SKK Migas Atasnamakan Negara Eksekusi Tanah Ulayat Desa Olilit, MTB
http://www.beritamalukuonline.com/2015/09/skk-migas-atasnamakannegara-eksekusi.html
BERITA MALUKU. "Kami atas nama Negara akan melakukan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sesuai UU no.2 tahun 2012," kata Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional Propinsi Maluku selaku pengarah acara pada Sosialisasi yang diadakan di Gedung Enos, Pendopo Bupati Maluku Tenggara Barat (MTB), pada Rabu (9/9/2015) lalu.
Kegiatan sosialisasi tersebut merupakan kelanjutan dari Surat SKK Migas Pusat kepada Gubernur Maluku tanggal 29 Juli 2015 perihal Permohonan Penetapan Lokasi untuk Pembangunan Logistic Supply Base (LSB) di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Propinsi Maluku, Yang ditandatangani Kepala Divisi Pertimbangaan Hukum dan Formalitas, M.Agus Imaduddin, yang isinya mengharapkan Gubernur untuk dapat menerbitkan Penetapan Lokasi sesuai peruntukan Pembangunan Logistic Supply Base / Pangkalan Logistik.
Dalam Kegiatan sosialisasi itu hadir Panitia dari Pemerintah Propinsi Maluku, yakni Kanwil BPN, Biro Hukum, Biro Pemerintahan, ESDM, SKK Migas dan Inpex Ltd sebagai Pemohon Lahan.
Untuk pertama kali dalam sejarah Logistik di Indonesia khususnya Blok Migas Lepas Pantai (Offshore), SKK Migas mengadakan pembelian lahan untuk Pangkalan Logistik dengan menggunakan UU Penyediaan Lahan untuk kepentingan Umum, dengan alasan untuk infrastruktur minyak, gas dan panas bumi.
Salah satu tokoh masyarakat desa Olilit, Ongen Rangkore, menyesalkan pernyataan Kepala Kanwil BPN Provinsi Maluku yang mengancam masyarakat akan mencabut hak-hak atas tanah dengan menggunakan UU nomor 5 tahun 1960, yang dia sampaikan dalam acara sosialisasi tersebut.
"Seperti diketahui, bahwa desa Olilit adalah Desa Adat. Tanah kami ini adalah tanah ulayat, kok seorang kepala Kanwil BPN mau mencabut Hak Tanah kami? Tanah ini milik nenek moyang kami desa Olilit, seharusnya seorang Kepala Kanwil Pertanahan tidak sembarang mengeluarkan pernyataan seperti itu," ujar Rangkore kepada media ini, Jumat (12/9/2015).
BIAYA OPERASIONAL
Sonny Ratissa, Anggota DPRD Kabupaten Maluku Tenggara Barat mengingatkan secara tegas agar proses pengadaan tanah tersebut tidak menimbulkan konflik dalam masyarakat MTB.
Menurutnya, penyelenggaraan tanah yang menelan biaya milyaran rupiah ini menggunakan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 13/PMK.2/2013, diharapkan tidak melakukan pelanggaran Hak Asasi Masyarakat di Tanimbar.
"Definisi Tanah dalam bahasa asli Tanimbar adalah Limdrity, yang berarti Anak Perempuan. Tanah itu sangat dihormati dalam tatanan adat Tanimbar, Sehingga saya ingatkan jangan sampai ada tindakan oknum pemerintah Propinsi Maluku, SKK Migas maupun Inpex Masela Ltd, yang mencoba menciptakan kondisi yang tidak kondusif dalam masyarakat tanimbar dengan semena-mena menggertak masyarakat desa atas nama Negara, Negara itu ada aturannya, ada Undang-undangnya," kata Ratissa.
Ongen Rangkore menjelaskan, bahwa pemerintahan Desa Olilit hampir 3 tahun ini dijabat oleh Pelaksana Tugas Kepala Desa Marthen R.Bebena yang ditunjuk oleh Bupati Maluku Tenggara Barat, dimana Bebena saat ini juga merangkap jabatan sebagai Kepala Satpol PP Pemda MTB.
"Bebena bukan anak asli Olilit. Dia bukan pemangku hukum adat, tidak bisa seenaknya menjual tanah ulayat desa Olilit. Kami sudah selesai melakukan pemilihan Kepala Desa, dan dalam proses pelantikan, jadi kami nyatakan kepada Pemerintah Propinsi Maluku, SKK Migas dan Inpex untuk menghentikan segala aktivitas pengadaan tanah, sampai pelantikan Kepala Desa Definitif," tegas Rangkore.
