Dua Terdakwa Koruptor Dana Desa SBT Palsukan Tanda Tangan
http://www.beritamalukuonline.com/2016/09/dua-terdakwa-koruptor-dana-desa-sbt.html
BERITA MALUKU. Farid Samsul Gaizan dan Samsia Kelasan, dua terdakwa kasus dugaan korupsi dana desa tahun anggaran 2015 di Desa Undur, Kabupaten Seram Bagian Timur diduga memalsukan tandatangan pemilik toko.
"Pembelian barang berupa 230 sak semen dan 20 unit mesin ketinting dari toko kami maupun penyerahan uang dari bendahara desa tidak disertai kwitansi," kata saksi Alex Patty di Ambon, Selasa (13/9/2016).
Penjelasan saksi disampaikan dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim tipikor, Christina Tetelepta didampingi R.A Didi Ismiatun dan Heri Leliantono selaku hakim anggota.
Saksi menjelaskan, awalnya Farid yang merupakan Kepala Desa Undur bersama bendaharanya Samsia Kelasan menyetorkan Rp20 juta ke rekeningnya untuk pembelian 230 zak semen dan 20 unit mesin ketinting.
"Kemudian penyerahan tahap kedua sebesar Rp20 juta diserahkan bendahara kepada isteri saya dan membuat nota belanja, tetapi tidak ada penandatangan kwitansi penerimaan uang maupun pembelian barang," kata saksi menjawab pertanyaan majelis hakim.
Kemudian majelis hakim membuka berkas acara pemeriksaan terdakwa yang dibuat jaksa penuntut umum Youceng Ahmadaily dan Ruslan Marasabessy menujukkan adanya copyan selembar kwitansi pembelian barang atas nama saksi selaku pemilik Toko Rian di Bula, Ibu Kota Kabupaten SBT.
Saksi memastikan tandatangan dalam kwitansi itu bukan dilakukan olehnya setelah majelis hakim memperlihat bukti tersebut dan ia membantah juga pembelian semen oleh para terdakwa sampai mencapai Rp72 juta sesuai yang ada dalam rencana anggaran pembiayaan (RAP) desa.
JPU Ruslan Marasabessy yang juga Kacab Jari Geser mengatakan, kedua terdakwa dijerat dengan pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaiman telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi, juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Menurut jaksa, Desa Undur mendapatkan kucuran dana desa dari APBN tahun anggaran 2015 sebesar Rp270 juta lebih untuk pengadaan puluhan unit mesin ketinting dan pembuatan jalan setapak sepanjang 310 meter.
Namun dana yang terpakai untuk pengerjaan fisik lapangan hanya sekitar Rp100 juta dan sisanya merupakan kerugian keuangan negara yang harus dipertanggungjawabkan.
"Pembelian barang berupa 230 sak semen dan 20 unit mesin ketinting dari toko kami maupun penyerahan uang dari bendahara desa tidak disertai kwitansi," kata saksi Alex Patty di Ambon, Selasa (13/9/2016).
Penjelasan saksi disampaikan dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim tipikor, Christina Tetelepta didampingi R.A Didi Ismiatun dan Heri Leliantono selaku hakim anggota.
Saksi menjelaskan, awalnya Farid yang merupakan Kepala Desa Undur bersama bendaharanya Samsia Kelasan menyetorkan Rp20 juta ke rekeningnya untuk pembelian 230 zak semen dan 20 unit mesin ketinting.
"Kemudian penyerahan tahap kedua sebesar Rp20 juta diserahkan bendahara kepada isteri saya dan membuat nota belanja, tetapi tidak ada penandatangan kwitansi penerimaan uang maupun pembelian barang," kata saksi menjawab pertanyaan majelis hakim.
Kemudian majelis hakim membuka berkas acara pemeriksaan terdakwa yang dibuat jaksa penuntut umum Youceng Ahmadaily dan Ruslan Marasabessy menujukkan adanya copyan selembar kwitansi pembelian barang atas nama saksi selaku pemilik Toko Rian di Bula, Ibu Kota Kabupaten SBT.
Saksi memastikan tandatangan dalam kwitansi itu bukan dilakukan olehnya setelah majelis hakim memperlihat bukti tersebut dan ia membantah juga pembelian semen oleh para terdakwa sampai mencapai Rp72 juta sesuai yang ada dalam rencana anggaran pembiayaan (RAP) desa.
JPU Ruslan Marasabessy yang juga Kacab Jari Geser mengatakan, kedua terdakwa dijerat dengan pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaiman telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi, juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Menurut jaksa, Desa Undur mendapatkan kucuran dana desa dari APBN tahun anggaran 2015 sebesar Rp270 juta lebih untuk pengadaan puluhan unit mesin ketinting dan pembuatan jalan setapak sepanjang 310 meter.
Namun dana yang terpakai untuk pengerjaan fisik lapangan hanya sekitar Rp100 juta dan sisanya merupakan kerugian keuangan negara yang harus dipertanggungjawabkan.