Parlemen Jalanan Tuding Ijin Pinjam Pikai Lahan Gunung Botak Tak Prosedur
http://www.beritamalukuonline.com/2014/12/parlemen-jalanan-tuding-ijin-pinjam.html
Soamole: Polisi Harus Proses Hukum Oknum Pemalsuan
Namlea - Berita Maluku. Sekelompok pemuda yang menamakan diri ‘Parlemen Jalanan’ menuding surat ijin pinjam pakai lahan tambang emas Gunung Botak, Kabupaten Buru oleh salah satu koperasi yang kini beroperasi di areal Gubung Botak ilegal karena diduga memalsukan sejumlah dokumen untuk meraup keuntungan pribadi.
Organisasi kepemudaan putra daerah Kabupaten Buru ini meminta polisi menyelidiki dan memproses hukum pelaku yang telah mencari untung sepihak dalam persoalan ini.
Koordinator aksi Parlemen Jalanan Kabupaten Buru, Rusman Soamole kepada wartawan, Jumat (5/12/2014) menyampaikan bahwa, terkait dengan adanya surat Kepala Persekutuan Hukum Adat Petuanan Desa Kayeli tertanggal 31 Oktober 2014 kepada Bupati Buru yang intinya menyampaikan adanya sebuah pemalsuan dan desakan dari oknum tertentu kepada Hinolong Baman dan salah seorang Kaksodin untuk mendatangani surat, namun kedua tokoh adat itu tidak mengetahui surat yang ditandatangani tersebut.
Belakangan surat itu digunakan untuk meminjamkan areal pertambangan gunung botak kepada salah satu koperasi untuk menggarap hasil bumi berupa emas di lokasi gunung Botak, akibatnya merugikan berbagai pihak terutama masyarakat adat setempat.
Surat yang dikirim Raja Petuanan di Desa Kayeli tersebut dilampiri dengan daftar hadir rapat adat yang dihadiri saniri negeri. Dalam surat itu menyebutkan bahwa ada sebuah rekayasa dari oknum tertentu untuk meminjamkan lahan tambang kepada koperasi, namun tak diketahui pemangku adat petuanan Kayeli yang merupakan hak tunggal pada areal pertambangan emas di lokasi Lea bumi.
Sebuah keterangan pers yang juga diterima media ini di Markas Besar Pengurus Parlemen Jalanan Namlea-Buru menyebutkan, persoalan tambang emas Gunung Botak sampai saat ini masih menjadi momok dan sebuah perdebatan yang saling klaim-mengklaim atas hak ulayat kepemilikan lahan tambang emas Gunung Botak.
Hal ini pula membuat bingung masyarakat yang melakukan aktivitas di areal tersebut. Lebih parah lagi, persoalan ini berakhir pada benturan kepentingan secara nyata.
Sebelumnya, Parlemen Jalanan sudah melakukan aksi unjuk rasa pekan lalu di ruas Jalan Simpang Lima Namlea, ibukota Kabupaten Buru. Mereka telah turun jalan dan meminta Polres Kabupaten Buru segera mengusut kasus pemalsuan surat-surat ini untuk mengetahui siapa dalangnya.
“Surat itu ilegal karena diduga dimanipulasi. Surat keterangan pinjam pakai lahan areal pertambangan gunung botak itu dibuat oleh pihak yang mengatasnamaakan Saniri Negeri Petuanan Kayeli kepada koperasi pertambangan untuk mengelola areal tambang emas, itu tidak mendasar dan terindikasi ada unsur pemalsuan,” teriak salah satu orator.
Soamole menegaskan, aksi yang mereka buat harus disikapi pemerintah daerah, DPRD Kabupaten Buru dan juga pihak Polres Buru. Karena ini merupakan sebuah persoalan serius dan berdampak luas bagi masyarakaat di daerah ini dan terutama bagi pengusaha dan pekerja di lokasi tambang emas gunung botak.
Dalam pernyataan sikap, Parlemen Jalanan mendesak Pemda Burur segera memperjelas status kepemilikan lahan gunung botak secara transparan kepada publik. Selanjutnya, mendesak Polres Buru memproses oknum pemalsu surat kontrak lahan pertambangan kepada koperasi bersangkutan guna melakukan aktivitas di lokasi tersebut.
Kepala Dinas Pertambangan ESDM Kabupaten Buru juga didesak melakukan penertiban terhadap tromol–tomol yang dipakai beroperasi mencari emas di areal Anahoni dan juga di Wamsait.
“Kita juga meminta TNI/Polri terus melakukan pengamanan di areal gunung botak guna keselamatan dan kenyamanan aktivitas,” ujar laki-laki tersebut.
