Lira Cela Korupsi Jamkesda / Jamkesmas Di RSUD Saparua
http://www.beritamalukuonline.com/2015/03/lira-cela-korupsi-jamkesdajamkesmas-di.html
Sariwating: Majelis Hakim Diminta Tegas, Korupsi Dana Masyarakat Miskin Perbutan Tak Terpuji
Ambon – Berita Maluku. Menanggapi kasus tindak pidana korupsi Jamkesda/Jamkesmas di di RSUD Saparua, Direktur Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Maluku Jantje Sariwating yang ditemui pada Minggu (8/3/2015) kemarin menyatakan keprihatinannya atas perbutan tercela para pejabat kesehatan tersebut, pasalnya dana kesehatan yang semestinya diperuntukan bagi kaum miskin di daerah ini seharusnya disalurkan ke pihak-pihak yang berhak menerimanya.
Menurut Sariwating, pelayanan kesehatan di daerah-daerah umumnya belum maksimal dan jauh dari kata memuaskan. “Jika dana bagi proyek–proyek ditilep, belum terlalu riskan, tetapi jika dana yang dikorupsi itu adalah dana Jamkeda/Jamkesmas, yang nota bene adalah milik masyarakat tidak mampu, itu adalah perbutan tidak terpuji,“ cetus pria asal Hutumuri ini.
Untuk itu Sariwating meminta majelis hakim bertindak tegas dalam mengangani kasus tindak pidana korupsi ini, agar ada efek jera sehingga aparatur pemerintahan yang lain jangan lagi mengkorupsi dana yang semestinya diperuntukan kaum miskin.
Hal senada juga diungkapkan oleh Jaksa Penuntut Umum, Crisman Sahetapy yang bersua Berita Maluku akhir pekan kemarin.
Sahetapy membeberkan, sejumlah dana yang diperuntukan bagi Jamkesda dikorupsi oleh ke dua pejabat di RSUD Saparua. Sahetapy menyesalkan keterangan dari saksi Rina Latupeirissa pada sidang yang berlangsung Senin pekan kemarin.
Menurutnya keterangan yang disampaikan oleh saksi terkesan melindungi direktur RSUD Saparua. “Diantara semua saksi yang paling bela direktur Cuma saksi itu saja,” pungkasnya.
Sebelumnya dalam Sidang lanjutan Tindak Pidana Korupsi dana Jamkesmas/Jamkesda RSUD Saparua yang digelar pekan kemarin di Pengadilan Negeri Ambon itu mengagendakan mendengar keterangan saksi.
Sidang yang dipimpin majelis hakim yang di ketuai oleh Halijah Wally dan didampingi oleh hakim anggota Masing-masing, R.A.Didiek Ismiyatun dan Suherry itu, menghadirkan saksi seorang staf administrasi dari RSUD Saparua Rina Latupeirissa.
Dalam keterangan kesaksiannya, Latupeirissa dicecar sejumlah pertanyaan dari Jaksa Penuntun Umum yang diketuai Crisman Sahetapy. Saksi mengakui saat pembagian uang jasa pelayanan Jamkesda, sebagian besar pegawai RSUD Saparua melakukan aksi protes sebagai rasa tidak puas atas pembayaran tersebut.
Selain itu juga Latupeirissa mengaku bahwa ada pembayaran klaim BPJS tanpa ada orang sakit. “Tahu tidak bahwa ada pembayaran klaim tanpa ada orang sakit, jadi pembayaran klaim itu buat apa,“ cecar Sahetapy.
Tetapi saksi kemudian terdiam ketika ditanyakan materi dari sosialisasi yang dilakukan oleh Kepala Dinas Keserhatan Provinsi Maluku, dr Ike Pontoh yang berlansung di RSUD Saparua.
“Saudara tahu tidak, saat Kepala Dinas datang ke RSUD sosialisasi tentang apa saja,” tanya Crisman dengan nada keras.
