Film ’’Cahaya dari Timur:Beta Maluku’’ Menginspirasi Solidaritas dan Perdamaian Ambon Manise
http://www.beritamalukuonline.com/2014/06/film-cahaya-dari-timurbeta-maluku.html
Bukan rahasia umum kalau orang Maluku begitu identik dengan musik
dan olahraga. Dua sekmen ini ternyata menjadi medium tepat bagi anak-anak
Maluku menyatukan perbedaan yang ikut terkoyak-koyak akibat konflik sosial
berhaluan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Melalui tembang-tembang
kultur, tali temali yang terputus akibat krisis kemanusiaan disambung lagi.
Melalui sepak bola, prestasi nasional digapai dengan melupakan konflik. Film
menjadi medium lain menghimpun dua kekuatan tadi menginspirasi perdamaian di
Bumi Maluku.
Laporan: Eva Dolhalewan
Reporter Berita Maluku.com
WALI Kota Ambon Richard Louhenapessy ikut serta menonton perdana salah satu film karya anak Maluku Glend Fredly Latuihamallo di tahun 2014 ini. Film berjudul ’’Cahaya dari Timur: Beta Maluku’’ ini secara perdana diputar di Jakarta Theater, Jumat malam (20/6/2014) nanti.
Terkait film ini, Walkot memberikan apresiasi positif terhadap hasil karya salah satu anak Maluku di dunia perfilman, Glend Fredly Latuihamallo.
Lama berkecimpung di dunia musik dan tarik suara, Glend kini banting setir ke dunia perfilman nasional.
Aktor utama dalam film ’’Cahaya dari Timur:Beta Maluku’’, yakni Chico Jericho dan Shafira Umm. Film yang mengangkat sosok Sani Tawainella ketika sukses membawa tim Maluku juara Piala Medco U-15 tahun 2006 itu disutradarai Angga Dwimas Sasongko.
Menurut Walkot, film ’’Cahaya dari Timur: Beta Maluku’’ mengangkat kisah sosial Maluku dan kota Ambon pada massa konflik kemanusian tahun 1999 lalu.
’’Hal utama yang diangkat adalah dampak dari konflik tersebut menjadikan masyarakat tercerai berai. Fim ini diangkat dari kisah nyata seorang pemuda yang berupaya menciptakan perdamaian Maluku dengan caranya sendiri, pemuda tersebut adalah Sani Tawainela dari Tulehu. Sani berupaya menciptakan perdamaian di Maluku,’’ urai Walkot di Balai Kota Ambon, Senin (16/6).
Sani mula-mula menggarap sekolah sepak bola untuk menyatukan kembali toleransi dan rasa persaudaraan di Maluku yang berbeda dan tercerai-berai akibat konflik kemanusiaan yang terjadi.
’’Film ini memberikan dampak positif dengan bermain bola, anak-anak tidak peduli terhadap konflik’’.
Walkot berharap, dengan menonton film tersebut perdamaian di Ambon tetap menjadi isu positif di Maluku, menggingat kondisi Ambon yang semakin kondusif dari waktu ke waktu. Terpisah Sutradara Angga Dwimas Sasongko mengatakan film garapannya bertujuan untuk mengangkat lebih banyak kisah inspiratif dari Indonesia Timur.
Menurut Sasongko, film yang digarapnya merupakan kisah nyata yang sangat menginspirasi dirinya di tahun 2006 di mana Sani Tawainella seorang tukang ojek yang bersama-sama dengan dia selama 10 hari berkeliling Ambon.
’’Tukang ojek ini banyak cerita tentang kondisi Ambon dan dampak buruk yang terjadi dari konflik kemanusiaan. Cerita ini membuat saya terinspirasi untuk membuat film tersebut. Sani, pelaku utama dalam cerita tersebut berusaha menyelamatkan anak-anak dari kerusuhan Ambon tahun 1999-2000. Sani adalah mantan atlet sepak bola, ia pun berkeinginan mengobati luka anak-anak korban kerusuhan dengan bermain sepak bola sebagai bentuk bersenang-senang’’.
’’Sani diketahui tidak mempunyai alamat jejaring sosial seperti Path, Twitter, Facebook untuk berkomunikasi. Olehnya sepak bola menjadi medianya untuk mencoba menyatukan anak anak Ambon di wilayahnya guna melupakan konflik yang tengah berlangsung kala itu,’’ kisah Sasongko.(ev/mg-bm015)