Oratmangun: Habitat Buaya di MTB Terganggu
http://www.beritamalukuonline.com/2015/05/oratmangun-habitat-buaya-di-mtb.html
"Memang ada aktivitas perusahaan pemegang Hak Pengelolaan Hutan (HPH) yang menggunakan sungai itu untuk menghanyutkan kayu gelondongan, belum lagi faktor lainnya yang mengganggu habitat reptil ganas itu keluar dan memangsa manusia," kata anggota DPRD Maluku, Dharma Oratmangun di Ambon, Rabu (13/5/2015).
Perusahaan HPH di Kabupaten MTB sendiri diperkirakan sudah sekitar sembilan tahun berjalan, sehingga wilayah operasinya tidak terlepas dari kawasan pesisir pantai yang terdapat banyak pohon bakau atau aliran sungai Makatiang dan Tamrian.
Menurut Dharma, pemerintah daerah sudah waktunya melakukan kajian dan evaluasi menyeluruh terhadap masalah analisa dampak lingkungan (Amdal) baik terhadap pengoperasian perusahaan pemegang izin HPH maupun limbah rumah sakit yang merembes ke laut hingga pembangunan pasar Omele di Saumlaki.
"Kalau tidak dilakukan kajian lingkungan sungai yang rusak, tentunya akan berdampak buruk bagi masyarakat MTB yang umumnya berprofesi sebagai nelayan karena terancam serangan hewan predator akibat habitatnya terganggu," ujarnya.
Limbah rumah sakit yang mengandung bakteri juga bisa merembes ke laut karena struktur tanah di Kepulauan Yamdena itu berkarang serta berongga.
Dharma mejelaskan, posisi RSU dr. Magrete Saumlaki memang berada di tengah Kota Saumlaki, Ibu Kota Kabupaten MTB namun limbahnya bisa dengan cepat merembes ke laut sehingga menimbulkan pencemaran jadi pemerintah harus melakukan kajian Amdal dan mengupayakan limah itu bebas baketri atau bahan kimia.
"Sebagai solusinya, pemerintah kabupaten dalam membangun daerahnya harus sesuai tata ruang dan tidak mengabaikan masalah analisa dampak lingkungannya agar tidak mengganggu habitat buaya," katanya.
Sebab hewan reptil ganas ini biasanya hiduo mengukiti ritme ekosistem lingkungannya dan kalau sudah terusik maka mereka akan keluar dari habitatnya dan menyerang manusia atau ternak lain.
Menyangkut langkah Pemkab MTB yang melibatkan tokoh-tokoh adat melakukan ritual, menurut Dharma, itu hanya menyangkut masalah kultur tetapi semuanya berpulang pada bagaimana upaya melestarikan ekosistem di sana. (ant/bm 10)