DPRD Maluku Rencanakan Bentuk Pansus Pilkada MTB
http://www.beritamalukuonline.com/2017/04/dprd-maluku-rencanakan-bentuk-pansus.html
BERITA MALUKU. DPRD Maluku berencana membentuk panitia khusus (Pansus) guna menelusuri sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan penyelenggara pilkada Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
"Kami mengagendakan pemanggilan para penyelenggara pilkada tingkat provinsi dan kabupaten guna dimintai keterangan dan bila laporan yang disampaikan terbukti maka akan dibentuk pansus," kata Wakil Ketua DPRD Maluku, Richard Rahakbauw di Ambon, Rabu (26/4/2017).
DPRD menyoroti kasus penghentian penyidikan terhadap lima komisioner KPU Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang dilakukan Kejaksaan Negeri Saumlaki bersama Polres MTB.
Sehingga lembaga perwakilan rakyat di tingkat provinsi ini akan meminta penjelasan resmi dari pihak penyelenggara pilkada seperti KPU provinsi dan Bawaslu, KPU dan Panwas MTB, termasuk mengundang Kapolda dan Kajati Maluku serta Kejari Saumlaki bersama Kapolres MTB.
Rencana pemanggilan ini terkait dengan adanya laporan calon Bupati MTB, Dharma Oratmangun ke DPRD Maluku atas dugaan pelanggaran yang dilakukan penyelenggara pilkada.
Menurut Richard, Kejari Saumlaki menolak berkas yang diajukan pihak Polres setempat karena mereka tidak mampu menghadirkan lima komisioner yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan menunjukan SK KPU.
"Salah satu komisioner KPU juga merangkap sebagai pengurus partai politik, dalam hal ini selaku ketua dewan pembina Partai Demokrat dan ini juga merupakan sebuah pelanggaran," katanya.
Sehingga DPRD akan mengagendakan pemanggilan pihak-pihak terkait untuk dimintai penjelasannya secara resmi.
"Bila dalam rapat kerja nanti terbukti ada dugaan pelanggaran maka DPRD akan membentuk pansus guna menelusuri berbagai dugaan pelanggaran yang diduga dilakukan para penyelenggara pilkada di sana.
Calon Bupati MTB, Dharma Oratmangun mengatakan, dugaan skenario besar yang dilakukan itu mulai dari spekulasi jumlah daftar pemilih tetap (DPT), pembagian surat undangan memilih yang tidak tuntas, sampai penetapan lima komisioner KPU MTB sebagai tersangka tindak pidana pemilu oleh Gakumdu dan kembali di-SP3-kan.
Terdapat 16.000 pemilih pada berbagai kecamatan di sana yang tidak bisa menyalurkan hak politiknya akibat mereka tidak diberikan surat undangan, dan ironisnya lagi kehadiran mereka di TPS malahan tidak dilayani meski membawa kartu identitas diri seperti Kartu Tanda Penduduk elektronik atau pun kartu keluarga.
Tim pemenangan salah satu pasangan calon juga menyita 8.000 surat undangan dari KPPS sebagian bukti tidak diserahkan kepada masyarakat.
Panwas merekomendasikan dilakukan PSU pada beberapa TPS tetapi dengan enteng dijawab KPU sudah kadaluwarsa dan mereka tidak mau melaksanakannya.
Sehingga tim pemenangan pasangan calon melaporkan masalah ini ke Panwas untuk diteruskan kepada sentra Gakumdu dan berujung penetapan lima komisionar KPU sebagai tersangka.
"Proses penyidikan pun berlangsung hingga tahapan P21, tetapi di sinilah terjadi kejanggalan bahwa kejaksaan menolak menerima proses lanjutan dikarenakan persyaratan formal dan administrasi dari kepolisian tidak lengkap," katanya.
Persyaratan dimaksud berupa tidak dihadirkannya para komisioner KPUD MTB karena baru dua orang yang diamankan tetapi orangnya berada di Jakarta, sedangkan tiga komisioner lainnya tidak diketahui dan hanya berstatus DPO.
Sentra Gakumdu juga tidak bisa menyerahkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan komisioner, padahal polisi punya kewenangan menyita bahkan meminta secara resmi dari institusi KPU provinsi maupun instansi lainnya.
