Hak-Hak Rakyat Dikebiri, GMNI Lancarkan Aksi Demo
http://www.beritamalukuonline.com/2014/09/hak-hak-rakyat-dikebiri-gmni-lancarkan.html
Ambon - Berita Maluku. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Rabu (24/9/2014) melakukan aksi demonstrasi di kantor Gubernur Maluku, terkait dengan timpangnya reformasi agraria yang diprogramkan oleh pemerintah yang katanya berpihak pada rakyat kecil tapi kenyataan yang terjadi adalah hak-hak rakyatlah yang dirampas oleh pemerintah dan swasta untuk kepentingan mereka.
Kordinator lapangan, Christian Sea dalam orasinya meengatakan, korban karena tanah-tanah milik mereka diambil alih oleh pemerintah dan pengusaha dengan modal yang besar untuk membuka lahan perkebunan milik pihak swasta, seperti yang terjadi di Kabupaten Seraam Bagian Barat (SBB) dan Maluku Tengah (Malteng) dimana tanah-tanah ulayat rakyat yang selama ini menjadi lahan pertanian rakyat diubah menjadi lahan perekebunann kelapa sawit dan lain sebaginya.
“Persolan pertanahan di bumi Indonesia terutama di Maluku apa yang dikoar-koarkan oleh pemerintah tentang reformasi agraria sama sekali tidak ada bahkan sangat bertolak belakang dari Undang-Undang Agraria nomor 5 tahun 1960 tentang pokok-pokok agraria tersebut,” katanya.
Karena itu dalam pernyataan sikap para pendemo memintakan adanya perhatian serius dari pemerintah untuk memperhatikan hal tersebut, karena kalau dibiarkan terus menerus maka rakyat kecil yang akan jadi korban, hal ini dikarenakan dalam Peraturan Presiden (Pepres) no.39 tahun 2014 soal liberisasi sektor pertanian tidak memberikan keuntungan bagi masyarakat tapi pihak asing atau luar yang diuntungkan.
Realitas yang terjadi, dimana lahan kaum tani dipersempit dengan memberikan peluang besar bagi investor untuk megambil keuntungan besar mengakibatkan program pemerintah daerah untuk mensejahterakan rakyat kecil di daerah ini tidak ada hasil sama sekali.
“Bayangkan, program Pemerintah Daerah yakni proyek sagu Maluku yang pusatnya di Tawiri sampai saat ini tidak ada kejelasannya sama sekali, persoalan pertambangan di Kabupaten Buru dan Maluku Barat Daya (MBD), penanaman kelapa sawit di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) dan Seram Bagian Timur bahkan rencana penanaman tebu di kabupaten Aru yang endingnya dari sejumlah aktifitas, ujung-ujungnya merampas hak rakyat”, katanya.
Karena itu pemerintah baik dari pusat sejak jaman orde baru sampai jaman reformasi semuanya dinyakatan gagal melaksanakan reformasi agraria dan tidak pernah dapat menyelesaikan masalah agraria.
Aksi demonstrasi sama sekai tidak diterima oleh satupun pejabat yang ada dipemerintah Provinsi Maluku, bahkan pintu pagar Kantor gubernur pun tidak dibuka mengakibatkan para pendemo hanya dapat menyampaikan aspirasi mereka di luar pagar kantor. (bm 06)
Kordinator lapangan, Christian Sea dalam orasinya meengatakan, korban karena tanah-tanah milik mereka diambil alih oleh pemerintah dan pengusaha dengan modal yang besar untuk membuka lahan perkebunan milik pihak swasta, seperti yang terjadi di Kabupaten Seraam Bagian Barat (SBB) dan Maluku Tengah (Malteng) dimana tanah-tanah ulayat rakyat yang selama ini menjadi lahan pertanian rakyat diubah menjadi lahan perekebunann kelapa sawit dan lain sebaginya.
“Persolan pertanahan di bumi Indonesia terutama di Maluku apa yang dikoar-koarkan oleh pemerintah tentang reformasi agraria sama sekali tidak ada bahkan sangat bertolak belakang dari Undang-Undang Agraria nomor 5 tahun 1960 tentang pokok-pokok agraria tersebut,” katanya.
Karena itu dalam pernyataan sikap para pendemo memintakan adanya perhatian serius dari pemerintah untuk memperhatikan hal tersebut, karena kalau dibiarkan terus menerus maka rakyat kecil yang akan jadi korban, hal ini dikarenakan dalam Peraturan Presiden (Pepres) no.39 tahun 2014 soal liberisasi sektor pertanian tidak memberikan keuntungan bagi masyarakat tapi pihak asing atau luar yang diuntungkan.
Realitas yang terjadi, dimana lahan kaum tani dipersempit dengan memberikan peluang besar bagi investor untuk megambil keuntungan besar mengakibatkan program pemerintah daerah untuk mensejahterakan rakyat kecil di daerah ini tidak ada hasil sama sekali.
“Bayangkan, program Pemerintah Daerah yakni proyek sagu Maluku yang pusatnya di Tawiri sampai saat ini tidak ada kejelasannya sama sekali, persoalan pertambangan di Kabupaten Buru dan Maluku Barat Daya (MBD), penanaman kelapa sawit di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) dan Seram Bagian Timur bahkan rencana penanaman tebu di kabupaten Aru yang endingnya dari sejumlah aktifitas, ujung-ujungnya merampas hak rakyat”, katanya.
Karena itu pemerintah baik dari pusat sejak jaman orde baru sampai jaman reformasi semuanya dinyakatan gagal melaksanakan reformasi agraria dan tidak pernah dapat menyelesaikan masalah agraria.
Aksi demonstrasi sama sekai tidak diterima oleh satupun pejabat yang ada dipemerintah Provinsi Maluku, bahkan pintu pagar Kantor gubernur pun tidak dibuka mengakibatkan para pendemo hanya dapat menyampaikan aspirasi mereka di luar pagar kantor. (bm 06)