Kasus Penjualan Manusia, Lima WNA Thailand Dituntut 4,5 Tahun
http://www.beritamalukuonline.com/2016/02/kasus-penjualan-manusia-lima-wna.html
BERITA MALUKU. Lima warga negara asing (WNA) asal Thailand yang menjadi terdakwa kasus Tindak Pidana Penjualan Manusia (TPPM) pada perusahaan perikanan PT. Pusaka Benjina Resource (PBR) Kepulaua Aru dituntut 4,5 tahun penjara oleh tim jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Dobo di Pegadilan Negeri Tual, Maluku.
Dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim PN Tual, Edy Toto Purba, di Tual, Jumat (26/2/2016), tim JPU juga meminta majelis hakim menghukum lima terdakwa tersebut membayar denda sebesar Rp240 juta subsider tiga bulan kurungan.
Kasie Penkum dan Humas Kejati Maluku, Sammy Sapulette menjelaskan, tim JPU di Kejari Dobo juga meminta majelis hakim menghukum terdakwa membayar restitusi kepada 13 anak buah kapal (ABK) asal Myanmar yang dijadikan saksi dalam perkara tersebut dengan nilai bervariasi antara Rp50 juta hingga lebih dari Rp350 juta.
Para terdakwa asal Thailand yang dituntut hukuman penjara dan membayar denda serta restitusi ini adalah Surachai Maneephong, Boonsom Jaika, Youngyut Nitwongchaeron, Hatsaphon Phaethajreng, dan Somohit Korraneesuk, Tim JPU yang terdiri dari Arief Fatchurohman, Aizit Latuconsina, Gerald Salhuteru, Junjungan P. Aritonang, Michael Tambunan, Obrika Yandib Sinbolon, Fredy Dwi Prasetyo Wahyu, Ekaputra Polimpung, Soma Dwipayana, dan Adam Saimima ini juga minta majelis hakim menghukum tiga terdakwa lainnya yang merupakan warga Indonesia dengan ancaman hukuman penjara bervariasi.
Untuk terdakwa Hermanwir Martino dituntut hukuman penjara selama 4,5 tahun dan denda Rp240 juta subsider tiga bulan kurungan, sedangkan Mukhlis Ohoitenan dan Yopi Hanorsian dituntut 3,5 tahun penjara, denda Rp240 juta subsider tiga bulan kurungan.
"Para terdakwa dituntut hukuman penjara karena terbukti melanggar pasal 2 Undang-Undang nomor 21 tahun 2007 tentang tindak pidana penjualan orang atau human trafficking," ujar Sammy.
Yang memberatkan delapan terdakwa dituntut hukuman penjara karena perbuatannya telah menimbulkan penderitaan bagi orang lain dan tidak memperlakukan para mantan ABK secara manusiawi.
Majelis hakim kemudian menunda persidangan hingga 4 Maret 2016 dengan agenda mendengarkan pembelaan penasihat hukum para terdakwa.
Dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim PN Tual, Edy Toto Purba, di Tual, Jumat (26/2/2016), tim JPU juga meminta majelis hakim menghukum lima terdakwa tersebut membayar denda sebesar Rp240 juta subsider tiga bulan kurungan.
Kasie Penkum dan Humas Kejati Maluku, Sammy Sapulette menjelaskan, tim JPU di Kejari Dobo juga meminta majelis hakim menghukum terdakwa membayar restitusi kepada 13 anak buah kapal (ABK) asal Myanmar yang dijadikan saksi dalam perkara tersebut dengan nilai bervariasi antara Rp50 juta hingga lebih dari Rp350 juta.
Para terdakwa asal Thailand yang dituntut hukuman penjara dan membayar denda serta restitusi ini adalah Surachai Maneephong, Boonsom Jaika, Youngyut Nitwongchaeron, Hatsaphon Phaethajreng, dan Somohit Korraneesuk, Tim JPU yang terdiri dari Arief Fatchurohman, Aizit Latuconsina, Gerald Salhuteru, Junjungan P. Aritonang, Michael Tambunan, Obrika Yandib Sinbolon, Fredy Dwi Prasetyo Wahyu, Ekaputra Polimpung, Soma Dwipayana, dan Adam Saimima ini juga minta majelis hakim menghukum tiga terdakwa lainnya yang merupakan warga Indonesia dengan ancaman hukuman penjara bervariasi.
Untuk terdakwa Hermanwir Martino dituntut hukuman penjara selama 4,5 tahun dan denda Rp240 juta subsider tiga bulan kurungan, sedangkan Mukhlis Ohoitenan dan Yopi Hanorsian dituntut 3,5 tahun penjara, denda Rp240 juta subsider tiga bulan kurungan.
"Para terdakwa dituntut hukuman penjara karena terbukti melanggar pasal 2 Undang-Undang nomor 21 tahun 2007 tentang tindak pidana penjualan orang atau human trafficking," ujar Sammy.
Yang memberatkan delapan terdakwa dituntut hukuman penjara karena perbuatannya telah menimbulkan penderitaan bagi orang lain dan tidak memperlakukan para mantan ABK secara manusiawi.
Majelis hakim kemudian menunda persidangan hingga 4 Maret 2016 dengan agenda mendengarkan pembelaan penasihat hukum para terdakwa.