"Rute Rempah": Poros Maritim RI Abad 21 | Berita Maluku Online | Berita Terkini Dari Maluku Berita Maluku Online
Loading...

"Rute Rempah": Poros Maritim RI Abad 21

Oleh Dipl. Oek. Engelina Pattiasina

PASANGAN Presiden-Wakil Presiden RI terpilih, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, merilis visi dan misi negara maritim untuk Republik Indonesia (RI) awal abad 21. Negara-negara lain di Asia Pasifik, seperti India, Tiongkok, dan Jepang, juga telah giat mengembangkan berbagai strategi maritim untuk pembangunan sosial-ekonomi, ekosistem negara, dan keamanan nasional.

Di Tiongkok, Presiden Xi Jinping mencetuskan konsep dan strategi Maritim Silk Route (MSR) tahun 2013. (Xinhua, 10/6/2013) Xi Jinping mengajukan gagasan MSR saat  berkunjung ke Negara RI Oktober tahun 2013. (Xinhua, 19/7/2014) Silk Route menghubungkan Tiongkok-Eropa sekitar tahun 100 pra-Masehi untuk jual-beli sutera, keramik, dan teh ke pasar-pasar global.(Xinhua, 10/6/2014) Kini rute-rute ini merupakan situs-situs purbakala.

Di sisi lain, sejak akhir abad 20, kebijakan maritim departemen pertahanan Amerika Serikat (AS) mulai bergeser dari fokus 'Eurocentric' ke 'Asia-Pacific-centric'. Isunya ialah dampak ekonomi terhadap kehadiran angkatan laut AS di zona strategis Asia-Pasifik (Trangedi, 2002:11) Risiko konflik pada jalur lintasan rute minyak sepanjang Timur Tengah hingga Asia Timur  mendorong peningkatan peran U.S. Marine Corps dan kekuatan maritim negara lain. Pertanyaannya, mulai dari mana dan bagaimana strategi maritim RI awal abad 21?

Dinamika Asia Pasifik

Tiongkok memperkuat basis-basis maritimnya di zona internasional selama 20 tahun ke depan dan memperluas eksplorasi sumber-sumber lautan dan mengakselerasi riset dan pembangunan teknologi laut dalam. (Ocean Development Report/Tiongkok, 2013). Tahun 2020, Tiongkok menjadi pasar otomotif terbesar dunia. Kebutuhan energi akan naik sekitar 40%. Ini berdampak pada stabilitas pasar energi fosil dunia (Barnett, 2002) khususnya keamanan rute-rute maritim.

Kapal-kapal selam nuklir, satelit orbit bumi, dan jenis aplikasi teknologi laut dalam lainnya akan mempengaruhi lingkungan maritim saat ini dan masa datang. Kondisi ini sangat berbeda dengan kondisi paruhan pertama abad 20khususnya ketika India dan Tiongkok belum merupakan negara nuklir. (Holland, 2002; Keegan, 1988: 319-327).

Jalur maritim Selat Malaka, Selat Hormuz, Sunda, Lombok, Makasar dan Laut Tiongkok Selatan sangat strategis. Center for Navals Analyses tahun 1996 merilis kajian berjudul Chokepoints: Maritime Economic Concerns in Southeast Asia. Isinya, jika jalur-jalur maritim tersebut ditutup dan rute dialihkan melalui Australia, maka terjadi lonjakan biaya sekitar 8 miliar dollar AS per tahun menurut data perdagangan tahun 1993. Studi lain menyebutkan, jika pelabuhan Singapura ditutup, terjadi biaya sekitar 200 miliar dollar AS per tahun. (Noer et al., 1996)

Meskipun Selat Malaka, Lombok, Makasar, dan Sunda sangat strategis, namun karena kehadiran angkatan laut negara AS di kawasan ini, Asia Tenggara khususnya RI, Malaysia, dan Brunei “tidak melawan” atau “East Asia has long remained the dog that did not bark.” (Gaffney et al, 2000) AS masih merupakan pemain kunci 'balance of power' pada “Ocean Century” dan “Asia's Century” awal abad 21.