Bahkan ketika Sahetaspy membeberkan bahwa sosialisasi yang dilakukan kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku terkait dengan pencairan dana Jamkesda, saksi tetap bungkam.
Dalam keterangannya, saksi juga menampik bahwa sebelum dilakukan sosialisasi, ada arahan dari direktur RSUD Saparua kepada para pegawai terkait sosialisasi tersebut.
Sementara saat dicecar pertanyaan oleh tim PH Penasehat Hukum mantan Direkrtur RSUD Saparua, Dessy Halauw dan Mesak Maatital.
Saksi mengakui bahwa saat menerima dana klaim pasien Jamkesda dari bendahara RSUD Paulina Nnanlohy lebih kecil dari jumlah yang semestinya harus dibayarkan, bahkan saksi juga mengaku, terdakwa Sarje Patinaja tidak bertangungjawab atas sejumlah dana yang telah dicairkan sebagai dana operasional Jamkesda/Jamkesmas.
Dari data yang di himpun Berita Maluku, penyelewengan dana Jamkesda/Jamkesmas di RSUD Saparua ini telah menjerat direktur RSUD Saparua, Sartje Patinaja dan Bendahara Paulina Nanlohy.
Kasus ini terungkap setelah tim verifikasi independen mengaudit dana Jamkesda/Jamkesmas dan ternyata ditemui dana klaim yang diajukan untuk pembayaran biaya pengobatan masyarakat miskin itu lebih kecil dari jumlah dana Jamkesda yang telah di cairkan, sehingga kuat dugaan kedua terdakwa dan Sartje Patinaja dan Paulina Nanlohy telah mencairkan dana Jamkasda tanpa klaim dari pesien Jamkesda yang berobat.
Atas perbuatan keduanya selaku pengelolaJjamkesda/Jamkesmas, maka JPU mengklaim Negara telah dirugikan sebesar Rp 388.599.718.
Untuk itu kedua tersangka dikenakan ancaman pasal berlapis yakni pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana dirubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (dakwaan primair).
Pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (dakwan subsidair). Dan pasal 8 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana dirubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (dakwaan primair).
Melanggar pasal pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHPDakwaan (subsidair). (BM02)
Ambon – Berita Maluku. Menanggapi kasus tindak pidana korupsi Jamkesda/Jamkesmas di di RSUD Saparua, Direktur Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Maluku Jantje Sariwating yang ditemui pada Minggu (8/3/2015) kemarin menyatakan keprihatinannya atas perbutan tercela para pejabat kesehatan tersebut, pasalnya dana kesehatan yang semestinya diperuntukan bagi kaum miskin di daerah ini seharusnya disalurkan ke pihak-pihak yang berhak menerimanya.
Menurut Sariwating, pelayanan kesehatan di daerah-daerah umumnya belum maksimal dan jauh dari kata memuaskan. “Jika dana bagi proyek–proyek ditilep, belum terlalu riskan, tetapi jika dana yang dikorupsi itu adalah dana Jamkeda/Jamkesmas, yang nota bene adalah milik masyarakat tidak mampu, itu adalah perbutan tidak terpuji,“ cetus pria asal Hutumuri ini.
Untuk itu Sariwating meminta majelis hakim bertindak tegas dalam mengangani kasus tindak pidana korupsi ini, agar ada efek jera sehingga aparatur pemerintahan yang lain jangan lagi mengkorupsi dana yang semestinya diperuntukan kaum miskin.
Hal senada juga diungkapkan oleh Jaksa Penuntut Umum, Crisman Sahetapy yang bersua Berita Maluku akhir pekan kemarin.
Sahetapy membeberkan, sejumlah dana yang diperuntukan bagi Jamkesda dikorupsi oleh ke dua pejabat di RSUD Saparua. Sahetapy menyesalkan keterangan dari saksi Rina Latupeirissa pada sidang yang berlangsung Senin pekan kemarin.
