Wakil Kepala Polisi Thailan Akan Lakukan Investigasi di Benjina Terkait Perbudakan
http://www.beritamalukuonline.com/2015/03/wakil-kepala-polisi-thailan-akan.html
Ambon - Berita Maluku. Penjabat Sekda Kepulauan Aru Arens Uniplaitta, Selasa (31/3/2015) mengatakan, pihaknya telah diberitahu bahwa Wakil Kepala Kepolisian Thailand, Letjen Siridchai Anakeveing dan sejumlah stafnya akan berkunjung ke Benjina untuk melakukan investigasi pada 1 April 2015 besok.
Investigasi yang akan dilakukan itu terkait adanya berita terkait perbudakan yang terjadi di atas kapal bernama Pusaka Benjina Resources sesuai laporan investigasi wartawan Asssociated Press yang di muat sejumlah media massa beberapa waktu lalu.
Karena itu, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru menyilahkan polisi Thailand melakukan investigasi adanya tudingan anak buah kapal(ABK) PT. Pusaka Benjina Resources (PBR) yang diperlakukan seperti budak sebagaimana pemberitaan media massa.
"Silahkan berkunjung dan melakukan investigasi sehingga diketahui pasti kebenaran di Benjina, selanjutnya menyampaikan pernyataan di media massa, terutama di Thailand agar tidak merusak citra Indonesia dan Kepulauan Aru secara khusus," ujarnya.
Arens mengemukakan, telah menyampaikan laporan berdasarkan pengawasan di Benjina Kepada Gubernur Maluku, Said Assagaff guna diteruskan ke Menteri kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.
"Saya dan sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) teknis ke Benjina dan melakukan pengawasan, baik di lokasi perusahaan maupun kapal ternyata pemberitaan media massa, terutama laporan investigasi wartawan Asssociated Press, kurang bisa dipertanggung jawabkan," ujarnya.
Pengawasan terlihat di Benjina adanya ruangan pengamanan khusus dalam rangka karantina oknum - oknum nelayan yang mabuk dan berkelahi di kapal.
"Para oknum nelayan itu dikarantina sehingga tidak diperkenankan mengikuti pelayaran kapal penangkap ikan dengan jaminan makanan dan lainnya diatur manajemen PT.PBR," tegasnya.
Dia mengakui, PT. PBR juga terkena imbas pemberlakukan moratorium yang digagas Menteri Susi sehingga armada penangkap ikannya berlabuh di perairan Benjina.
"Kami dilaporkan manajemen PT.PBR bahwa sebanyak 82 unit kapal ikan terkena pemberlakukan moratorium dengan ABK mencapai 1.000 orang lebih," kata Arens.
Dia menyesalkan pemberitaan media massa yang berlebihan tanpa didasari fakta dan data akurat sehingga merusak citra Indonesia di dunia Internasional.
"Kami mendukung keputusan Menteri Susi membentuk tim khusus untuk mengusut dugaan perbudakan tersebut agar bisa mengklarifikasi sesuai fakta maupun data sebenarnya di Benjina," tandas Arens.
Sebelumnya beredar laporan investigasi wartawan Asssociated Press soal perbudakan yang terjadi di atas kapal bernama Pusaka Benjina Resources.
Kapal yang diketahui berasal dari Thailand itu menangkap ikan di perairan Timur Indonesia.
Laporan berisi wawancara lebih dari 40 anak-anak yang mengaku dijadikan budak. Anak-anak yang kebanyakan berasal dari Myanmar itu dikurung di dalam kandang dan dipaksa menangkap ikan tanpa upah.
Selanjutnya ikan-ikan itu dibawa ke Thailand untuk selanjutnya dipasarkan ke seluruh dunia seperti ke Amerika. Pemerintah sendiri telah menyita ikan hasil ilegal fishing yang diangkut dengan kapal KM. Nunukan. (ant/bm 10)
Investigasi yang akan dilakukan itu terkait adanya berita terkait perbudakan yang terjadi di atas kapal bernama Pusaka Benjina Resources sesuai laporan investigasi wartawan Asssociated Press yang di muat sejumlah media massa beberapa waktu lalu.
Karena itu, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru menyilahkan polisi Thailand melakukan investigasi adanya tudingan anak buah kapal(ABK) PT. Pusaka Benjina Resources (PBR) yang diperlakukan seperti budak sebagaimana pemberitaan media massa.
"Silahkan berkunjung dan melakukan investigasi sehingga diketahui pasti kebenaran di Benjina, selanjutnya menyampaikan pernyataan di media massa, terutama di Thailand agar tidak merusak citra Indonesia dan Kepulauan Aru secara khusus," ujarnya.
Arens mengemukakan, telah menyampaikan laporan berdasarkan pengawasan di Benjina Kepada Gubernur Maluku, Said Assagaff guna diteruskan ke Menteri kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.
"Saya dan sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) teknis ke Benjina dan melakukan pengawasan, baik di lokasi perusahaan maupun kapal ternyata pemberitaan media massa, terutama laporan investigasi wartawan Asssociated Press, kurang bisa dipertanggung jawabkan," ujarnya.
Pengawasan terlihat di Benjina adanya ruangan pengamanan khusus dalam rangka karantina oknum - oknum nelayan yang mabuk dan berkelahi di kapal.
"Para oknum nelayan itu dikarantina sehingga tidak diperkenankan mengikuti pelayaran kapal penangkap ikan dengan jaminan makanan dan lainnya diatur manajemen PT.PBR," tegasnya.
Dia mengakui, PT. PBR juga terkena imbas pemberlakukan moratorium yang digagas Menteri Susi sehingga armada penangkap ikannya berlabuh di perairan Benjina.
"Kami dilaporkan manajemen PT.PBR bahwa sebanyak 82 unit kapal ikan terkena pemberlakukan moratorium dengan ABK mencapai 1.000 orang lebih," kata Arens.
Dia menyesalkan pemberitaan media massa yang berlebihan tanpa didasari fakta dan data akurat sehingga merusak citra Indonesia di dunia Internasional.
"Kami mendukung keputusan Menteri Susi membentuk tim khusus untuk mengusut dugaan perbudakan tersebut agar bisa mengklarifikasi sesuai fakta maupun data sebenarnya di Benjina," tandas Arens.
Sebelumnya beredar laporan investigasi wartawan Asssociated Press soal perbudakan yang terjadi di atas kapal bernama Pusaka Benjina Resources.
Kapal yang diketahui berasal dari Thailand itu menangkap ikan di perairan Timur Indonesia.
Laporan berisi wawancara lebih dari 40 anak-anak yang mengaku dijadikan budak. Anak-anak yang kebanyakan berasal dari Myanmar itu dikurung di dalam kandang dan dipaksa menangkap ikan tanpa upah.
Selanjutnya ikan-ikan itu dibawa ke Thailand untuk selanjutnya dipasarkan ke seluruh dunia seperti ke Amerika. Pemerintah sendiri telah menyita ikan hasil ilegal fishing yang diangkut dengan kapal KM. Nunukan. (ant/bm 10)