Dituding Keluarkan Pernyataan Provokatif, Humas PT Inpex Masela ’Kepanasan’ Diisukan Lecehkan Warga MBD
http://www.beritamalukuonline.com/2014/09/dituding-keluarkan-pernyataan.html?m=0
Ambon - Berita Maluku. Staf Hubungan Masyarakat (Humas) PT Inpex Masela Ltd Fredy Menayang berang setelah dikonfirmasi menyangkut dugaan materi pernyataannya di depan peserta Sosialisasi Inpex melalui Mercy Corps di Hotel Pantai Indah Saumlaki, ibu kota Kabupaten Maluku Tenggara Barat, 28 Agustus 2014, yang seakan-akan memprovokasi masyarakat MTB dan Maluku Barat Daya (MBD serta terkesan melecehkan warga MBD sebagai pemilik sah Blok Masela yang dikelola perusahaan tambang asal Jepang tersebut.
’’Beta menyampaikan terima kasih kepada teman-teman media yang masih menjaga independensi, profesionalitas dan integritas dalam mengangkat berita. Itu fitnah. Beta tidak pernah dan tidak akan berbicara seperti itu,’’ kelit Menayang ketika dikonfirmasi Berita Maluku melalui ponselnya, Minggu (28/9/2014).
Menayang menyayangkan ada informasi sesat seperti itu yang dihembuskan untuk menjatuhkan kredibilitasnya.
’’Waktu itu ada dua wartawan yang hadir di Hotel Pantai Indah di Saumlaki yakni dari RRI Saumlaki dan Dhara Pos. Mereka juga merekam wawancara dan dapat siaran pers tentang kegiatan tersebut. Jujur, beta sangat tahu perasaan para pemuka masyarakat MBD di Ambon. Beta terus dan intens membuka diri untuk dialog dengan yang muda-muda (komponen pemuda) juga setiap ada kesempatan di Ambon,’’ tutur pria Manado, Sulawesi Utara.
Ironisnya setelah dikonfirmasi Menayang menengarai isu tersebut sengaja dibelokkan dan disebarkan oknum-oknum wartawan yang kecewa karena tak pernah diberikan sesuatu saat beradiens dengan dirinya mewakili Humas PT Inpex Masela Ltd baik selama di Saumlaki maupun di Ambon.
’’Mungkin ada wartawan yang kecewa karena saya tidak bisa dan tidak biasa kasih amplop ke wartawan. Itu etika profesi yang saya pegang selama 20 tahun ini,’’ bebernya balik menuding.
Sementara itu, informasi yang berhembus menyebutkan saat memberikan sambutan pada Sosialisasi Eksplorasi PT Inpex Masela Ltd di Saumlaki, 28 Agustus lalu, Menayang diduga mengeluarkan pernyataan, bahwa pengelolaan gas abadi Blok Masela tetap memperhitungkan hak-hak Pemerintah dan masyarakat MTB dan hal itu tak ada hubungan dengan pemekaran wilayah baru, Kabupaten MBD yang berdiri sejak 21 Juli 2008. Padahal, secara yuridis administratif, Blok Masela diambil dari nama Pulau Masela, Kecamatan Babar Timur dan lokasinya terletak dekat Kepulauan Babar, MBD.
Secara historis geneologis, marga Masela di Pulau Selaru, MTB dan sekitarnya berasal dari Pulau Masela, MBD. Namun, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) MTB membelokkan sejarah dengan mengatakan Pulau Masela dan marga di Pulau Masela berasal dari MTB.
Yang menyedihkan, meski sebagai pemilik sah Blok Masela, namun warga Pulau Masela secara khusus maupun warga MBD secara umum tak pernah sedikitpun menikmati dana CSR (Corporate Social Responsibility) atau hasil apapun dari eksplorasi yang dilakukan PT Inpex Masela Ltd di Blok Masela.
Sejak 2008 hingga September 2014, seluruh anggaran pemberdayaan yang mencapai puluhan miliar per tahun selama PT Inpex Masela Ltd mengeksplorasi gas abadi di Blok Masela dicurahkan untuk membangun dan memberdayakan masyarakat MTB.
Pemkab MTB dan masyarakat setempat diperlakukan bak Raja yang harus dihormati, sementara warga MBD sebagai pemilik asli Blok Masela dianaktirikan bahkan dijadikan penonton dan tamu tak diundang oleh PT Inpex Masela Ltd.
Akibat diskriminasi dan ketidakadilan ini, muncul desakan dari para pemuka masyarakat MBD di Ambon, seperti Stefanus Tiwery, Aholiab Watloly, Bob Mosse, Jopie Anaktototy dan lain-lain agar PT Inpex Masela Ltd segera merevisi klausul-klausul dalam ’’Memorandum of Understanding’ (MoU) yang ditandatangani PT Inpex Masela Ltd dengan Pemkab MTB karena pengeksplorasian gas abadi Blok Masela belum membawa berkah lahir dan bathin bagi warga MBD sebagai pemilih alamiah Blok Masela.