Kemudian terjadi salah ketik redaksional dalam BAP sehingga ditarik kembali oleh pihak kepolisian dan copy KTP serta foto para komisioner tidak didapatkan.
"Kami mengagendakan pemanggilan para penyelenggara pilkada tingkat provinsi dan kabupaten guna dimintai keterangan dan bila laporan yang disampaikan terbukti maka akan dibentuk pansus," kata Wakil Ketua DPRD Maluku, Richard Rahakbauw di Ambon, Rabu (26/4/2017).
DPRD menyoroti kasus penghentian penyidikan terhadap lima komisioner KPU Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang dilakukan Kejaksaan Negeri Saumlaki bersama Polres MTB.
Sehingga lembaga perwakilan rakyat di tingkat provinsi ini akan meminta penjelasan resmi dari pihak penyelenggara pilkada seperti KPU provinsi dan Bawaslu, KPU dan Panwas MTB, termasuk mengundang Kapolda dan Kajati Maluku serta Kejari Saumlaki bersama Kapolres MTB.
Rencana pemanggilan ini terkait dengan adanya laporan calon Bupati MTB, Dharma Oratmangun ke DPRD Maluku atas dugaan pelanggaran yang dilakukan penyelenggara pilkada.
Menurut Richard, Kejari Saumlaki menolak berkas yang diajukan pihak Polres setempat karena mereka tidak mampu menghadirkan lima komisioner yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan menunjukan SK KPU.
"Salah satu komisioner KPU juga merangkap sebagai pengurus partai politik, dalam hal ini selaku ketua dewan pembina Partai Demokrat dan ini juga merupakan sebuah pelanggaran," katanya.
Sehingga DPRD akan mengagendakan pemanggilan pihak-pihak terkait untuk dimintai penjelasannya secara resmi.
"Bila dalam rapat kerja nanti terbukti ada dugaan pelanggaran maka DPRD akan membentuk pansus guna menelusuri berbagai dugaan pelanggaran yang diduga dilakukan para penyelenggara pilkada di sana.
Calon Bupati MTB, Dharma Oratmangun mengatakan, dugaan skenario besar yang dilakukan itu mulai dari spekulasi jumlah daftar pemilih tetap (DPT), pembagian surat undangan memilih yang tidak tuntas, sampai penetapan lima komisioner KPU MTB sebagai tersangka tindak pidana pemilu oleh Gakumdu dan kembali di-SP3-kan.
Terdapat 16.000 pemilih pada berbagai kecamatan di sana yang tidak bisa menyalurkan hak politiknya akibat mereka tidak diberikan surat undangan, dan ironisnya lagi kehadiran mereka di TPS malahan tidak dilayani meski membawa kartu identitas diri seperti Kartu Tanda Penduduk elektronik atau pun kartu keluarga.
Tim pemenangan salah satu pasangan calon juga menyita 8.000 surat undangan dari KPPS sebagian bukti tidak diserahkan kepada masyarakat.
Panwas merekomendasikan dilakukan PSU pada beberapa TPS tetapi dengan enteng dijawab KPU sudah kadaluwarsa dan mereka tidak mau melaksanakannya.
Sehingga tim pemenangan pasangan calon melaporkan masalah ini ke Panwas untuk diteruskan kepada sentra Gakumdu dan berujung penetapan lima komisionar KPU sebagai tersangka.
"Proses penyidikan pun berlangsung hingga tahapan P21, tetapi di sinilah terjadi kejanggalan bahwa kejaksaan menolak menerima proses lanjutan dikarenakan persyaratan formal dan administrasi dari kepolisian tidak lengkap," katanya.
Persyaratan dimaksud berupa tidak dihadirkannya para komisioner KPUD MTB karena baru dua orang yang diamankan tetapi orangnya berada di Jakarta, sedangkan tiga komisioner lainnya tidak diketahui dan hanya berstatus DPO.
Sentra Gakumdu juga tidak bisa menyerahkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan komisioner, padahal polisi punya kewenangan menyita bahkan meminta secara resmi dari institusi KPU provinsi maupun instansi lainnya.
Kemudian terjadi salah ketik redaksional dalam BAP sehingga ditarik kembali oleh pihak kepolisian dan copy KTP serta foto para komisioner tidak didapatkan.