Objek Wisata Teluk Ambon Dicemari Limbah Sampah dan Industri
http://www.beritamalukuonline.com/2015/03/objek-wisata-teluk-ambon-dicemari.html
Ambon - Berita Maluku. Kelompok pemandu selam Maluku Divers mengeluhkan pengelolaan Teluk Ambon sebagai objek wisata, khususnya spot penyelaman, karena tidak hanya masalah sampah yang bertebaran di perairan tetapi juga bertambahnya limbah industri galangan kapal.
"Mengenai sampah, ada limbah dari dok galangan kapal di Riang, saya tidak tahu sampai kapan dan siapa yang harus berjuang untuk ini, tetapi pemerintah kan sudah mengizinkan pembangunannya," kata Direktur Maluku Divers, Semy Selano di Ambon, Sabtu kemarin.
Ia mengatakan, setelah hampir setahun lebih beroperasi, industri galangan kapal, Dok Tawiri yang berlokasi di Dusun Riang, Kecamatan Teluk Ambon telah menghasilkan limbah akibat tumpahan minyak dan pengerukan pasir yang berlebihan sehingga menyebabkan menghitamnya perairan di sekitarnya.
"Jika pemerintah tidak bijaksana untuk melihat masa depan kota, sembarang memberikan izin, maka hancur. Pariwisata melindungi untuk selamanya, terlebih pariwisata diving. Dari awal saya sudah bertanya kepada pemerintah kota, apakah Teluk Ambon ini termasuk kawasan industri ataukah pariwisata bahari, kalau untuk pariwisata maka tidak boleh ada industri di pinggiran laut," katanya.
Lebih lanjut Semy mengatakan, parwisata di Ambon, khususnya wisata selam yang mengandalkan spot-spot penyelaman di Teluk Ambon telah cukup maju sejak tahun 2009, yang ditandai dengan semakin meningkatnya angka kunjungan wisatawan untuk menyelam di perairan tersebut.
Kenaikan jumlah kunjungan wisatawan tersebut, kata dia, diikuti dengan peningkatan jumlah pajak yang harus disetorkan kepada Dinas Pariwisata Kota Ambon setiap bulan, tapi ini tidak sejalan dengan upaya mereka untuk menjaga kelestarian Teluk Ambon.
"Ini menunjukan pemerintah kurang bagus dalam menata kota, industri kapal tidak boleh ada di kawasan pariwisata kecuali sebelum pariwisata itu maju, sekarang ini sudah banyak tamu yang datang bahkan pajak yang kami bayarkan setiap bulan meningkat, dari yang sebelumnya hanya Rp4 juta naik Rp7 juta, sekarang naik Rp40 juta per bulan, terakhir Rp43 juta," katanya.
Ditambahkannya, masalah limbah dan sampah yang dapat mengakibatkan kerusakan sumber daya dan ekosistem di dalam perairan Teluk Ambon sudah pernah disampaikan kepada Pemerintah Kota Ambon, tapi sejauh ini belum ada perubahan yang cukup berarti.
"Percuma saja, karena kami bersuara sampai kapan pun kalau pemangku kepentingan tidak perduli, sama saja, padahal tamu dari beberapa negara yang sebelumnya tidak pernah datang ke sini sudah mulai berkunjung, meskipun tidak setiap bulan tapi yang penting dia sudah pernah mendatangi Maluku," katanya. (ant/bm 10)
"Mengenai sampah, ada limbah dari dok galangan kapal di Riang, saya tidak tahu sampai kapan dan siapa yang harus berjuang untuk ini, tetapi pemerintah kan sudah mengizinkan pembangunannya," kata Direktur Maluku Divers, Semy Selano di Ambon, Sabtu kemarin.
Ia mengatakan, setelah hampir setahun lebih beroperasi, industri galangan kapal, Dok Tawiri yang berlokasi di Dusun Riang, Kecamatan Teluk Ambon telah menghasilkan limbah akibat tumpahan minyak dan pengerukan pasir yang berlebihan sehingga menyebabkan menghitamnya perairan di sekitarnya.
"Jika pemerintah tidak bijaksana untuk melihat masa depan kota, sembarang memberikan izin, maka hancur. Pariwisata melindungi untuk selamanya, terlebih pariwisata diving. Dari awal saya sudah bertanya kepada pemerintah kota, apakah Teluk Ambon ini termasuk kawasan industri ataukah pariwisata bahari, kalau untuk pariwisata maka tidak boleh ada industri di pinggiran laut," katanya.
Lebih lanjut Semy mengatakan, parwisata di Ambon, khususnya wisata selam yang mengandalkan spot-spot penyelaman di Teluk Ambon telah cukup maju sejak tahun 2009, yang ditandai dengan semakin meningkatnya angka kunjungan wisatawan untuk menyelam di perairan tersebut.
Kenaikan jumlah kunjungan wisatawan tersebut, kata dia, diikuti dengan peningkatan jumlah pajak yang harus disetorkan kepada Dinas Pariwisata Kota Ambon setiap bulan, tapi ini tidak sejalan dengan upaya mereka untuk menjaga kelestarian Teluk Ambon.
"Ini menunjukan pemerintah kurang bagus dalam menata kota, industri kapal tidak boleh ada di kawasan pariwisata kecuali sebelum pariwisata itu maju, sekarang ini sudah banyak tamu yang datang bahkan pajak yang kami bayarkan setiap bulan meningkat, dari yang sebelumnya hanya Rp4 juta naik Rp7 juta, sekarang naik Rp40 juta per bulan, terakhir Rp43 juta," katanya.
Ditambahkannya, masalah limbah dan sampah yang dapat mengakibatkan kerusakan sumber daya dan ekosistem di dalam perairan Teluk Ambon sudah pernah disampaikan kepada Pemerintah Kota Ambon, tapi sejauh ini belum ada perubahan yang cukup berarti.
"Percuma saja, karena kami bersuara sampai kapan pun kalau pemangku kepentingan tidak perduli, sama saja, padahal tamu dari beberapa negara yang sebelumnya tidak pernah datang ke sini sudah mulai berkunjung, meskipun tidak setiap bulan tapi yang penting dia sudah pernah mendatangi Maluku," katanya. (ant/bm 10)