Bahasa Tradisional Maluku Hampir Punah
http://www.beritamalukuonline.com/2015/02/bahasa-tradisional-maluku-hampir-punah.html
Ambon - Berita Maluku. Bahasa tradisional daerah Maluku hampir punah. Terbukti generasi muda Maluku hampir tidak lagi menggunakan bahasa tradisional dalam percakapan mereka sehari-hari.
Karena itu Pemerintah Daerah (Pemda) Maluku diminta serius memperhatikan pelestarian bahasa tradisionalnya, agar tidak punah.
"Pemerintah kita harus serius memperhatikan ini sebab jika dibiarkan saja maka bahasa tradisional kita akan benar-benar punah karena semakin sedikit generasi muda kita yang tahu maupun bisa berbicara menggunakan bahasa tradisionalnya," kata budayawan Maluku, Mus Huliselan di Ambon, Jumat.
Mus yang juga guru besar Antropologi dari Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon itu mengatakan, dengan beragam etnis memiliki rumpun bahasa yang sama dalam satu kawasan, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Summer Institute of Linguistics (SIL) pada 1996 sedikitnya ada 130-an bahasa tradisional yang digunakan oleh orang Maluku.
Untuk melestarikannya, kata dia, sama seperti provinsi lainnya di Indonesia, pemda setempat dapat memasukan pelajaran bahasa daerah sebagai bagian dari kurikulum di sekolah-sekolah, salah satunya pada pelajaran Muatan Lokal (Mulok) dengan menyesuaikan rumpun bahasa yang mayoritas digunakan oleh masyarakat di mana sekolah itu berada.
"Bahasa tradisonal kita banyak tapi rata-rata dalam satu wilayah memiliki rumpun bahasa yang sama, misalnya di Kecamatan Leihitu, rumpun bahasanya satu, artinya ada kata-kata yang sama arti dan pengucapannya tapi ada juga yang berbeda," ucapnya.
Dia mengatakan, selain memasukan bahasa tradisional ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah, Pemda Maluku juga harus membuat kamus bahasa tradisional sesuai dengan klasifikasi rumpun bahasa yang ada.
Ini dimaksudkan sebagai dokumentasi dan sumber untuk mempelajari budaya dan sejarah daerah karena sebagian besar kisah sejarah tradisional Maluku diteruskan oleh para leluhurnya kepada tiap generasi melalui syair-syair, petuah dan pepatah-pepatah dalam bahasa daerah masing-masing.
"Budaya kita lebih kental dengan oral bukan tulis, jadi bahasa bagi kita pada dasarnya bukan hanya bagian dari identitas kita yang harus terus dilestarikan," katanya. (ant/bm 10)
Karena itu Pemerintah Daerah (Pemda) Maluku diminta serius memperhatikan pelestarian bahasa tradisionalnya, agar tidak punah.
"Pemerintah kita harus serius memperhatikan ini sebab jika dibiarkan saja maka bahasa tradisional kita akan benar-benar punah karena semakin sedikit generasi muda kita yang tahu maupun bisa berbicara menggunakan bahasa tradisionalnya," kata budayawan Maluku, Mus Huliselan di Ambon, Jumat.
Mus yang juga guru besar Antropologi dari Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon itu mengatakan, dengan beragam etnis memiliki rumpun bahasa yang sama dalam satu kawasan, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Summer Institute of Linguistics (SIL) pada 1996 sedikitnya ada 130-an bahasa tradisional yang digunakan oleh orang Maluku.
Untuk melestarikannya, kata dia, sama seperti provinsi lainnya di Indonesia, pemda setempat dapat memasukan pelajaran bahasa daerah sebagai bagian dari kurikulum di sekolah-sekolah, salah satunya pada pelajaran Muatan Lokal (Mulok) dengan menyesuaikan rumpun bahasa yang mayoritas digunakan oleh masyarakat di mana sekolah itu berada.
"Bahasa tradisonal kita banyak tapi rata-rata dalam satu wilayah memiliki rumpun bahasa yang sama, misalnya di Kecamatan Leihitu, rumpun bahasanya satu, artinya ada kata-kata yang sama arti dan pengucapannya tapi ada juga yang berbeda," ucapnya.
Dia mengatakan, selain memasukan bahasa tradisional ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah, Pemda Maluku juga harus membuat kamus bahasa tradisional sesuai dengan klasifikasi rumpun bahasa yang ada.
Ini dimaksudkan sebagai dokumentasi dan sumber untuk mempelajari budaya dan sejarah daerah karena sebagian besar kisah sejarah tradisional Maluku diteruskan oleh para leluhurnya kepada tiap generasi melalui syair-syair, petuah dan pepatah-pepatah dalam bahasa daerah masing-masing.
"Budaya kita lebih kental dengan oral bukan tulis, jadi bahasa bagi kita pada dasarnya bukan hanya bagian dari identitas kita yang harus terus dilestarikan," katanya. (ant/bm 10)