Desakan Pemekaran Makin Menguat, Legaliltas Jadi Kendala
http://www.beritamalukuonline.com/2014/08/desakan-pemekaran-makin-menguat.html?m=0
de Fretes: Bupati Siap Tandatangani, Tapi Jangan Kita Kasih Tunjuk Bodoh di Pusat
Kairatu - Berita Maluku. Pemekaran kabupen Seram Bagian Barat (SBB) mulai menjadi polemik di media–media lokal, pasalnya saat ini pertarungan antara kubu pendukung pemekaran dan anti pemekaran semakin meruncing. Bahka tidak tangung-tangung kelompok pro pemekaran semakain menunjukan tajinya dengan melakukan pemblokiran pelabuhan Waipirit beberapa waktu lalu.
Aksi ini mendapat tanggapan beragam dari masyarakat kairatu, ada yang secara diam-diam mendukung aksi tersebut, tetapi mereka masih bingung pasalnya belum ada sosialisasi yang maksimal untuk maksud tersebut.
Menanggapi desakan kelompok pro pemekaran ini, Camat Kairatu, Donald de Fretes yang ditemui diruang kerjanya Jumat (15/8/2014) mengungkapkan, aspek legalitas hukum masih menjadi kendala dari perjuangan pemekaran tersebut, pasalnya jika dirunut dari aturan yang berlaku saat ini, untuk pemekaran sebuah kabupaten harus memilki sekurang kurangnya 10 kecamatan.
“Memang kalau aturan yang dulu empat sampai lima Kecamatan sudah bisa mekar, tetapi saat ini perlu 10, begitu juga dengan pemekaran kecamatan, perlu didukung oleh 10 desa,“ jabar de Fretes.
Ditambahkannya, saat ini wilayah yang ingin memekarkan diri menjadi kabupaten “Talabatai” baru terdiri lima Kecamatan dan 32 Desa sehingga belum mnemenuhi persyaratan tersebut.
Ia memprediksi, di tataran elit dari kelompok Pro pemekaran sesunguhnya telah mengetahui aturan tersebut, hanya saja diabaikan.
“Kalau beta punya nalar, kelompok yang diatas sebenarnya tahu, tapi dong pura pura seng tau,” cetus de Fretes.
Pria asal desa Mahia ini membeberkan, saat ini pihaknya sedang mensosialisasikan landasan hukum pemekaran daerah ke raja-raja di wilayahnya supaya mereka bisa memahami aturan yang mendukung pemekaran sambil memperlihatkan dokumen yang akan dibagikan kepada para raja.
“Saya akan panggil mereka dan sampaikan ini kepada mereka,” jelasnya.
Ia juga menyakini, saat ini masyarakat di desa ada yang telah memiliki pengetahuan luas dan memahami hal ini, pasalnya saat kemarin terjadi aksi pemblokiran jalan, tidak ada masyarakat Kairatu terlibat, sehingga menepis anggapan publik bahwa yang melakukan aksi pemalangan jalan itu adalah orang Kairatu.
Bahkan untuk mengantisipasi hal tersebut, sebelumnya ia telah menghimbau para raja supaya jangan sampai terjadi kericuhan.
Pria yang sebelumnya berkarier di dinas kesehatan provinsi Maluku ini juga mensinyalir bahwa banyak masyarakat Kairatu yang tidak menyetujui pemekaran tersebut karena menurut mereka belum saatnya dilaksanakan pemekaran.
“Untuk itu beta seng mau nanti tejadi ada baku pukul, karena akan merugikan masyarakat sendiri,“ cetusnya.
Disingung mengenai sikap Bupati SBB, Jacobus Puttileihalat. S.Sos yang sebelumnya beredar kabar menolak pemekaran ini. de Fretes beralibi bahwa Bupati menyetujui pemekaran, bahkan jika saat ini kelengkapan administrasi pemekaran kabupaten telah siap langsung ditandatangani.
“Sekarang ini juga beta akan kasih rekomendasi (pemekaran) kalo kelengkapan administrasi su siap. Kalo belum siap berarti katong pi kasih tunjuk bodoh di pusat,“ ujar de Fretes.
Mengutip pernyatan orang nomor satu di SBB itu, dirincikann jebolan Fisip UKIM ini, syarat pemekaran yang belum terpenuhi adalah jumlah penduduk yang hingga kini belum mencapai jumlah minimun dari yang ditetapkan.
Belum siapnya infrastruktur seperti sekolah dan perbankan, foto satelit dari kabupaten yang akan dimekarkan, selain itu jumlah PAD yang dicapai harus melebihi satu milyar rupiah.
“Saat ini katong baru mencapai 800 juta rupiah,” bantar de Fretes.
Disingung mengenai rentang kendali, ia menyatakan jarak Kairatu-Piru dijangkau dalam waktu 45 menit saja, jadi itu bukan alasan, bahkan Bupati SBB, Jacobus Puttileihalat. S.Sos menginginkan ibukota Provinsi berkedudukan di Kairatu.