Sesuai Kontrak tahun 1998 antara pemerintah RI dan Inpex sebagai KKKS, Wilayah Kerja (WK) Inpex Masela Ltd berada pada posisi 150 KM sebelah selatan Pulau Tanimbar, Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
Perusahaan tersebut mengincar lahan di Saumlaki dengan alasan bahwa Logistic ShoreBase adalah bagian dari kegiatan hulu migas yang sementara dilakukan. (bm 01/*)
Kegiatan sosialisasi tersebut merupakan kelanjutan dari Surat SKK Migas Pusat kepada Gubernur Maluku tanggal 29 Juli 2015 perihal Permohonan Penetapan Lokasi untuk Pembangunan Logistic Supply Base (LSB) di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Propinsi Maluku, Yang ditandatangani Kepala Divisi Pertimbangaan Hukum dan Formalitas, M.Agus Imaduddin, yang isinya mengharapkan Gubernur untuk dapat menerbitkan Penetapan Lokasi sesuai peruntukan Pembangunan Logistic Supply Base / Pangkalan Logistik.
Dalam Kegiatan sosialisasi itu hadir Panitia dari Pemerintah Propinsi Maluku, yakni Kanwil BPN, Biro Hukum, Biro Pemerintahan, ESDM, SKK Migas dan Inpex Ltd sebagai Pemohon Lahan.
Untuk pertama kali dalam sejarah Logistik di Indonesia khususnya Blok Migas Lepas Pantai (Offshore), SKK Migas mengadakan pembelian lahan untuk Pangkalan Logistik dengan menggunakan UU Penyediaan Lahan untuk kepentingan Umum, dengan alasan untuk infrastruktur minyak, gas dan panas bumi.
Salah satu tokoh masyarakat desa Olilit, Ongen Rangkore, menyesalkan pernyataan Kepala Kanwil BPN Provinsi Maluku yang mengancam masyarakat akan mencabut hak-hak atas tanah dengan menggunakan UU nomor 5 tahun 1960, yang dia sampaikan dalam acara sosialisasi tersebut.
"Seperti diketahui, bahwa desa Olilit adalah Desa Adat. Tanah kami ini adalah tanah ulayat, kok seorang kepala Kanwil BPN mau mencabut Hak Tanah kami? Tanah ini milik nenek moyang kami desa Olilit, seharusnya seorang Kepala Kanwil Pertanahan tidak sembarang mengeluarkan pernyataan seperti itu," ujar Rangkore kepada media ini, Jumat (12/9/2015).
BIAYA OPERASIONAL
Sonny Ratissa, Anggota DPRD Kabupaten Maluku Tenggara Barat mengingatkan secara tegas agar proses pengadaan tanah tersebut tidak menimbulkan konflik dalam masyarakat MTB.
Menurutnya, penyelenggaraan tanah yang menelan biaya milyaran rupiah ini menggunakan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 13/PMK.2/2013, diharapkan tidak melakukan pelanggaran Hak Asasi Masyarakat di Tanimbar.
"Definisi Tanah dalam bahasa asli Tanimbar adalah Limdrity, yang berarti Anak Perempuan. Tanah itu sangat dihormati dalam tatanan adat Tanimbar, Sehingga saya ingatkan jangan sampai ada tindakan oknum pemerintah Propinsi Maluku, SKK Migas maupun Inpex Masela Ltd, yang mencoba menciptakan kondisi yang tidak kondusif dalam masyarakat tanimbar dengan semena-mena menggertak masyarakat desa atas nama Negara, Negara itu ada aturannya, ada Undang-undangnya," kata Ratissa.
Ongen Rangkore menjelaskan, bahwa pemerintahan Desa Olilit hampir 3 tahun ini dijabat oleh Pelaksana Tugas Kepala Desa Marthen R.Bebena yang ditunjuk oleh Bupati Maluku Tenggara Barat, dimana Bebena saat ini juga merangkap jabatan sebagai Kepala Satpol PP Pemda MTB.
"Bebena bukan anak asli Olilit. Dia bukan pemangku hukum adat, tidak bisa seenaknya menjual tanah ulayat desa Olilit. Kami sudah selesai melakukan pemilihan Kepala Desa, dan dalam proses pelantikan, jadi kami nyatakan kepada Pemerintah Propinsi Maluku, SKK Migas dan Inpex untuk menghentikan segala aktivitas pengadaan tanah, sampai pelantikan Kepala Desa Definitif," tegas Rangkore.
Sesuai Kontrak tahun 1998 antara pemerintah RI dan Inpex sebagai KKKS, Wilayah Kerja (WK) Inpex Masela Ltd berada pada posisi 150 KM sebelah selatan Pulau Tanimbar, Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
Perusahaan tersebut mengincar lahan di Saumlaki dengan alasan bahwa Logistic ShoreBase adalah bagian dari kegiatan hulu migas yang sementara dilakukan. (bm 01/*)