Prihatin! 79 Siswa SD Negeri Batu Karang Bursel Hanya Miliki Satu Guru
http://www.beritamalukuonline.com/2015/09/prihatin-79-siswa-sd-negeri-batu-karang.html
BERITA MALUKU. Sekolah Dasar (SD) Negeri Batu Karang, Desa Batu Karang, Kecamatan Fena Fafan, Kabupaten Buru Selatan (Bursel) Provinsi Maluku sejak dibangun tahun 2002 lalu, kondisinya sangat memprihatinkan.
Bayangkan saja, sekolah yang memiliki jumlah murid 79 orang itu hanya memiliki 1 orang guru yang berstatus PNS, sekaligus merangkap jabatan sebagai kepala sekolah. Sementara empat orang tenaga pendidik lainnya adalah Guru honorer.
Padahal jumlah tenaga pendidik di daerah ini khususnya untuk Guru Sekolah Dasar tergolong sangat banyak.
"Ini sungguh ironis sekali," ungkap Ketua Dewan Pengurus Daerah Posko Perjuangan Rakyat Maluku (DPD POSPERA Maluku), Ferry Kasale kepada media ini, Senin (28/9/2015).
Kasale menjelaskan, bahwa sejak sekolah itu resmi dibentuk sejak tahun 2002, aktifitas belajar mengajar dilaksanakan di Gedung Balai Desa atau pada rumah–rumah penduduk setempat.
"Pada tahun 2006, oleh pemerintah daerah setempat membangun satu buah ruangan yang diperentukkan untuk perpustakaan sekolah, sehingga pihak sekolah kemudian menjadikan ruangan itu sebagai tempat belajar-megajar para siswa kelas I hingga kelas VI," kata Kasale.
Dikatakan, bahwa kondisi tersebut sangat memperihatinkan dan sungguh tidak wajar, karena anak–anak bangsa ini dibiarkan mengeyam pendidikan di tempat yang sungguh tidak pantas.
"Berdasarkan pantauan langsung yang kami temukan di lapangan, selain dua persoalan diatas, jika kita bandingkan kondisi objektif yang terjadi pada SD Batu Karang ini, sunguh sangat berbeda bila dibandingkan dengan sekolah–sekolah lain di Indonesia bahkan Provinsi Maluku, dimana sarana dan pra sarana sekolah tersebut sangatlah minim," sebutnya.
Padahal menurutnya, disaat yang sama, pemerintah pusat, Provinsi bahkan Kabupaten sementara gencar-gencarnya berbicara soal pendidikan, bahkan tak sungkan-sungkan oleh UU 2003 tentang sistem pendidikan nasional menegaskan bahwa Anggaran untuk pendidikan adalah 20% baik pada APBN maupun APBD Provinsi dan Kabupaten.
Saat pihaknya mencoba mengkonsultasikan fakta ini kepada pihak-pihak terkait di Kabupaten Buru Selatan, misalnya oleh DPRD setempat, sudah mencoba untuk mendorong dan mengakomodasi dalam APBD Kabupaten Bursel Tahun 2015 untuk membangun 2 Ruang Kelas Baru (RKB).
Namun usulan ini kemudian menjadi blunder dan tidak diakomodir dengan alasan, bahwa SD Batu Karang terletak pada wilayah perbatasan antara Kabupaten Bursel dan Kabupaten Buru yang saat ini masih menjadi sengketa.
"Kami kaget mendengar argumentasi yang disampaikan oleh dewan itu. Dan sangat naif jika alasan sengketa tapal batas kemudian mengorbankan pendidikan bagi anak–anak bangsa ini," kecamnya.
Dikatakan bahwa kondisi ini sangat penting untuk segera mendapat perhatian Pemerintah Provinsi Maluku, baik Gubernur maupun Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku.
"Setidaknya ada intervensi rasional terhadap persoalan pendidikan yang dialami di sana. Lebih khusus pembangunan gedung sekolah yang lebih representative serta dapat menjawab persoalan yang hari ini terjadi," jelasya.