Menurutnya keterangan yang disampaikan oleh saksi terkesan melindungi direktur RSUD Saparua. “Diantara semua saksi yang paling bela direktur Cuma saksi itu saja,” pungkasnya.
Sebelumnya dalam Sidang lanjutan Tindak Pidana Korupsi dana Jamkesmas/Jamkesda RSUD Saparua yang digelar pekan kemarin di Pengadilan Negeri Ambon itu mengagendakan mendengar keterangan saksi.
Sidang yang dipimpin majelis hakim yang di ketuai oleh Halijah Wally dan didampingi oleh hakim anggota Masing-masing, R.A.Didiek Ismiyatun dan Suherry itu, menghadirkan saksi seorang staf administrasi dari RSUD Saparua Rina Latupeirissa.
Dalam keterangan kesaksiannya, Latupeirissa dicecar sejumlah pertanyaan dari Jaksa Penuntun Umum yang diketuai Crisman Sahetapy. Saksi mengakui saat pembagian uang jasa pelayanan Jamkesda, sebagian besar pegawai RSUD Saparua melakukan aksi protes sebagai rasa tidak puas atas pembayaran tersebut.
Selain itu juga Latupeirissa mengaku bahwa ada pembayaran klaim BPJS tanpa ada orang sakit. “Tahu tidak bahwa ada pembayaran klaim tanpa ada orang sakit, jadi pembayaran klaim itu buat apa,“ cecar Sahetapy.
Tetapi saksi kemudian terdiam ketika ditanyakan materi dari sosialisasi yang dilakukan oleh Kepala Dinas Keserhatan Provinsi Maluku, dr Ike Pontoh yang berlansung di RSUD Saparua.
“Saudara tahu tidak, saat Kepala Dinas datang ke RSUD sosialisasi tentang apa saja,” tanya Crisman dengan nada keras.
Bahkan ketika Sahetaspy membeberkan bahwa sosialisasi yang dilakukan kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku terkait dengan pencairan dana Jamkesda, saksi tetap bungkam.
Dalam keterangannya, saksi juga menampik bahwa sebelum dilakukan sosialisasi, ada arahan dari direktur RSUD Saparua kepada para pegawai terkait sosialisasi tersebut.
Sementara saat dicecar pertanyaan oleh tim PH Penasehat Hukum mantan Direkrtur RSUD Saparua, Dessy Halauw dan Mesak Maatital.
Saksi mengakui bahwa saat menerima dana klaim pasien Jamkesda dari bendahara RSUD Paulina Nnanlohy lebih kecil dari jumlah yang semestinya harus dibayarkan, bahkan saksi juga mengaku, terdakwa Sarje Patinaja tidak bertangungjawab atas sejumlah dana yang telah dicairkan sebagai dana operasional Jamkesda/Jamkesmas.
Dari data yang di himpun Berita Maluku, penyelewengan dana Jamkesda/Jamkesmas di RSUD Saparua ini telah menjerat direktur RSUD Saparua, Sartje Patinaja dan Bendahara Paulina Nanlohy.
Kasus ini terungkap setelah tim verifikasi independen mengaudit dana Jamkesda/Jamkesmas dan ternyata ditemui dana klaim yang diajukan untuk pembayaran biaya pengobatan masyarakat miskin itu lebih kecil dari jumlah dana Jamkesda yang telah di cairkan, sehingga kuat dugaan kedua terdakwa dan Sartje Patinaja dan Paulina Nanlohy telah mencairkan dana Jamkasda tanpa klaim dari pesien Jamkesda yang berobat.
Atas perbuatan keduanya selaku pengelolaJjamkesda/Jamkesmas, maka JPU mengklaim Negara telah dirugikan sebesar Rp 388.599.718.
Untuk itu kedua tersangka dikenakan ancaman pasal berlapis yakni pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana dirubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (dakwaan primair).
Pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (dakwan subsidair). Dan pasal 8 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana dirubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (dakwaan primair).
Melanggar pasal pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHPDakwaan (subsidair). (BM02)