Secara umum, Maritime Silk Route (MSR) Tiongkok sulit dijadikan basis poros maritim abad 21. Sebab Tiongkok mengadopsi kebijakan-kebijakan 'unified land and maritime strategy' yang mengeskalasi ketegangan dengan India, Jepang, Korea Selatan, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan bahkan RI. Tiongkok mempersenjatai Pakistan dengan tank, kapal perang, pesawat tempur, dan promosi produksi rudal dan senjata nuklir Pakistan. Tiongkok berupaya meredam pengaruh India di Nepal, Bhutan, Myanmar, Bangladesh, Sri Lanka, dan Maldives. Langkah Tiongkok ini, menurut PM India Narendra Modi, “Everywhrere around us, we see an 18th century expansionist mindset” saat berada di Jepang awal September 2014. (Reuters, 1/9/2014)

Tiongkok berupaya keras melindungi gerbang basis kapal selam nuklir terbesarnya di sekitar zona udara internasional Pulau Hainan ke zona Laut Tiongkok Selatan. Penerbangan surveilans pesawat militer Amerika Serikat (AS) rutin memantau zona ini. Presiden Tiongkok Xi Jinping meningkatkan anggaran militer Tiongkok sebesar 12,2% tahun 2014. (Bloomberg, 29/9/2014)
Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei juga mengklaim hak atas perairan Laut Tiongkok Selatan. Jepang, Sri Lanka, India, dan Australia menjalin kerjasama keamanan dan maritim miliaran dollar AS. India siap memasok rudal Brahmos anti-ship cruise ke negara seperti Vietnam, Filipina, dan RI. (RIS, 2012)  AS dan sekutunya menentang upaya Beijing sejak 2013 tentang 'Air Defense Identification Zone' (ADIZ) di Laut Tiongkok Timur dan klaim teritorial Tiongkok atas zona ekonomi eksklusif Laut Tiongkok Selatan. 

Tiongkok membangun MSR berupa investasi jalan, kereta-api, dan pelabuhan, dan pinjaman murah dam kesepakatan dagang di sekitar India, khususnya Gwadar, Pakistan, Hambantota, Sri Lanka, Chittagong, Bangladesh, dan sekitarnya. Strategi MSR Tiongkok ini kontra terhadap strategi maritim AS dari “Euro-center” ke “Asia-Pacific Center”.  Proposal Trans-Pacific Partnership (TPP) AS didesain untuk meredam dominasi ekonomi Tiongkok atau kerjasama mutual-benefit ekonomi antara Tiongkok, AS, dan mitranya di Asia.  (Asia News Network, 11/9/2014)

Strategi “Rute Rempah”

Sejak awal abad 21 ini, RI dapat membangun kekuatan sosial-ekonomi dan ekosistem sebagai negara maritim berbasis rute-rute rempah-rempah dengan zona Uni Eropa, Asia Selatan (India dan Sri Lanka), Asia Timur (Korea Selatan, Jepang, dan RRT), dan Amerika Serikat atau negara-negara BRICS (Brazil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan). Strategi ini dapat meraih benefit ekonomi tanpa mengubah peran AS sebagai stabilisator kawasan Asia.

Sekurang-kurangnya ada  6 (enam) nilai strategis untuk RI dan dunia dari strategi maritim RI berbasis rute-rute rempah-rempah yang dimulai dari kawasan timur RI. Pertama, poros Maritim RI dan dunia dari Papua, Maluku, NTT dan sekitarnya sangat bermanfaat bagi Kawasan Timur (KTI) dan daya-saing Negara RI. Sebab luas KTI berkisar 68 persen dari luas wilayah Negara RI yang sangat sesuai untuk strategi ekonomi pesisir dan kelautan.

