Hak-hak Ditunggak Pemkab MBD, Guru-guru di Leti Terancam ’Mati Kelaparan’
http://www.beritamalukuonline.com/2014/08/hak-hak-ditunggak-pemkab-mbd-guru-guru.html?m=0
Ambon - Berita Maluku. Nasib sekitar seribuan tenaga guru di Kabupaten Maluku Barat Daya bak ’ayam potong’ saja. Sudah jatuh, malah tertimpa tangga pula.
Bayangkan, meski sudah melaksanakan tugas secara bertanggungjawab lebih kurang enam tahun terakhir, namun dua tahun lebih dana sertifikasi yang dijanjikan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) MBD tak kunjung ditepati.
Tak sampai di situ penderitaan para pahlawan tanda jasa di Daerah Otonom Baru (DOB) pada 21 Juli 2008, sebab gaji bulan 13 dan gaji per Juli 2014 pun belum diperoleh di tengah mencekiknya kebutuhan-kebutuhan hidup mereka akhir-akhir ini.
Sudah tak terima hak-hak itu, kepala wilayah kecamatan kini mematok Rp 200.000 per guru untuk mendukung kerja Panitia Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-69 Republik Indonesia pada 17 Agustus nanti di kabupaten pecahan Maluku Tenggara Barat (MTB) itu.
’’Sekarang anak-anak kita mau bayar uang semester, ada anak-anak yang pindah jenjang sekolah, kita juga susah kuliah lanjut karena tak ada dana (sesuai kesepakatan Disdikpora MBD dan Universitas Pattimura Ambon), ada yang mau wisuda tapi mau dapat uang darimana sebab dana sertifikasi, gaji bulan Juli dan gaji bulan 13 juga belum diberikan. Sekarang pun Pak Camat potong gaji kita Rp 200.000 per orang untuk peringatan HUT ke-69 RI,’’ keluh sejumlah guru di Kecamatan Letti kepada Berita Maluku, Selasa (5/8/2014).
Diungkapkan sumber-sumber itu, saat ini seluruh guru di MBD terancam ’mati kelaparan’ akibat tertunggaknya pembayaran dana sertifikasi, gaji Juli 2014, dan gaji bulan 13 berikut pemotongan Rp 200.000 per orang untuk HUT ke-69 RI di tengah meningkatnya biaya hidup para guru maupun biaya pendidikan anak-anak mereka.
’’Kita tak tahu harus buat apa, sementara biaya hidup kita dan keluarga sangat tinggi dari waktu ke waktu. Bisa saja kita mati kelaparan akibat keterlambatan pembayaran hak-hak kita sebagai guru,’’ kesal sumber-sumber yang enggan menyebutkan identitas mereka.
Terkait keresahan guru-guru di MBD, pengamat pendidikan lokal Herman Siamiloy mengkritik kinerja Kepala Disdikpora MBD Andy Tetmilay yang dianggapnya tidak profesional melaksanakan tugas dan fungsi pokoknya dan tidak punya hati nurani yang baik.
’’Kerja macam apa para pejabat di Disdikpora MBD. Mereka tidak becus, bobrok, tak punya hati nurani. Coba bayangkan apa yang kini dirasakan para guru setelah tugas-tugas mereka dijalankan dengan baik, tapi hak-hak mereka belum juga diberikan, padahal kebutuhan mereka dan biaya pendidikan anak-anak mereka terlalu banyak dan sudah sangat mendesak,’’ kritiknya.
Tertunggaknya pembayaran dana sertifikasi, gaji Juli 2014 dan gaji 13, tuding Siamiloy, disebabkan penempatan pejabat di MBD tidak didasarkan pada kualitas dan kemampuan pejabat terkait, tapi semata-mata karena balas jasa atau balas budi politik penguasa pemerintahan setempat.
’’Karena angkat pejabat tidak tahu kerja, tidak berkualitas, makanya kondisinya seperti ini,’’ ringkasnya.
Siamiloy juga mengecam Tetmilay dan kolega di Disdikpora MBD yang tidak becus dan mengingkari butir-butir kesepakatan dalam Nota Kesepahaman (MoU) dengan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unpatti, sehingga kebutuhan wisuda lebih kurang 216 guru tak dipenuhi dan lebih dari 300an guru terancam pensiun dini akibat kekurangan anggaran untuk kuliah lanjut.