Untuk Gubernur Maluku, Perlemen Jalanan juga mendesak segera membuka kembali areal pertambangan gunung botak agar masyarakat bisa melakukan aktivitas seperti sedia kala, karena disadari sungguh bahwa anugerah yang diberikan Tuhan dalam bentuk hasil bumi saat ini harus dinikmati semua masyarakat, namun aturan yang duberlakukan harus ditegakan guna menjamin kelangsungan hidup masyarakat dalam melakukan aktivitas, pungkas Soamole. (besan/e)
Namlea - Berita Maluku. Sekelompok pemuda yang menamakan diri ‘Parlemen Jalanan’ menuding surat ijin pinjam pakai lahan tambang emas Gunung Botak, Kabupaten Buru oleh salah satu koperasi yang kini beroperasi di areal Gubung Botak ilegal karena diduga memalsukan sejumlah dokumen untuk meraup keuntungan pribadi.
Organisasi kepemudaan putra daerah Kabupaten Buru ini meminta polisi menyelidiki dan memproses hukum pelaku yang telah mencari untung sepihak dalam persoalan ini.
Koordinator aksi Parlemen Jalanan Kabupaten Buru, Rusman Soamole kepada wartawan, Jumat (5/12/2014) menyampaikan bahwa, terkait dengan adanya surat Kepala Persekutuan Hukum Adat Petuanan Desa Kayeli tertanggal 31 Oktober 2014 kepada Bupati Buru yang intinya menyampaikan adanya sebuah pemalsuan dan desakan dari oknum tertentu kepada Hinolong Baman dan salah seorang Kaksodin untuk mendatangani surat, namun kedua tokoh adat itu tidak mengetahui surat yang ditandatangani tersebut.
Belakangan surat itu digunakan untuk meminjamkan areal pertambangan gunung botak kepada salah satu koperasi untuk menggarap hasil bumi berupa emas di lokasi gunung Botak, akibatnya merugikan berbagai pihak terutama masyarakat adat setempat.
Surat yang dikirim Raja Petuanan di Desa Kayeli tersebut dilampiri dengan daftar hadir rapat adat yang dihadiri saniri negeri. Dalam surat itu menyebutkan bahwa ada sebuah rekayasa dari oknum tertentu untuk meminjamkan lahan tambang kepada koperasi, namun tak diketahui pemangku adat petuanan Kayeli yang merupakan hak tunggal pada areal pertambangan emas di lokasi Lea bumi.
Sebuah keterangan pers yang juga diterima media ini di Markas Besar Pengurus Parlemen Jalanan Namlea-Buru menyebutkan, persoalan tambang emas Gunung Botak sampai saat ini masih menjadi momok dan sebuah perdebatan yang saling klaim-mengklaim atas hak ulayat kepemilikan lahan tambang emas Gunung Botak.
Hal ini pula membuat bingung masyarakat yang melakukan aktivitas di areal tersebut. Lebih parah lagi, persoalan ini berakhir pada benturan kepentingan secara nyata.
Sebelumnya, Parlemen Jalanan sudah melakukan aksi unjuk rasa pekan lalu di ruas Jalan Simpang Lima Namlea, ibukota Kabupaten Buru. Mereka telah turun jalan dan meminta Polres Kabupaten Buru segera mengusut kasus pemalsuan surat-surat ini untuk mengetahui siapa dalangnya.
“Surat itu ilegal karena diduga dimanipulasi. Surat keterangan pinjam pakai lahan areal pertambangan gunung botak itu dibuat oleh pihak yang mengatasnamaakan Saniri Negeri Petuanan Kayeli kepada koperasi pertambangan untuk mengelola areal tambang emas, itu tidak mendasar dan terindikasi ada unsur pemalsuan,” teriak salah satu orator.
Soamole menegaskan, aksi yang mereka buat harus disikapi pemerintah daerah, DPRD Kabupaten Buru dan juga pihak Polres Buru. Karena ini merupakan sebuah persoalan serius dan berdampak luas bagi masyarakaat di daerah ini dan terutama bagi pengusaha dan pekerja di lokasi tambang emas gunung botak.
Dalam pernyataan sikap, Parlemen Jalanan mendesak Pemda Burur segera memperjelas status kepemilikan lahan gunung botak secara transparan kepada publik. Selanjutnya, mendesak Polres Buru memproses oknum pemalsu surat kontrak lahan pertambangan kepada koperasi bersangkutan guna melakukan aktivitas di lokasi tersebut.
Kepala Dinas Pertambangan ESDM Kabupaten Buru juga didesak melakukan penertiban terhadap tromol–tomol yang dipakai beroperasi mencari emas di areal Anahoni dan juga di Wamsait.
“Kita juga meminta TNI/Polri terus melakukan pengamanan di areal gunung botak guna keselamatan dan kenyamanan aktivitas,” ujar laki-laki tersebut.
Untuk Gubernur Maluku, Perlemen Jalanan juga mendesak segera membuka kembali areal pertambangan gunung botak agar masyarakat bisa melakukan aktivitas seperti sedia kala, karena disadari sungguh bahwa anugerah yang diberikan Tuhan dalam bentuk hasil bumi saat ini harus dinikmati semua masyarakat, namun aturan yang duberlakukan harus ditegakan guna menjamin kelangsungan hidup masyarakat dalam melakukan aktivitas, pungkas Soamole. (besan/e)