Tiwery: Pela Dijadikan Dokumen Kakayaan Bangsa
http://www.beritamalukuonline.com/2015/10/tiwery-pela-dijadikan-dokumen-kakayaan.html
BERITA MALUKU. Istilah "Pela" sudah dikenal luas hingga sampai ke pelosok dunia, kata Kepala Balai Pelestarian dan Nilai Budaya Ambon, Nus Tiwery yang ditemui di desa Galala saat pelaksanaan kegiatan Panas Pela antara desa Galala dan negeri Hitu Lama, Selasa (20/10/2015).
"Dengan Pela itu sehingga Balai Pelestarian Nilai Budaya Ambon yang menjadi ujung tombak dari Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui direktorat Internalisasi dan Diplomasi Budaya, telah menginventarisir warisan budaya masyarakat Maluku itu ke dalam dokumen kekayaan pemerintah, sehingga diharapkan warisan budaya kita ini tidak terlupakan oleh bangsa di dalam perjalanan sejarahnya" kata Tiwery.
Tiwery mengatakan, Pela merupakan sebuah tradisi luhur yang diwarisi leluhur bagi generasi di daerah Maluku.
"Kita akui bahwa Pela itu memiliki nilai yang luhur yang menjiwai semangat kehidupan masyarakat Maluku. Jadi nilai-nilai luhur dalam Pela itu sangat universal dan itu menjadi pedoman bagi hidup kita. Karena dengan tradisi Pela, kita bisa menemukan nilai persatuan dan kesatuan yang berpijak dari sejarah masa lalu yang kemudian bisa menjadi ikatan Pela maupun ikatan Gandong," katanya.
Menurutnya, selain nilai persatuan tetapi ada juga rasa saling menghargai satu dengan yang lain disamping tolong menolong dalam keadaan apapun baik susah maupun senang bahkan nilai-nilai patriotisme misalnya saling menolong dalam menghadapi sebuah peristiwa sehingga nilai-nilai Pela itu sudah teruji dan terbukti keampuhannya.
"Bagaimanapun Pela itu telah mengayomi tatanan kehidupan masyarakat kita. Meski kita pernah mengalami suatu musibah horisontal namun dengan kekuatan Pela itu, kita bisa menghilangkan perbedaan dan bisa menyelesaikan persoalan," jelasnya.
Dikatakan, bahwa seperti Pela Arumbai yang telah mengikat kedua negeri, Desa Galala dan negeri Hitu Lama, adalah merupakan sebuah peristiwa yang terjadi 56 tahun 5 bulan yang lampau.
"Ketika itu bagaimana masyarakat dan raja Hitu Lama dengan ikhlas dan tulus tanpa memperhitungkan untung rugi dari sebuah proses untuk menyelesaikan sebuah arumbai bagi masyarakat desa Galala dengan ikhlas dan dengan satu permintaan "katong laeng seng kanal laeng" tapi bagaimana merajut ikatan orang saudara dengan ikatan Pela."
Dengan itu, maka pada tahun 2015 ini, Pela kemudian ditetapkan sebagai warisan budaya termasuk juga dengan tradisi, Cuci Negeri Soya, Ritual Pengambilan Obor Pattimura dan Pengawetan Ikan Tradisional oleh masyarakat TNS.
"Kalau tahun 2013 lalu, pemerintah sudah menetapkan tari Maku-Maku (Maluku Tengah), Ikat Tenun (Maluku Tenggara Barat) dan tari Seka Besar (Maluku Barat Daya) sebagai warisan bangsa. Sementara di tahun 2014 juga diakui Tari Cakalele, Ritual Cuci Perigi (Banda), Kapata Tradisional (Maluku Barat Daya), Perahu Kora-Kora yang dalam bahasa masyarakat Masela yaitu Poya, maka tahun ini giliran Pela," ungkap Tiwery.
Dijelaskan, bahwa begitu banyaknya warisan budaya Maluku maka dalam konten penetapan dilakukan secara bertahap dimana masing-masing daerah mengusulkan hanya 5 warisan budaya.
Sementara dalam konten nasional ke internasional, masing-masing negara hanya diperkenankan mengusulkan 1 warisan budaya.
"Makanya arahan pak Direktur Jenderal bahwa dalam penetapan warisan budaya Indonesia sebagai warisan dunia, maka berbagai faktor geografis kepulauan dan entitas kebudayaan suku itu mesti menjadi perhatian yang harus diutamakan," katanya.
Tiwery juga mengatakan bahwa di Jawa banyak mata budaya warisan leluhur yang sudah ditetapkan oleh pemerintah seperti angklung, keris, batik dan wayang, sementara di Sumatera kita kenal dengan tari Saman dan di Papua ada tari Noken, di Sulawesi ada Perahu Phinisi.
