Anak Korban Kekerasan Seksual Dapat Terdeteksi Lewat Prilaku Dan Merosotnya Nilai Akademik
http://www.beritamalukuonline.com/2015/03/anak-korban-kekerasan-seksual-dapat.html
Untuk itu, Yayasan Lingkar Pemberdayaan, Perlindungan Perempuan dan Anak Maluku (LAPPAN) menyertakan peran serta masyarakat dalam pendampingan korban kekerasan seksual lewat pembentukan konstituen pada wilayah setempat.
Psikolog LAPPAN, Ratih Ari Nurani yang ditemui Berita Maluku pada Jumat, (13/3/2015) mengatakan, jumlah korban kekerasan seksual yang ditanganinya selama dua bulan ini sangat besar, yakni telah mencapai 15 orang anak.
Pasalnya penaganan korban untuk psikolog beberbeda dengan dokter pada umumnya. “Kalau untuk dokter 10 pasien dalam sehari itu jumlah yang sedikit, tetapi untuk psikolog 15 pasien dalam 2 bulan itu termasuk banyak, karena dalam satu hari, waktu untuk ketemu klien itu hanya dua jam,“ tutur Ratih.
Ratih mengungkapkan, kurangya jam pertemuan dengan klien juga dapat berdampak pada proses pemulihan psikis pasien. Untuk itu pertemuan atau konseling bersama klien korban kekerasan anak harus dilakukan selama beberapa kali.
Menurut wanita lulusan fakultas Psikologi UI ini, dampak dari korban kekerasan seksual pada anak belum dapat dilihat langsung paska peristiwa kekerasan itu, tetapi dapat terdeteksi dari perubahan prilaku anak. Misalnya nilai akademisnya turunatau sering mimpi buruk.
”Karena anak–anak tidak mungkin bilang saya stress atau saya depresi,“ ungkap Ratih.
Dibeberkan oleh Ratih, akibat dari kekersan seksual dapat menimbulkan efek yang merugikan kepada korban, pasalnya anak akan merasa rendah diri sehingga mempengaruhi pencapaian mereka di dalan hidup.
Untuk mengetahui hasil yang telah dicapai dalam pemulihan psikologi anak, Ratih mengaku lebih mengandalkan observasi terhadap perubahan sikap mereka, pasalnya anak tidak bisa diajak berbicara secara terus terang mengenai kondisi psikisnya.
”Saya hanya bisa observasi, bagimana perubahan tingkah lakunya, hasilnya nanti akan disampaikan ke orang tua, agar mereka dapat membimbing dan mengawasi anak dalam proses pemulihan itu,“ tandasnya.
Terkait kekerasan seksual di kota Ambon, lulusan fakultas psikologi tahun 2014 ini secara gamlang menyatakan, angka pelecehan seksual di kota Ambon cukup tinggi, karena Ambon termasuk daerah urban yang karateristik masyarakatnya belum begitu baik.
“Kota Ambon sama seperti Depok (DKI) yang tingkat urbanisasinya tinggi, sehingga karakteristik masyarakatnya belum baik, tetapi jika tingkat kehidupannya sudah baik seperti Jakarta maka tingkat kekerasan seksual akan menurun,” cetusnya. (BM02)