Ia mengatakan, bahwa percuma bicara soal besarnya anggaran yang diperuntukkan untuk sektor pendidikan namun kita masih diperhadapkan dengan fakta mirisnya dunia pendidikan kita saat ini. (bm 01/*)
Bayangkan saja, sekolah yang memiliki jumlah murid 79 orang itu hanya memiliki 1 orang guru yang berstatus PNS, sekaligus merangkap jabatan sebagai kepala sekolah. Sementara empat orang tenaga pendidik lainnya adalah Guru honorer.
Padahal jumlah tenaga pendidik di daerah ini khususnya untuk Guru Sekolah Dasar tergolong sangat banyak.
"Ini sungguh ironis sekali," ungkap Ketua Dewan Pengurus Daerah Posko Perjuangan Rakyat Maluku (DPD POSPERA Maluku), Ferry Kasale kepada media ini, Senin (28/9/2015).
Kasale menjelaskan, bahwa sejak sekolah itu resmi dibentuk sejak tahun 2002, aktifitas belajar mengajar dilaksanakan di Gedung Balai Desa atau pada rumah–rumah penduduk setempat.
"Pada tahun 2006, oleh pemerintah daerah setempat membangun satu buah ruangan yang diperentukkan untuk perpustakaan sekolah, sehingga pihak sekolah kemudian menjadikan ruangan itu sebagai tempat belajar-megajar para siswa kelas I hingga kelas VI," kata Kasale.
Dikatakan, bahwa kondisi tersebut sangat memperihatinkan dan sungguh tidak wajar, karena anak–anak bangsa ini dibiarkan mengeyam pendidikan di tempat yang sungguh tidak pantas.
"Berdasarkan pantauan langsung yang kami temukan di lapangan, selain dua persoalan diatas, jika kita bandingkan kondisi objektif yang terjadi pada SD Batu Karang ini, sunguh sangat berbeda bila dibandingkan dengan sekolah–sekolah lain di Indonesia bahkan Provinsi Maluku, dimana sarana dan pra sarana sekolah tersebut sangatlah minim," sebutnya.
Padahal menurutnya, disaat yang sama, pemerintah pusat, Provinsi bahkan Kabupaten sementara gencar-gencarnya berbicara soal pendidikan, bahkan tak sungkan-sungkan oleh UU 2003 tentang sistem pendidikan nasional menegaskan bahwa Anggaran untuk pendidikan adalah 20% baik pada APBN maupun APBD Provinsi dan Kabupaten.
Saat pihaknya mencoba mengkonsultasikan fakta ini kepada pihak-pihak terkait di Kabupaten Buru Selatan, misalnya oleh DPRD setempat, sudah mencoba untuk mendorong dan mengakomodasi dalam APBD Kabupaten Bursel Tahun 2015 untuk membangun 2 Ruang Kelas Baru (RKB).
Namun usulan ini kemudian menjadi blunder dan tidak diakomodir dengan alasan, bahwa SD Batu Karang terletak pada wilayah perbatasan antara Kabupaten Bursel dan Kabupaten Buru yang saat ini masih menjadi sengketa.
"Kami kaget mendengar argumentasi yang disampaikan oleh dewan itu. Dan sangat naif jika alasan sengketa tapal batas kemudian mengorbankan pendidikan bagi anak–anak bangsa ini," kecamnya.
Dikatakan bahwa kondisi ini sangat penting untuk segera mendapat perhatian Pemerintah Provinsi Maluku, baik Gubernur maupun Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku.
"Setidaknya ada intervensi rasional terhadap persoalan pendidikan yang dialami di sana. Lebih khusus pembangunan gedung sekolah yang lebih representative serta dapat menjawab persoalan yang hari ini terjadi," jelasya.
Ia mengatakan, bahwa percuma bicara soal besarnya anggaran yang diperuntukkan untuk sektor pendidikan namun kita masih diperhadapkan dengan fakta mirisnya dunia pendidikan kita saat ini. (bm 01/*)