Korupsi Proyek PNPM, Camat Saparua Dituntut 5 Tahun Penjara
http://www.beritamalukuonline.com/2015/07/korupsi-proyek-pnpm-camat-saparua.html
BERITA MALUKU. Camat Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Frederik Siahaya dituntut lima tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan intervensi delapan proyek PNPM sejak tahun 2010 hingga 2012.
JPU Ingrid Louhenapessy di Pengadilan Tipikor Ambon, Kamis (30/7/2015(, meminta terdakwa dihukum membayar denda Rp50 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp1,78 miliar.
"Harta benda terdakwa akan disita dan dilelang untuk menutupi kerugian keuangan negara, dan bila tidak mencukupi maka terdakwa akan menjalani hukuman tambahan berupa hukuman selama enam bulan kurungan," kata JPU.
Terdakwa dituntut hukuman penjara karena terbukti melanggar pasal 2 ayat (1) Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebabagimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001, juncto pasal 64 ayat (1) KUH Pidana sebagai dakwaan primair.
Sedangkan dakwaan subsidernya adalah pasal 3 pasal 12 huruf I UU nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana dirubah dengan UU nomor 20 tahun 2001.
Yang memberatkan terdakwa dituntut karena perbuatannya tidak membantu program pemerintah dalam memberantas korupsi, sedangkan yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan dan jujur, sudah berkeluarga, dan belum pernah dihukum.
Menurut JPU, terdakwa pada tahun 2010 hingga 2012 melakukan intervensi untuk pelelangan sejumlah proyek yang menggunakan sumber dana PNPM mandiri perdesaan.
Ada empat proyek dalam tahun anggaran 2010, kemudian tahun 2011 dan 2012 masing-masing sebanyak dua proyek.
Intervensi ini dilakukan dengan tujuan agar CV. Wisye Karya milik terdakwa bisa menangani pengadaan berbagai matrial untuk proyek pembangunan rumah pintar dan meja-kursi hingga pembangunan jalan rabat dan talut penahan ombak di Negeri Itawaka, Kecamatan Saparua (Malteng).
Frederik Siahaya juga dijadikan terdakwa dalam kasus penyalahgunaan anggaran operasional SKPD Kantor Camat Saparua tahun anggaran 2013 yang nilainya mencapai lebih dari Rp1 miliar.
Majelis hakim pengadilan tipikor menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan pembelaan penasihat hukum terdakwa, Max Manuhutu. (Ant/bm 01)
JPU Ingrid Louhenapessy di Pengadilan Tipikor Ambon, Kamis (30/7/2015(, meminta terdakwa dihukum membayar denda Rp50 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp1,78 miliar.
"Harta benda terdakwa akan disita dan dilelang untuk menutupi kerugian keuangan negara, dan bila tidak mencukupi maka terdakwa akan menjalani hukuman tambahan berupa hukuman selama enam bulan kurungan," kata JPU.
Terdakwa dituntut hukuman penjara karena terbukti melanggar pasal 2 ayat (1) Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebabagimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001, juncto pasal 64 ayat (1) KUH Pidana sebagai dakwaan primair.
Sedangkan dakwaan subsidernya adalah pasal 3 pasal 12 huruf I UU nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana dirubah dengan UU nomor 20 tahun 2001.
Yang memberatkan terdakwa dituntut karena perbuatannya tidak membantu program pemerintah dalam memberantas korupsi, sedangkan yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan dan jujur, sudah berkeluarga, dan belum pernah dihukum.
Menurut JPU, terdakwa pada tahun 2010 hingga 2012 melakukan intervensi untuk pelelangan sejumlah proyek yang menggunakan sumber dana PNPM mandiri perdesaan.
Ada empat proyek dalam tahun anggaran 2010, kemudian tahun 2011 dan 2012 masing-masing sebanyak dua proyek.
Intervensi ini dilakukan dengan tujuan agar CV. Wisye Karya milik terdakwa bisa menangani pengadaan berbagai matrial untuk proyek pembangunan rumah pintar dan meja-kursi hingga pembangunan jalan rabat dan talut penahan ombak di Negeri Itawaka, Kecamatan Saparua (Malteng).
Frederik Siahaya juga dijadikan terdakwa dalam kasus penyalahgunaan anggaran operasional SKPD Kantor Camat Saparua tahun anggaran 2013 yang nilainya mencapai lebih dari Rp1 miliar.
Majelis hakim pengadilan tipikor menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan pembelaan penasihat hukum terdakwa, Max Manuhutu. (Ant/bm 01)