatur dalam perda kelembagaan serta PP nomor 18," kata Ketua Komisi D DPRD Maluku, Saadyah Uluputty di Ambon, Senin (11/9/2017).
Ia mengatakan kebutuhan terhadap raperda itu merupakan bagian dari keberpihakan dan komitmen komisi terhadap bidang pendidikan yang merupakan urusan wajib pemprov Maluku.
Menurut dia, Provinsi Jabar juga telah menetapkan perda tentang penyelenggaraan pendidikan yaitu perda nomor 5 tahun 2017 sehingga DPRD Maluku merasa perlu untuk mengadakan studi komperatif.
"Kita dalami juga Pergub Jawa Barat karena dia menjadi suatu instrumen pelaksana, dimana ada beberapa hal yang tidak diatur dalam perda," katanya.
Selain itu, juga akan ada diskusi komisi dengan Dikbud Maluku untuk memasukan hal-hal yang termasuk di dalamnya adalah pengalihan aset yang nantinya diatur dalam peraturan gubernur, kemudian besarnya dana yang lebih tekhnis dan operasionalnya diatur pada pergub.
Hasil-hasil yang didapatkan dari kegiatan studi banding adalah struktur kelembagaan dan organisasi pada Dikbud mengalami perubahan karena disesuaikan dengan UU nmor 23 tahun 2014 dan PP 18 dimana selama ini strukturnya hanya tiga tetapi sekarang menjadi empat.
"Jadi teman-teman di Jawa Barat itu awalnya mengusulkan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, tetapI setelah berkonsultasi ke kementerian maka kata pengelolaan dihilangkan dan hanya dipakai penyelenggaraan," kata Saadiyah.
"Kalau bicara pengelolaan, secara otomatis di dalamnya itu juga ada SD dan sekolah lanjutan sampai perguruan tinggi, dan sekarang pemerintah lebih fokus ke SMA, SMK dan MA sehingga dia lebih mengarah pada penggunaan istilah penyelenggaraan," tambahnya.
Kemudian menyangkut kantor Balai Pelayanan atau kantor cabang dinas menjadi kendala karena banyak masukan dari UPTD yang selama ini ada di bawah kabupaten/kota belum diatur sehingga akan dimasukan.
Sehingga dalam perda ini juga akan diatur tentang unit-unit pelayanan istilahnya seperti apa, tetapi yang jelasnya ada kantor cabang dinas ke daerah agar memutuskan rentang kendali, dalam artian ada kehadiran pemprov di daerah.
Apalagi kondisi Provinsi Maluku yang dari aspek geografisnya terdiri dari pulau-pulau dan jaraknya jauh sehingga kehadiran cabang dinas di daerah ini sangat penting dan diperlukan.
Anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam UU itu 20 persen tetapi bagaimana memaknainya, apakah ini semuanya masuk Dikbud atau dibagi-bagi ke beberapa SKPD yang mempunyai leading sectornya itu butuh dukungan.