Menakar Kepemimpinan Daerah berbasis Cendekia
http://www.beritamalukuonline.com/2017/01/menakar-kepemimpinan-daerah-berbasis.html
Oleh: Ibnu Salim Oat
(Fungsionaris Kahmi Kota Tual)
BERITA MALUKU. Sejumlah study mengenai kepemimpinan dan kekuasaan dalam ranah politik lokal kerapkali diperbincangkan menjelang pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini tentu menciptakan dampak yang dinamis bagi publik sehingga tak sedikit yang menggunakan langkah-langkah praktis sebagai hak politik warga dalam Pemilihan Kepala Daerah. Kendati esensi moralnya relatif tidak menyertai pilihan itu.
Dari sekian pokok persoalan yang diperbincangkan diranah publik, terdapat 2 (dua) dimensi sektoral yang dianggap sulit untuk dipertemukan pada titik normal yaitu Kepemimpinan demokratis dan kriteria cendekia.
Pemimpin demokratis dipahami sebagai suatu proses seleksi kepemimpinan politik berdasarkan ukuran popularitas dan elektabilitas yang tinggi. Hal ini tentu sangat bergantung pada pengelolaan citra. Meski style konfigurasi yang dibentuk diharuskan untuk meninggalkan orisinalitasnya demi menarik empati publik.
Memang disadari, bahwa setiap orang berhak menampakan citranya sesuai karakterteristik publik. Kapan dan dimanapun hal itu bersifat normal dan niscaya. Namun banyak penelitian yang menyebutkan bahwa model pencitraan yang dilakukan dengan pendekatan imitatif seperti ini akan menggiring publik pada dilema yang tinggi. Sebab yang dihadirkan adalah jebakan artifisial dengan maksud menampilkan sisi positif yang tidak orisinil adalah awal dari sebuah pengkhianatan (mengelabuhi masyarakat).
Sedangkan Pemimpin yang bertumpu pada kualitas pengetahuan yang mempekerjakan publik dengan budi pekerti dan karakteristik moralnya. Inilah yang disebut Kriteria cendekia.
Seorang pemimpin yang berlatar cendekia tidak mempersoalkan agama dan rasial sebagai kriteria pelayanan publik. Agama adalah PR Kemanusiaan, sedangkan Rakyat adalah PR Kepemimpinan.
Terdapat 4 (empat) indikator dalam diri seorang pemimpin berbasis cendekia:
Pertama adalah Idealized Influence yaitu sosok ideal yang menghadirkan panutan bagi rakyat, dihormati dan dipercaya dapat mengambil keputusan yang terbaik bagi semua.
Kedua adalah Inspiration Motivation yaitu kekuataan dalam memberi motivasi kepada publik untuk memiliki komitmen terhadap visi pemerintahan.
Ketiga adalah intelektual stimulation yaitu pengembangan kreatifitas dan inovasi kepada publik untuk mengelola pemikiran dan sikap kritis untuk memecahkan masalah bersama demi kebaikan semua.
Dan, Keempat adalah individual considerans yaitu kemampuan berdakwah (nasehat kebaikan) untuk membentuk keteladanan bagi semua.
Pemimipin berbasis cendekia adalah resolusi politik kepemimpinan yang di anggap paling ideal. Selain dengan rekam jejak intelektual yang kuat, kepemimpinannya pun direfleksikan secara etos-leadership sebagai akad konseistensi dalam membangun kekuasaan untuk pelayanan kemanusiaan.
(Fungsionaris Kahmi Kota Tual)
BERITA MALUKU. Sejumlah study mengenai kepemimpinan dan kekuasaan dalam ranah politik lokal kerapkali diperbincangkan menjelang pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini tentu menciptakan dampak yang dinamis bagi publik sehingga tak sedikit yang menggunakan langkah-langkah praktis sebagai hak politik warga dalam Pemilihan Kepala Daerah. Kendati esensi moralnya relatif tidak menyertai pilihan itu.
Dari sekian pokok persoalan yang diperbincangkan diranah publik, terdapat 2 (dua) dimensi sektoral yang dianggap sulit untuk dipertemukan pada titik normal yaitu Kepemimpinan demokratis dan kriteria cendekia.
Pemimpin demokratis dipahami sebagai suatu proses seleksi kepemimpinan politik berdasarkan ukuran popularitas dan elektabilitas yang tinggi. Hal ini tentu sangat bergantung pada pengelolaan citra. Meski style konfigurasi yang dibentuk diharuskan untuk meninggalkan orisinalitasnya demi menarik empati publik.
Memang disadari, bahwa setiap orang berhak menampakan citranya sesuai karakterteristik publik. Kapan dan dimanapun hal itu bersifat normal dan niscaya. Namun banyak penelitian yang menyebutkan bahwa model pencitraan yang dilakukan dengan pendekatan imitatif seperti ini akan menggiring publik pada dilema yang tinggi. Sebab yang dihadirkan adalah jebakan artifisial dengan maksud menampilkan sisi positif yang tidak orisinil adalah awal dari sebuah pengkhianatan (mengelabuhi masyarakat).
Sedangkan Pemimpin yang bertumpu pada kualitas pengetahuan yang mempekerjakan publik dengan budi pekerti dan karakteristik moralnya. Inilah yang disebut Kriteria cendekia.
Seorang pemimpin yang berlatar cendekia tidak mempersoalkan agama dan rasial sebagai kriteria pelayanan publik. Agama adalah PR Kemanusiaan, sedangkan Rakyat adalah PR Kepemimpinan.
Terdapat 4 (empat) indikator dalam diri seorang pemimpin berbasis cendekia:
Pertama adalah Idealized Influence yaitu sosok ideal yang menghadirkan panutan bagi rakyat, dihormati dan dipercaya dapat mengambil keputusan yang terbaik bagi semua.
Kedua adalah Inspiration Motivation yaitu kekuataan dalam memberi motivasi kepada publik untuk memiliki komitmen terhadap visi pemerintahan.
Ketiga adalah intelektual stimulation yaitu pengembangan kreatifitas dan inovasi kepada publik untuk mengelola pemikiran dan sikap kritis untuk memecahkan masalah bersama demi kebaikan semua.
Dan, Keempat adalah individual considerans yaitu kemampuan berdakwah (nasehat kebaikan) untuk membentuk keteladanan bagi semua.
Pemimipin berbasis cendekia adalah resolusi politik kepemimpinan yang di anggap paling ideal. Selain dengan rekam jejak intelektual yang kuat, kepemimpinannya pun direfleksikan secara etos-leadership sebagai akad konseistensi dalam membangun kekuasaan untuk pelayanan kemanusiaan.