Kedua, kawasan Timur RI memiliki tradisi maritim level dunia ratusan tahun. Penduduk di Maluku sangat kuat memiliki kearifan dan tradisi maritim. Sejak abad 4 M, KTI memasok kebutuhan-kebutuhan dunia seperti lada, pala, cengkeh, damar, merica, kayu manis, cendana, kayu-kayu, dan berbagai komoditi lainnya. Penguasan maritim Nusantara dan perdagangan Asia-Afrika-Eropa selama 400 tahun oleh VOC, Belanda dan Inggris sejak tahun 1602  1945 berbasis zona Nusantara dari kawasan Timur RI saat ini.

Ketiga, hingga awal abad 21, sekitar 1700-an pulau besar dan kecil dari luas 705.645km2  Provinsi Maluku dan Papua memiliki titik geostrategis di Asia Pasifik. Maluku dan Papua adalah ruang terdepan Indonesia terhadap klaim tumpang-tindih dari 6 negara terhadap Laut Tiongkok Selatan di Asia Pasifik. Rusia dan Amerika Serikat merasa berhak untuk ikut-campur di zona ini. Sehingga Maluku dan Papua menentukan derajat ketahanan nasional Negara RI. Sebab kepulauan Sunda Besar dan Sunda Kecil adalah arteri (archipelagic zone). Sehingga dengan mengontrol 'arteri' ini, dapat mengontrol 'archipelagic zone' Negara RI.

Papua merupakan 'staging point' bagi kontrol pertahanan dan keamanan di Asia-Pasifik sejak Perang Dunia II. Misalnya, pada Perang Dunia II, Sarmi dan Papua seluruhnya dibahas oleh Joseph Stalin dari Uni Soviet, Perdana Menteri Winston Churchill dari Inggris, dan Presiden Harry S. Truman pada Konperensi Postdam di Jerman 17 Juli-2 Agustus 1945. (Smith, 1953)
Keempat, zona KTI memiliki kekayaan mineral strategis. Gerakan tektonik kerak lempengan Samudera Pasifik dan Australia jutaan tahun membuat Maluku dan Papua “terjepit” antara kedua lempengan raksasa ini. Instrusi batuan-batuan asidik menyebabkan mineralisasi logam-logam dasar seperti tembaga, emas, batubara, gambut, aluminium, nikel, kronium, kobalt, besi, timah, mangan, merkuri, timbel, tungsten, dan seng. (Barley et al, 2002; Groves, 2005)

Kelima, secara historis, sejak abad 16 M, arsitektur, pelabuhan, benteng, dermaga, dan kamar dagang dibangun karena perdagangan rempah-rempah.  Jalur kolonial dunia, yang mula-mula diberlakukan oleh Inggris di Banda abad 16, menjual barang, jasa, pengetahuan, dan informasi di Batavia, Ambon, Malaka, Manila, Tayouan (Taiwan), Macao, Hong Kong, San Salvador (Taiwan), Deshima atau Nagasaki Jepang. (Barao, 2010) Bukti arkeologis menunjukkan bahwa sejak 3.000 tahun silam, rempah asal Maluku dijual-belikan ke Persia. (Leonard, 2012).

Keenam, menghidupkan kembali jalur-jalur maritim berbasis rute-rute rempah-rempah akan memulihkan ekosistem RI dan dunia. Sebab perdagangan rempah-rempah dan produk-produk ekosistem lainnya akan meningkatkan regenerasi dan reproduksi ekosistem, khususnya lada, pala, cengkeh, damar, cendana, kayu manis, hutan, bambu, lontar, jagung, sagu, enau, gaharu, pinang, kakao, kopra, vanili. Selain itu, upaya-upaya pemulihan dan penyehatan ekosistem kelautan dapat ditingkatkan. Sebagai negara kepulauan, pembangunan poros maritim berbasis rute rempah akan mengawal kedaulatan negara RI dan pemulihan atau penyehatan ekosistem negara RI yang meningkatkan manfaat pembangunan ekonomi maritim. ***

(Penulis Adalah Lulusan University  Bremen, Jerman dan Inisiator Maluku Kaya People Movement)
Pilihan 5708890492633561931
Beranda item

# Kota Ambon

Indeks

# ANEKA

Indeks