Kejati Berjanji Tuntaskan Kasus Pengadaan Kantor Bank Maluku
http://www.beritamalukuonline.com/2015/07/kejati-berjanji-tuntaskan-kasus.html
BERITA MALUKU. Kejaksaan Tinggi Maluku berjanji untuk menuntaskan dugaan kasus korupsi pengadaan gedung kantor cabang PT Bank Maluku di Jalan Raya Darmo No.51 Surabaya pada akhir 2014 senilai Rp54 miliar.
"Prosesnya memang masih tahapan penyelidikan dan saat ini tim jaksa memeriksa sejumlah saksi maupun manajemen PT Bank Maluku," kata Kepala Seksi Penerangan, Hukum dan Humas Kejati Maluku, Bobby Palapia, Selasa (21/7/2015).
Tim jaksa juga telah dikirim untuk mengembangkan penyelidikan dugaan korupsi pembelian gedung yang berada di Kelurahan Keputran, Kecamatan Tegalsari, Kota Surabaya.
"Hukum harus ditegakkan dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa dengan dilaksanakan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel," ujarnya.
Diakuinya, sejumlah petinggi PT.Bank Maluku telah dimintai keterangan untuk tahap awal adalah Dirut, Idris Rolobessy, Direktur Kepatuhan, Izaac Thenu, Kepala Devisi Renstra, Petro Tentua, mantan Kepala Devisi Umum dan Hukum, FD Sanaky dan Kasub Divisi Umum, Tience Joanda.
Selain itu, pihak pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Perwakilan Maluku.
"Jadi masih dikumpulkan data akurat untuk mengungkapkan terjadi benar ataukah tidak dugaan tindak pidana korupsi tersebut," Bobby.
Karena itu, belum saatnya memenuhi adanya desakan sejumlah komponen yang menginginkan Komisaris PT. Bank Maluku yang saat transaksi tersebut masih bertugas diperiksa.
Begitu pun, Pemegang Saham Pengendali PT.Bank Maluku yakni Said Assagaff dalam kapasitasnya sebagai Gubernur setempat.
"Bila pengembangan penyelidikan terhimpun data akurat, maka ditingkatkan ke penyidikan dan bisa menetapkan siapa bertanggung jawab terhadap dugaan tindak pidana korupsi tersebut," tegas Bobby.
Ada pun dugaan penyimpangan pengadaan gedung kantor PT.Bank Maluku di Surabaya antara lain pembeliannya harus diurus Kepala Divisi (Kadiv)) Umum, Eddy Sanaky, tetapi diambil alih oleh Kadiv Renstra, Petro Tentua dan harga promosi yang ditampilkan di internet senilai Rp 45 miliar. Namun harganya di-mark up mencapai Rp 54 miliar.
Selain itu, merekayasa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 13 November 2014 sebagvai dasar untuk pembelian gedung kantor cabang di Surabaya yang dilakukan pada 17 November 2014. Padahal RUPS baru dilakukan pada tanggal 31 Desember 2014.
Begitu pun, transaksi pembayaran gedung senilai Rp 54 miliar dilakukan dengan orang yang tidak jelas alias makelar dan bukan pemilik dan aset belum bisa diakui karena sertifikat hak milik tidak jelas. Sertifikat yang diperoleh hanya Hak Guna Bangunan (HGB), sehingga berpotensi menimbulkan kerugian.
Penyimpangan lainnya adalah dana Rp54 miliar tidak dianggarkan dalam Rencana Bisnis Bank (RBB), di mana seharusnya hanya Rp 4 miliar.
Terjadi penyimpangan dari ketentuan BI sesuai Surat Edaran BI No: 15/7/DPNP, tanggal 8 Maret 2013 tentang pembukaan jaringan kantor bank umum berdasarkan modal inti, investasi, pembangunan gedung kantor dan inventaris yang menetapkan maksimal Rp 8 miliar untuk pembukaan kantor cabang bagi bank memiliki modal inti di bawah Rp 1 triliun.
Diduga dilakukan rekayasa hasil appraisal yang baru dibuat April 2015 padahal transaksi sejak 17 November 2014 dan merekayasa NJOP.
Berbagai dugaan penyimpangan ini ditemukan oleh Lembaga Auditor Independen Hendrawinata Eddy Siddharta dan Tanzil saat melakukan audit laporan keuangan PT Bank Maluku pada 31 Desember 2014.