Pemkab MBD disinyalir tak bertaring memaksa PT Inpex Masela Ltd membagi hasil saling menguntungkan (win-win solution) dengan Pemkab MTB karena kedekatan Bupati MBD Barnabas Nataniel Orno dan Ketua DPRD MBD Sauloro Chau Petrusz dengan Bupati MTB Bitsael Silvester Temmar karena satu aliran, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Orno merupakan tandem Temmar saat memimpin MTB untuk periodesasi 2006/11. (bm01/bm12/bm08/bm09)
’’Beta menyampaikan terima kasih kepada teman-teman media yang masih menjaga independensi, profesionalitas dan integritas dalam mengangkat berita. Itu fitnah. Beta tidak pernah dan tidak akan berbicara seperti itu,’’ kelit Menayang ketika dikonfirmasi Berita Maluku melalui ponselnya, Minggu (28/9/2014).
Menayang menyayangkan ada informasi sesat seperti itu yang dihembuskan untuk menjatuhkan kredibilitasnya.
’’Waktu itu ada dua wartawan yang hadir di Hotel Pantai Indah di Saumlaki yakni dari RRI Saumlaki dan Dhara Pos. Mereka juga merekam wawancara dan dapat siaran pers tentang kegiatan tersebut. Jujur, beta sangat tahu perasaan para pemuka masyarakat MBD di Ambon. Beta terus dan intens membuka diri untuk dialog dengan yang muda-muda (komponen pemuda) juga setiap ada kesempatan di Ambon,’’ tutur pria Manado, Sulawesi Utara.
Ironisnya setelah dikonfirmasi Menayang menengarai isu tersebut sengaja dibelokkan dan disebarkan oknum-oknum wartawan yang kecewa karena tak pernah diberikan sesuatu saat beradiens dengan dirinya mewakili Humas PT Inpex Masela Ltd baik selama di Saumlaki maupun di Ambon.
’’Mungkin ada wartawan yang kecewa karena saya tidak bisa dan tidak biasa kasih amplop ke wartawan. Itu etika profesi yang saya pegang selama 20 tahun ini,’’ bebernya balik menuding.
Sementara itu, informasi yang berhembus menyebutkan saat memberikan sambutan pada Sosialisasi Eksplorasi PT Inpex Masela Ltd di Saumlaki, 28 Agustus lalu, Menayang diduga mengeluarkan pernyataan, bahwa pengelolaan gas abadi Blok Masela tetap memperhitungkan hak-hak Pemerintah dan masyarakat MTB dan hal itu tak ada hubungan dengan pemekaran wilayah baru, Kabupaten MBD yang berdiri sejak 21 Juli 2008. Padahal, secara yuridis administratif, Blok Masela diambil dari nama Pulau Masela, Kecamatan Babar Timur dan lokasinya terletak dekat Kepulauan Babar, MBD.
Secara historis geneologis, marga Masela di Pulau Selaru, MTB dan sekitarnya berasal dari Pulau Masela, MBD. Namun, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) MTB membelokkan sejarah dengan mengatakan Pulau Masela dan marga di Pulau Masela berasal dari MTB.
Yang menyedihkan, meski sebagai pemilik sah Blok Masela, namun warga Pulau Masela secara khusus maupun warga MBD secara umum tak pernah sedikitpun menikmati dana CSR (Corporate Social Responsibility) atau hasil apapun dari eksplorasi yang dilakukan PT Inpex Masela Ltd di Blok Masela.
Sejak 2008 hingga September 2014, seluruh anggaran pemberdayaan yang mencapai puluhan miliar per tahun selama PT Inpex Masela Ltd mengeksplorasi gas abadi di Blok Masela dicurahkan untuk membangun dan memberdayakan masyarakat MTB.
Pemkab MTB dan masyarakat setempat diperlakukan bak Raja yang harus dihormati, sementara warga MBD sebagai pemilik asli Blok Masela dianaktirikan bahkan dijadikan penonton dan tamu tak diundang oleh PT Inpex Masela Ltd.
Akibat diskriminasi dan ketidakadilan ini, muncul desakan dari para pemuka masyarakat MBD di Ambon, seperti Stefanus Tiwery, Aholiab Watloly, Bob Mosse, Jopie Anaktototy dan lain-lain agar PT Inpex Masela Ltd segera merevisi klausul-klausul dalam ’’Memorandum of Understanding’ (MoU) yang ditandatangani PT Inpex Masela Ltd dengan Pemkab MTB karena pengeksplorasian gas abadi Blok Masela belum membawa berkah lahir dan bathin bagi warga MBD sebagai pemilih alamiah Blok Masela.
Pemkab MBD disinyalir tak bertaring memaksa PT Inpex Masela Ltd membagi hasil saling menguntungkan (win-win solution) dengan Pemkab MTB karena kedekatan Bupati MBD Barnabas Nataniel Orno dan Ketua DPRD MBD Sauloro Chau Petrusz dengan Bupati MTB Bitsael Silvester Temmar karena satu aliran, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Orno merupakan tandem Temmar saat memimpin MTB untuk periodesasi 2006/11. (bm01/bm12/bm08/bm09)