PN Ambon Kembali Adili Sepasang Kekasih Pelaku Aborsi
http://www.beritamalukuonline.com/2017/08/pn-ambon-kembali-adili-sepasang-kekasih.html
BERITA MALUKU. Hakim Pengadilan Negeri Ambon kembali mengadili Silvana Lekatompessy (20) dan kekasihnya Rocky Tosil (21), sepasang kekasih yang didakwa melakukan pengguguran anak dalam kandungan atau aborsi.
Ketua majelis hakim PN setempat, S. Pujiono didampingi Hamzah Khailul dan Sofyan Parerungan selaku hakim anggota membuka persidangan di Ambon, Selasa (22/8/2017), dengan agenda mendengarkan pembacaan dakwaan JPU Kejari Ambon, Lilia Heluth dan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi.
JPU dalam dakwaannya menjelaskan, terdakwa Silvana Lekatompessy yang merupakan seorang mahasiswi ini ditahan penyidik Polres Ambon sejak 31 Maret 2017.
"Dia bersama kekasihnya Rocky Tosil dan saksi Fredek Selalurin (19) (masing-masing dalam BAP terpisah) pada tanggal 27 Februari 2017 sekitar pukul 15.30 WIT di kamar kost saksi Fredek di kawasan Rumah Tiga, Kecamatan Teluk Ambon dengan sengaja melakukan perbuatan aborsi terhadap anak yang masih dalam kandungan," kata JPU.
Perbuatan tersebut dilakukan dengan alasan dan tatacara yang tidak dibenarkan oleh ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.
Terdakwa bersama Roky awalnya menjalin hubungan pacaran sejak Desember 2016 dan melakukan hubungan intim lebih dari sekali.
Kemudian pada Februari 2017, terdakwa mengalami terlambat datang bulan dan memberitahukan kondisi ini kepada pacarnya Roky.
Setelah itu Roky menganjurkan kepada terdakwa melakukan tespact atau tes kehamilan dan hasilnya diberitahukan kepada saksi bahwa dirinya positif hamil.
Karena panik dan takut diketahui orang tua, mereka berdua berencana menggugurkan kandungan tersebut.
"Awalnya saksi Roky memberikan obat-obatan dan kiranti kepada terdakwa dengan tujuan menggugurkan kandungan namun ternyata tidak berhasil," jelas jaksa penuntut umum.
Kedua sejoli ini lalu mendatangi tempat kost saksi Fredek menanyakan apakah yang bersangkutan memiliki obat yang bisa menggugurkan kandungan atau tidak.
Meski ditolak berulang kali oleh saksi Edy, terdakwa dan pacarnya terus memaksa sehingga akhirnya saksi memberikan obat sebanyak tiga tablet jenis gastrul dengan syarat satu butir obat dibayar Rp20.000.
Setelah diberikan penjelasan cara pemakaiannya, terdakwa bersama pacarnya masuk dalam kamar mandi dimana terdakwa menelan dua butir dan satunya dimasukan saksi Roky ke dalam kelamin terdakwa.
Obat tersebut menimbulkan reaksi nyeri perut yang sangat kuat terhadap terdakwa dan akhirnya janin dalam kandungan tersebut berhasil digugurkan.
Terdakwa juga meminta saksi Frali Hatulely untuk menguburkan janin tersebut di dalam kebun yang berdekatan dengan tempat kost terdakwa namun tindakan itu diketahui saksi Katrina Iwamony.
Mereka kemudian menggali kembali benda mencurigakan yang ditanam saksi Hatulely dan menemukan sebuah kardus mie instan yang didalamnya ada tiga lapis tas kresek berisikan pakaian dalam, pembalut, serta gumpalan darah berukuran 2 x 2 centi meter.
Peristiwa ini kemudian dilaporkan kepada polisi dan para pelaku akhirnya diringkus.
Perbuatan terdakwa diancam dengan pasal 77A juncto pasal 45A Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Pekan lalu majelis hakim PN Ambon juga baru menjatuhkan vonis lima dan empat tahun penjara terjadap pasangan aborsi lainnya.
Ketua majelis hakim PN setempat, S. Pujiono didampingi Hamzah Khailul dan Sofyan Parerungan selaku hakim anggota membuka persidangan di Ambon, Selasa (22/8/2017), dengan agenda mendengarkan pembacaan dakwaan JPU Kejari Ambon, Lilia Heluth dan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi.
JPU dalam dakwaannya menjelaskan, terdakwa Silvana Lekatompessy yang merupakan seorang mahasiswi ini ditahan penyidik Polres Ambon sejak 31 Maret 2017.
"Dia bersama kekasihnya Rocky Tosil dan saksi Fredek Selalurin (19) (masing-masing dalam BAP terpisah) pada tanggal 27 Februari 2017 sekitar pukul 15.30 WIT di kamar kost saksi Fredek di kawasan Rumah Tiga, Kecamatan Teluk Ambon dengan sengaja melakukan perbuatan aborsi terhadap anak yang masih dalam kandungan," kata JPU.
Perbuatan tersebut dilakukan dengan alasan dan tatacara yang tidak dibenarkan oleh ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.
Terdakwa bersama Roky awalnya menjalin hubungan pacaran sejak Desember 2016 dan melakukan hubungan intim lebih dari sekali.
Kemudian pada Februari 2017, terdakwa mengalami terlambat datang bulan dan memberitahukan kondisi ini kepada pacarnya Roky.
Setelah itu Roky menganjurkan kepada terdakwa melakukan tespact atau tes kehamilan dan hasilnya diberitahukan kepada saksi bahwa dirinya positif hamil.
Karena panik dan takut diketahui orang tua, mereka berdua berencana menggugurkan kandungan tersebut.
"Awalnya saksi Roky memberikan obat-obatan dan kiranti kepada terdakwa dengan tujuan menggugurkan kandungan namun ternyata tidak berhasil," jelas jaksa penuntut umum.
Kedua sejoli ini lalu mendatangi tempat kost saksi Fredek menanyakan apakah yang bersangkutan memiliki obat yang bisa menggugurkan kandungan atau tidak.
Meski ditolak berulang kali oleh saksi Edy, terdakwa dan pacarnya terus memaksa sehingga akhirnya saksi memberikan obat sebanyak tiga tablet jenis gastrul dengan syarat satu butir obat dibayar Rp20.000.
Setelah diberikan penjelasan cara pemakaiannya, terdakwa bersama pacarnya masuk dalam kamar mandi dimana terdakwa menelan dua butir dan satunya dimasukan saksi Roky ke dalam kelamin terdakwa.
Obat tersebut menimbulkan reaksi nyeri perut yang sangat kuat terhadap terdakwa dan akhirnya janin dalam kandungan tersebut berhasil digugurkan.
Terdakwa juga meminta saksi Frali Hatulely untuk menguburkan janin tersebut di dalam kebun yang berdekatan dengan tempat kost terdakwa namun tindakan itu diketahui saksi Katrina Iwamony.
Mereka kemudian menggali kembali benda mencurigakan yang ditanam saksi Hatulely dan menemukan sebuah kardus mie instan yang didalamnya ada tiga lapis tas kresek berisikan pakaian dalam, pembalut, serta gumpalan darah berukuran 2 x 2 centi meter.
Peristiwa ini kemudian dilaporkan kepada polisi dan para pelaku akhirnya diringkus.
Perbuatan terdakwa diancam dengan pasal 77A juncto pasal 45A Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Pekan lalu majelis hakim PN Ambon juga baru menjatuhkan vonis lima dan empat tahun penjara terjadap pasangan aborsi lainnya.