Polisi Thailand Lakukan Investigasi Perbudakan Nelayan di Benjina
http://www.beritamalukuonline.com/2015/04/polisi-thailand-lakukan-investigasi.html
Ambon - Berita Maluku. Tim dari kepolisian Thailand melakukan investigasi terkait kabar anak buah kapal (ABK) asal negara mereka yang bekerja di PT. Pusaka Benjina Resources (PBR) diperlakukan seperti budak di Benjina, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku.
"Tim dipimpin Wakil Kepala Polisi Thailand Letjen Siridchai Anakeveing menjadwalkan investigasi di Benjina selama tiga hari terhitung 1 April 2015," kata Penjabat Sekda Kepulauan Aru, Arens Uniplaitta, dihubungi dari Ambon, Rabu (1/4/2015).
Menurut dia, Letjen Siridchai telah melaporkan rencana investigasi dan selanjutnya berangkat ke Benjina bersama sejumlah staf.
"Saya barusan menerima kunjungan mereka dan mengantar ke pelabuhan Dobo untuk berangkat ke Benjina," ujar Arens.
Dia menyatakan investigasi itu diperlukan untuk mengetahui pasti kebenaran tudingan tersebut.
"Saya dan sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) teknis ke Benjina dan melakukan pengawasan, baik di lokasi perusahaan maupun kapal pada pekan lalu, ternyata pemberitaan media massa, terutama laporan investigasi wartawan Asssociated Press, kurang bisa dipertanggung jawabkan," kata Arens.
Dari kunjungan itu, kata Arens, terlihat adanya ruangan pengamanan khusus dalam rangka karantina oknum - oknum nelayan yang mabuk dan berkelahi di kapal.
"Para oknum nelayan itu dikarantina sehingga tidak diperkenankan mengikuti pelayaran kapal penangkap ikan dengan jaminan makanan dan lainnya diatur manajemen PT.PBR," katanya.
Ia menyatakan hasil pengawasan di Benjina itu dilaporkan Kepada Gubernur Maluku, Said Assagaff guna diteruskan ke Menteri kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.
Dia mengakui, PT. PBR juga terkena imbas pemberlakuan moratorium yang digagas Menteri Susi sehingga armada penangkap ikannya berlabuh di perairan Benjina.
"Kami dilaporkan manajemen PT.PBR bahwa sebanyak 82 unit kapal ikan terkena pemberlakukan moratorium dengan ABK mencapai 1.000 orang lebih," kata Arens.
Dia menyesalkan pemberitaan media massa yang berlebihan tanpa didasari fakta dan data akurat sehingga merusak citra Indonesia di dunia internasional.
"Kami mendukung keputusan Menteri Susi membentuk tim khusus untuk mengusut dugaan perbudakan tersebut agar bisa mengklarifikasi sesuai fakta maupun data sebenarnya di Benjina," tandas Arens.
Sebelumnya beredar laporan investigasi wartawan Asssociated Press soal perbudakan yang terjadi di atas kapal bernama Pusaka Benjina Resources.
Kapal yang diketahui berasal dari Thailand itu menangkap ikan di perairan Timur Indonesia.
Laporan berisi wawancara lebih dari 40 anak-anak yang mengaku dijadikan budak. Anak-anak yang kebanyakan berasal dari Myanmar itu dikurung di dalam kandang dan dipaksa menangkap ikan tanpa upah.
Selanjutnya ikan-ikan itu dibawa ke Thailand untuk selanjutnya dipasarkan ke seluruh dunia seperti ke Amerika. Pemerintah sendiri telah menyita ikan hasil ilegal fishing yang diangkut dengan kapal KM. Nunukan. (ant/bm 10)
"Tim dipimpin Wakil Kepala Polisi Thailand Letjen Siridchai Anakeveing menjadwalkan investigasi di Benjina selama tiga hari terhitung 1 April 2015," kata Penjabat Sekda Kepulauan Aru, Arens Uniplaitta, dihubungi dari Ambon, Rabu (1/4/2015).
Menurut dia, Letjen Siridchai telah melaporkan rencana investigasi dan selanjutnya berangkat ke Benjina bersama sejumlah staf.
"Saya barusan menerima kunjungan mereka dan mengantar ke pelabuhan Dobo untuk berangkat ke Benjina," ujar Arens.
Dia menyatakan investigasi itu diperlukan untuk mengetahui pasti kebenaran tudingan tersebut.
"Saya dan sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) teknis ke Benjina dan melakukan pengawasan, baik di lokasi perusahaan maupun kapal pada pekan lalu, ternyata pemberitaan media massa, terutama laporan investigasi wartawan Asssociated Press, kurang bisa dipertanggung jawabkan," kata Arens.
Dari kunjungan itu, kata Arens, terlihat adanya ruangan pengamanan khusus dalam rangka karantina oknum - oknum nelayan yang mabuk dan berkelahi di kapal.
"Para oknum nelayan itu dikarantina sehingga tidak diperkenankan mengikuti pelayaran kapal penangkap ikan dengan jaminan makanan dan lainnya diatur manajemen PT.PBR," katanya.
Ia menyatakan hasil pengawasan di Benjina itu dilaporkan Kepada Gubernur Maluku, Said Assagaff guna diteruskan ke Menteri kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.
Dia mengakui, PT. PBR juga terkena imbas pemberlakuan moratorium yang digagas Menteri Susi sehingga armada penangkap ikannya berlabuh di perairan Benjina.
"Kami dilaporkan manajemen PT.PBR bahwa sebanyak 82 unit kapal ikan terkena pemberlakukan moratorium dengan ABK mencapai 1.000 orang lebih," kata Arens.
Dia menyesalkan pemberitaan media massa yang berlebihan tanpa didasari fakta dan data akurat sehingga merusak citra Indonesia di dunia internasional.
"Kami mendukung keputusan Menteri Susi membentuk tim khusus untuk mengusut dugaan perbudakan tersebut agar bisa mengklarifikasi sesuai fakta maupun data sebenarnya di Benjina," tandas Arens.
Sebelumnya beredar laporan investigasi wartawan Asssociated Press soal perbudakan yang terjadi di atas kapal bernama Pusaka Benjina Resources.
Kapal yang diketahui berasal dari Thailand itu menangkap ikan di perairan Timur Indonesia.
Laporan berisi wawancara lebih dari 40 anak-anak yang mengaku dijadikan budak. Anak-anak yang kebanyakan berasal dari Myanmar itu dikurung di dalam kandang dan dipaksa menangkap ikan tanpa upah.
Selanjutnya ikan-ikan itu dibawa ke Thailand untuk selanjutnya dipasarkan ke seluruh dunia seperti ke Amerika. Pemerintah sendiri telah menyita ikan hasil ilegal fishing yang diangkut dengan kapal KM. Nunukan. (ant/bm 10)