’’Kalau sudah begini copot saja jabatan Kepala Disdikpora MBD dan pengusulan pejabat baru. Bila perlu seluruh guru di MBD tak usah mengajar karena Disdikpora MBD ingkar janji dan tak becus melaksanakan tupoksinya,’’ kunci mantan Kepala Tata Usaha Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah IX Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat itu. (ev/mg bm 015/bm012/bm06)
Bayangkan, meski sudah melaksanakan tugas secara bertanggungjawab lebih kurang enam tahun terakhir, namun dua tahun lebih dana sertifikasi yang dijanjikan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) MBD tak kunjung ditepati.
Tak sampai di situ penderitaan para pahlawan tanda jasa di Daerah Otonom Baru (DOB) pada 21 Juli 2008, sebab gaji bulan 13 dan gaji per Juli 2014 pun belum diperoleh di tengah mencekiknya kebutuhan-kebutuhan hidup mereka akhir-akhir ini.
Sudah tak terima hak-hak itu, kepala wilayah kecamatan kini mematok Rp 200.000 per guru untuk mendukung kerja Panitia Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-69 Republik Indonesia pada 17 Agustus nanti di kabupaten pecahan Maluku Tenggara Barat (MTB) itu.
’’Sekarang anak-anak kita mau bayar uang semester, ada anak-anak yang pindah jenjang sekolah, kita juga susah kuliah lanjut karena tak ada dana (sesuai kesepakatan Disdikpora MBD dan Universitas Pattimura Ambon), ada yang mau wisuda tapi mau dapat uang darimana sebab dana sertifikasi, gaji bulan Juli dan gaji bulan 13 juga belum diberikan. Sekarang pun Pak Camat potong gaji kita Rp 200.000 per orang untuk peringatan HUT ke-69 RI,’’ keluh sejumlah guru di Kecamatan Letti kepada Berita Maluku, Selasa (5/8/2014).
Diungkapkan sumber-sumber itu, saat ini seluruh guru di MBD terancam ’mati kelaparan’ akibat tertunggaknya pembayaran dana sertifikasi, gaji Juli 2014, dan gaji bulan 13 berikut pemotongan Rp 200.000 per orang untuk HUT ke-69 RI di tengah meningkatnya biaya hidup para guru maupun biaya pendidikan anak-anak mereka.
’’Kita tak tahu harus buat apa, sementara biaya hidup kita dan keluarga sangat tinggi dari waktu ke waktu. Bisa saja kita mati kelaparan akibat keterlambatan pembayaran hak-hak kita sebagai guru,’’ kesal sumber-sumber yang enggan menyebutkan identitas mereka.
Terkait keresahan guru-guru di MBD, pengamat pendidikan lokal Herman Siamiloy mengkritik kinerja Kepala Disdikpora MBD Andy Tetmilay yang dianggapnya tidak profesional melaksanakan tugas dan fungsi pokoknya dan tidak punya hati nurani yang baik.
’’Kerja macam apa para pejabat di Disdikpora MBD. Mereka tidak becus, bobrok, tak punya hati nurani. Coba bayangkan apa yang kini dirasakan para guru setelah tugas-tugas mereka dijalankan dengan baik, tapi hak-hak mereka belum juga diberikan, padahal kebutuhan mereka dan biaya pendidikan anak-anak mereka terlalu banyak dan sudah sangat mendesak,’’ kritiknya.
Tertunggaknya pembayaran dana sertifikasi, gaji Juli 2014 dan gaji 13, tuding Siamiloy, disebabkan penempatan pejabat di MBD tidak didasarkan pada kualitas dan kemampuan pejabat terkait, tapi semata-mata karena balas jasa atau balas budi politik penguasa pemerintahan setempat.
’’Karena angkat pejabat tidak tahu kerja, tidak berkualitas, makanya kondisinya seperti ini,’’ ringkasnya.
Siamiloy juga mengecam Tetmilay dan kolega di Disdikpora MBD yang tidak becus dan mengingkari butir-butir kesepakatan dalam Nota Kesepahaman (MoU) dengan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unpatti, sehingga kebutuhan wisuda lebih kurang 216 guru tak dipenuhi dan lebih dari 300an guru terancam pensiun dini akibat kekurangan anggaran untuk kuliah lanjut.
’’Kalau sudah begini copot saja jabatan Kepala Disdikpora MBD dan pengusulan pejabat baru. Bila perlu seluruh guru di MBD tak usah mengajar karena Disdikpora MBD ingkar janji dan tak becus melaksanakan tupoksinya,’’ kunci mantan Kepala Tata Usaha Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah IX Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat itu. (ev/mg bm 015/bm012/bm06)