Frans: KPU Bukan Lembaga Pemilu yang Keluarkan SK Pelantikan
http://www.beritamalukuonline.com/2014/02/frans-kpu-bukan-lembaga-pemilu-yang.html
Ambon - Berita Maluku. Wakil ketua Fraksi Demokrat DPRD Maluku, Melki Frans mengatakan, KPU bukanlah sebuah lembaga penyelenggara pemilu yang mengeluarkan surat keputusan (SK) pelantikan kepala daerah terpilih.
"Kalau KPU bilang keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tidak berpengaruh, itukan pendapat mereka, tetapi bukan lembaga ini yang mengeluarkan SK pelantikan kepala daerah terpilih," kata Melki Frans di Ambon, Minggu (9/2/2014).
Apa yang disampaikan KPU itu hanyalah sebuah pendapat, tetapi biarlah proses persidangan komisioner KPU dan Bawaslu Maluku di DKPP ini berjalan sampai dinyatakan berakhir dan punya keputusan final.
Penjelasan Melki Frans terkait dengan pernyataan Ketua KPU Maluku, Idrus Tatuhay tentang proses persidangan di DKPP atas persoalan keputusan PTUN yang mengabulkan gugatan pasangan bacagub independen Jacky-Adam.
Keputusan PTUN, kata Melki, kalau tidak punya nilai lalu kenapa KPU pusat sendiri pernah merubah keputusannya dua kali berturut-turut dengan memasukan parpol yang namanya PBB dan membatalkan lagi keputusan lain untuk memasukan PKPI sebagai parpol peserta pemilu 2014.
"Itu artinya PTUN punya pengaruh terhadap keputusan-keputusan lembaga negara dan karena itu sebagai pejabat KPU, hati-hati dalam mengeluarkan pernyataan jangan terus membohongi rakyat, dan sebaiknya kita menunggu saja keputusan yang final di DKPP dan KPU silahkan memproses tindaklanjutnya tetapi kalau ada pembatalan ya dijalankan," ucapnya.
KPU bukan pejabat yang diberikan kewenang untuk berbuat sewenang-wenang dan semuanya taat kepada aturan, dan segala keputusan KPU yang konsekwensinya dengan orang lain, yang namanya administratif disengketakan di PTUN.
Menurut Melki, kalau memang PTUN tidak mempunyai kemampuan eksekusi maka bubarkan saja lembaga peradilan administtrasi seperti itu supaya tidak membohongi rakyat dan orang tidak perlu melaporkan masalahnya.
"Apalagi kalau tidak punya penghormatan ya bubarkan saja agar orang tidak perlu berlelah cari keadilan," ujarnya.
Berkaitan dengan surat pengusulan pelantikan kepala daerah yang diajukan KPU ke DPRD Maluku untuk diteruskan ke Mendagri, F-Demokrat dan F-PDIP belum setuju untuk ditindaklanjuti sebab harus menunggu sampai ada keputusan yang final tentang gubernur dan wagub terpilih bisa diusulkan atau tidak.
Karena itu, Demokrat akan menindaklanjut sikap fraksi ini dengan bertemu Mendagri dalam waktu dekat bersama-sama dengan PDI Perjuangan untuk menyampaikan alasan mengapa bersikap seperti ini supaya jelas.
"Mendagri tentunya sangat mempertimbangkan persoalan-persoalan hukum apalagi terkait dengan masalah administrasi negara, sehingga semua pertimbangan mesti diberikan secara jujur oleh lembaga ini atas nama rakyat kepada pemerintah dalam hal ini Presiden dan Mendagri," katanya.
Silahkan mereka mempertimbangkan dan kalau akhirnya Mendagri tetap memproses dan SK dari Presiden turun, tentunya wajib dilantik supaya lebih cepat agar Maluku punya kepala daerah definitif lima tahun ke depan.
"Tetapi kalau terganjal prosesnya, maka juga menjadi kewajiban untuk dibatalkan pelantikannya dan diulang dengan proses lain dan itulah kita menjadikan hukum sebagai panglima," ujar Melki Frans. (ant/bm 10)
"Kalau KPU bilang keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tidak berpengaruh, itukan pendapat mereka, tetapi bukan lembaga ini yang mengeluarkan SK pelantikan kepala daerah terpilih," kata Melki Frans di Ambon, Minggu (9/2/2014).
Apa yang disampaikan KPU itu hanyalah sebuah pendapat, tetapi biarlah proses persidangan komisioner KPU dan Bawaslu Maluku di DKPP ini berjalan sampai dinyatakan berakhir dan punya keputusan final.
Penjelasan Melki Frans terkait dengan pernyataan Ketua KPU Maluku, Idrus Tatuhay tentang proses persidangan di DKPP atas persoalan keputusan PTUN yang mengabulkan gugatan pasangan bacagub independen Jacky-Adam.
Keputusan PTUN, kata Melki, kalau tidak punya nilai lalu kenapa KPU pusat sendiri pernah merubah keputusannya dua kali berturut-turut dengan memasukan parpol yang namanya PBB dan membatalkan lagi keputusan lain untuk memasukan PKPI sebagai parpol peserta pemilu 2014.
"Itu artinya PTUN punya pengaruh terhadap keputusan-keputusan lembaga negara dan karena itu sebagai pejabat KPU, hati-hati dalam mengeluarkan pernyataan jangan terus membohongi rakyat, dan sebaiknya kita menunggu saja keputusan yang final di DKPP dan KPU silahkan memproses tindaklanjutnya tetapi kalau ada pembatalan ya dijalankan," ucapnya.
KPU bukan pejabat yang diberikan kewenang untuk berbuat sewenang-wenang dan semuanya taat kepada aturan, dan segala keputusan KPU yang konsekwensinya dengan orang lain, yang namanya administratif disengketakan di PTUN.
Menurut Melki, kalau memang PTUN tidak mempunyai kemampuan eksekusi maka bubarkan saja lembaga peradilan administtrasi seperti itu supaya tidak membohongi rakyat dan orang tidak perlu melaporkan masalahnya.
"Apalagi kalau tidak punya penghormatan ya bubarkan saja agar orang tidak perlu berlelah cari keadilan," ujarnya.
Berkaitan dengan surat pengusulan pelantikan kepala daerah yang diajukan KPU ke DPRD Maluku untuk diteruskan ke Mendagri, F-Demokrat dan F-PDIP belum setuju untuk ditindaklanjuti sebab harus menunggu sampai ada keputusan yang final tentang gubernur dan wagub terpilih bisa diusulkan atau tidak.
Karena itu, Demokrat akan menindaklanjut sikap fraksi ini dengan bertemu Mendagri dalam waktu dekat bersama-sama dengan PDI Perjuangan untuk menyampaikan alasan mengapa bersikap seperti ini supaya jelas.
"Mendagri tentunya sangat mempertimbangkan persoalan-persoalan hukum apalagi terkait dengan masalah administrasi negara, sehingga semua pertimbangan mesti diberikan secara jujur oleh lembaga ini atas nama rakyat kepada pemerintah dalam hal ini Presiden dan Mendagri," katanya.
Silahkan mereka mempertimbangkan dan kalau akhirnya Mendagri tetap memproses dan SK dari Presiden turun, tentunya wajib dilantik supaya lebih cepat agar Maluku punya kepala daerah definitif lima tahun ke depan.
"Tetapi kalau terganjal prosesnya, maka juga menjadi kewajiban untuk dibatalkan pelantikannya dan diulang dengan proses lain dan itulah kita menjadikan hukum sebagai panglima," ujar Melki Frans. (ant/bm 10)