“Karena kalau kedudukannya disini pas, jangkauannya ke seluruh wilayah di Maluku, lebih pas kalau berada disini,“ tutur de fretes berargumen. (BM02)
Kairatu - Berita Maluku. Pemekaran kabupen Seram Bagian Barat (SBB) mulai menjadi polemik di media–media lokal, pasalnya saat ini pertarungan antara kubu pendukung pemekaran dan anti pemekaran semakin meruncing. Bahka tidak tangung-tangung kelompok pro pemekaran semakain menunjukan tajinya dengan melakukan pemblokiran pelabuhan Waipirit beberapa waktu lalu.
Aksi ini mendapat tanggapan beragam dari masyarakat kairatu, ada yang secara diam-diam mendukung aksi tersebut, tetapi mereka masih bingung pasalnya belum ada sosialisasi yang maksimal untuk maksud tersebut.
Menanggapi desakan kelompok pro pemekaran ini, Camat Kairatu, Donald de Fretes yang ditemui diruang kerjanya Jumat (15/8/2014) mengungkapkan, aspek legalitas hukum masih menjadi kendala dari perjuangan pemekaran tersebut, pasalnya jika dirunut dari aturan yang berlaku saat ini, untuk pemekaran sebuah kabupaten harus memilki sekurang kurangnya 10 kecamatan.
“Memang kalau aturan yang dulu empat sampai lima Kecamatan sudah bisa mekar, tetapi saat ini perlu 10, begitu juga dengan pemekaran kecamatan, perlu didukung oleh 10 desa,“ jabar de Fretes.
Ditambahkannya, saat ini wilayah yang ingin memekarkan diri menjadi kabupaten “Talabatai” baru terdiri lima Kecamatan dan 32 Desa sehingga belum mnemenuhi persyaratan tersebut.
Ia memprediksi, di tataran elit dari kelompok Pro pemekaran sesunguhnya telah mengetahui aturan tersebut, hanya saja diabaikan.
“Kalau beta punya nalar, kelompok yang diatas sebenarnya tahu, tapi dong pura pura seng tau,” cetus de Fretes.
Pria asal desa Mahia ini membeberkan, saat ini pihaknya sedang mensosialisasikan landasan hukum pemekaran daerah ke raja-raja di wilayahnya supaya mereka bisa memahami aturan yang mendukung pemekaran sambil memperlihatkan dokumen yang akan dibagikan kepada para raja.
“Saya akan panggil mereka dan sampaikan ini kepada mereka,” jelasnya.
Ia juga menyakini, saat ini masyarakat di desa ada yang telah memiliki pengetahuan luas dan memahami hal ini, pasalnya saat kemarin terjadi aksi pemblokiran jalan, tidak ada masyarakat Kairatu terlibat, sehingga menepis anggapan publik bahwa yang melakukan aksi pemalangan jalan itu adalah orang Kairatu.
Bahkan untuk mengantisipasi hal tersebut, sebelumnya ia telah menghimbau para raja supaya jangan sampai terjadi kericuhan.
Pria yang sebelumnya berkarier di dinas kesehatan provinsi Maluku ini juga mensinyalir bahwa banyak masyarakat Kairatu yang tidak menyetujui pemekaran tersebut karena menurut mereka belum saatnya dilaksanakan pemekaran.
“Untuk itu beta seng mau nanti tejadi ada baku pukul, karena akan merugikan masyarakat sendiri,“ cetusnya.
Disingung mengenai sikap Bupati SBB, Jacobus Puttileihalat. S.Sos yang sebelumnya beredar kabar menolak pemekaran ini. de Fretes beralibi bahwa Bupati menyetujui pemekaran, bahkan jika saat ini kelengkapan administrasi pemekaran kabupaten telah siap langsung ditandatangani.
“Sekarang ini juga beta akan kasih rekomendasi (pemekaran) kalo kelengkapan administrasi su siap. Kalo belum siap berarti katong pi kasih tunjuk bodoh di pusat,“ ujar de Fretes.
Mengutip pernyatan orang nomor satu di SBB itu, dirincikann jebolan Fisip UKIM ini, syarat pemekaran yang belum terpenuhi adalah jumlah penduduk yang hingga kini belum mencapai jumlah minimun dari yang ditetapkan.
Belum siapnya infrastruktur seperti sekolah dan perbankan, foto satelit dari kabupaten yang akan dimekarkan, selain itu jumlah PAD yang dicapai harus melebihi satu milyar rupiah.
“Saat ini katong baru mencapai 800 juta rupiah,” bantar de Fretes.
Disingung mengenai rentang kendali, ia menyatakan jarak Kairatu-Piru dijangkau dalam waktu 45 menit saja, jadi itu bukan alasan, bahkan Bupati SBB, Jacobus Puttileihalat. S.Sos menginginkan ibukota Provinsi berkedudukan di Kairatu.
“Karena kalau kedudukannya disini pas, jangkauannya ke seluruh wilayah di Maluku, lebih pas kalau berada disini,“ tutur de fretes berargumen. (BM02)