Laporan tersebut telah disampaikan kepada Dewan Komisaris dan Direksi PT Bank Maluku dengan No: 072/04/RSL/II/15 pada 6 April 2015. (ant/bm 01)
"Prosesnya memang masih tahapan penyelidikan dan saat ini tim jaksa memeriksa sejumlah saksi maupun manajemen PT Bank Maluku," kata Kepala Seksi Penerangan, Hukum dan Humas Kejati Maluku, Bobby Palapia, Selasa (21/7/2015).
Tim jaksa juga telah dikirim untuk mengembangkan penyelidikan dugaan korupsi pembelian gedung yang berada di Kelurahan Keputran, Kecamatan Tegalsari, Kota Surabaya.
"Hukum harus ditegakkan dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa dengan dilaksanakan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel," ujarnya.
Diakuinya, sejumlah petinggi PT.Bank Maluku telah dimintai keterangan untuk tahap awal adalah Dirut, Idris Rolobessy, Direktur Kepatuhan, Izaac Thenu, Kepala Devisi Renstra, Petro Tentua, mantan Kepala Devisi Umum dan Hukum, FD Sanaky dan Kasub Divisi Umum, Tience Joanda.
Selain itu, pihak pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Perwakilan Maluku.
"Jadi masih dikumpulkan data akurat untuk mengungkapkan terjadi benar ataukah tidak dugaan tindak pidana korupsi tersebut," Bobby.
Karena itu, belum saatnya memenuhi adanya desakan sejumlah komponen yang menginginkan Komisaris PT. Bank Maluku yang saat transaksi tersebut masih bertugas diperiksa.
Begitu pun, Pemegang Saham Pengendali PT.Bank Maluku yakni Said Assagaff dalam kapasitasnya sebagai Gubernur setempat.
"Bila pengembangan penyelidikan terhimpun data akurat, maka ditingkatkan ke penyidikan dan bisa menetapkan siapa bertanggung jawab terhadap dugaan tindak pidana korupsi tersebut," tegas Bobby.
Ada pun dugaan penyimpangan pengadaan gedung kantor PT.Bank Maluku di Surabaya antara lain pembeliannya harus diurus Kepala Divisi (Kadiv)) Umum, Eddy Sanaky, tetapi diambil alih oleh Kadiv Renstra, Petro Tentua dan harga promosi yang ditampilkan di internet senilai Rp 45 miliar. Namun harganya di-mark up mencapai Rp 54 miliar.
Selain itu, merekayasa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 13 November 2014 sebagvai dasar untuk pembelian gedung kantor cabang di Surabaya yang dilakukan pada 17 November 2014. Padahal RUPS baru dilakukan pada tanggal 31 Desember 2014.
Begitu pun, transaksi pembayaran gedung senilai Rp 54 miliar dilakukan dengan orang yang tidak jelas alias makelar dan bukan pemilik dan aset belum bisa diakui karena sertifikat hak milik tidak jelas. Sertifikat yang diperoleh hanya Hak Guna Bangunan (HGB), sehingga berpotensi menimbulkan kerugian.
Penyimpangan lainnya adalah dana Rp54 miliar tidak dianggarkan dalam Rencana Bisnis Bank (RBB), di mana seharusnya hanya Rp 4 miliar.
Terjadi penyimpangan dari ketentuan BI sesuai Surat Edaran BI No: 15/7/DPNP, tanggal 8 Maret 2013 tentang pembukaan jaringan kantor bank umum berdasarkan modal inti, investasi, pembangunan gedung kantor dan inventaris yang menetapkan maksimal Rp 8 miliar untuk pembukaan kantor cabang bagi bank memiliki modal inti di bawah Rp 1 triliun.
Diduga dilakukan rekayasa hasil appraisal yang baru dibuat April 2015 padahal transaksi sejak 17 November 2014 dan merekayasa NJOP.
Berbagai dugaan penyimpangan ini ditemukan oleh Lembaga Auditor Independen Hendrawinata Eddy Siddharta dan Tanzil saat melakukan audit laporan keuangan PT Bank Maluku pada 31 Desember 2014.
Laporan tersebut telah disampaikan kepada Dewan Komisaris dan Direksi PT Bank Maluku dengan No: 072/04/RSL/II/15 pada 6 April 2015. (ant/bm 01)