"Dengan Pela itu sehingga Balai Pelestarian Nilai Budaya Ambon yang menjadi ujung tombak dari Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui direktorat Internalisasi dan Diplomasi Budaya, telah menginventarisir warisan budaya masyarakat Maluku itu ke dalam dokumen kekayaan pemerintah, sehingga diharapkan warisan budaya kita ini tidak terlupakan oleh bangsa di dalam perjalanan sejarahnya" kata Tiwery.
Tiwery mengatakan, Pela merupakan sebuah tradisi luhur yang diwarisi leluhur bagi generasi di daerah Maluku.
"Kita akui bahwa Pela itu memiliki nilai yang luhur yang menjiwai semangat kehidupan masyarakat Maluku. Jadi nilai-nilai luhur dalam Pela itu sangat universal dan itu menjadi pedoman bagi hidup kita. Karena dengan tradisi Pela, kita bisa menemukan nilai persatuan dan kesatuan yang berpijak dari sejarah masa lalu yang kemudian bisa menjadi ikatan Pela maupun ikatan Gandong," katanya.
Menurutnya, selain nilai persatuan tetapi ada juga rasa saling menghargai satu dengan yang lain disamping tolong menolong dalam keadaan apapun baik susah maupun senang bahkan nilai-nilai patriotisme misalnya saling menolong dalam menghadapi sebuah peristiwa sehingga nilai-nilai Pela itu sudah teruji dan terbukti keampuhannya.
"Bagaimanapun Pela itu telah mengayomi tatanan kehidupan masyarakat kita. Meski kita pernah mengalami suatu musibah horisontal namun dengan kekuatan Pela itu, kita bisa menghilangkan perbedaan dan bisa menyelesaikan persoalan," jelasnya.
Dikatakan, bahwa seperti Pela Arumbai yang telah mengikat kedua negeri, Desa Galala dan negeri Hitu Lama, adalah merupakan sebuah peristiwa yang terjadi 56 tahun 5 bulan yang lampau.
"Ketika itu bagaimana masyarakat dan raja Hitu Lama dengan ikhlas dan tulus tanpa memperhitungkan untung rugi dari sebuah proses untuk menyelesaikan sebuah arumbai bagi masyarakat desa Galala dengan ikhlas dan dengan satu permintaan "katong laeng seng kanal laeng" tapi bagaimana merajut ikatan orang saudara dengan ikatan Pela."
Dengan itu, maka pada tahun 2015 ini, Pela kemudian ditetapkan sebagai warisan budaya termasuk juga dengan tradisi, Cuci Negeri Soya, Ritual Pengambilan Obor Pattimura dan Pengawetan Ikan Tradisional oleh masyarakat TNS.
"Kalau tahun 2013 lalu, pemerintah sudah menetapkan tari Maku-Maku (Maluku Tengah), Ikat Tenun (Maluku Tenggara Barat) dan tari Seka Besar (Maluku Barat Daya) sebagai warisan bangsa. Sementara di tahun 2014 juga diakui Tari Cakalele, Ritual Cuci Perigi (Banda), Kapata Tradisional (Maluku Barat Daya), Perahu Kora-Kora yang dalam bahasa masyarakat Masela yaitu Poya, maka tahun ini giliran Pela," ungkap Tiwery.
Dijelaskan, bahwa begitu banyaknya warisan budaya Maluku maka dalam konten penetapan dilakukan secara bertahap dimana masing-masing daerah mengusulkan hanya 5 warisan budaya.
Sementara dalam konten nasional ke internasional, masing-masing negara hanya diperkenankan mengusulkan 1 warisan budaya.
"Makanya arahan pak Direktur Jenderal bahwa dalam penetapan warisan budaya Indonesia sebagai warisan dunia, maka berbagai faktor geografis kepulauan dan entitas kebudayaan suku itu mesti menjadi perhatian yang harus diutamakan," katanya.
Tiwery juga mengatakan bahwa di Jawa banyak mata budaya warisan leluhur yang sudah ditetapkan oleh pemerintah seperti angklung, keris, batik dan wayang, sementara di Sumatera kita kenal dengan tari Saman dan di Papua ada tari Noken, di Sulawesi ada Perahu Phinisi.
Lalu, Maluku bagaimana?
Tiwery menjelaskan, bahwa saat ini Gubernur dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Maluku sedang berada di Jakarta dalam rangka penetapan Pela sebagai warisan Indonesia.
"Tentu Pak Gubernur akan menerima sertifikat malam ini juga di Jakarta," jelasnya.
Lalu bagaimana untuk tahun 2016. Menurutnya, tahun depan pihaknya juga sedang mengusulkan Gadong untuk ditetapkan sebagai warisan Indonesia.
"Makanya kita minta perhatian pemerintah daerah untuk mengawal ini," kata Tiwery. (Bm 01)