Assagaff-Sahuburua Diminta Hilangkan Predikat Maluku Provinsi Termiskin
http://www.beritamalukuonline.com/2014/02/assagaff-sahuburua-diminta-hilangkan.html
Ambon - Berita Maluku. Sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku terpilih, Said Asagaaf-Zeth Sahuburua, dimintakan menghilangkan predikat Maluku sebagai provinsi termiskin nomor urut 3 di Indonesia. Maluku adalah provinsi yang kaya akan sumber daya alam (SDA), baik di laut maupun di darat.
’’Lantas bagaimana sehingga pihak Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rilis September 2013 menetapkan kemiskinan di Maluku mencapai 26,30 persen atau setara 322,51 ribu jiwa hidup di bawah garis kemiskinan,’’ heran pemerhati sosial, Frits R Ohoiulun kepada Berita Maluku, Rabu (12/2/2014).
Frits menolak anggapan maupun paparan BPS bahwa Maluku adalah salah satu provinsi termiskin di Tanah Air.
’’Masyarakat bingung dengan indicator-indikator yang dipakai BPS dalam menetapkan sebuah provinsi masuk kategori miskin. Sebab, harus jujur diakui, bahwa selama ini masyarakat Maluku mati lapar atau kelaparan,’’ ujar wartawan senior Harian Suara Maluku ini.
Yang menyebabkan Maluku miskin, urai Frits, adalah pemiskinan dan regulasi yang merugikan daerah-daerah penghasil sumber daya mineral, tambang dan perikanan.
’’Kita lihat saja, walaupun masyarakat punya komoditi, baik perkebunan, peternakan, maupun perikanan tangkap, namun mereka tak mampu memasarkan hasil-hasil untuk menambah pendapatan keluarga karena keterbatasan akses dan minimnya sarana dan prasarana transportasi. Tidak ada jalur yang melewati negeri mereka. Untuk membeli bahan-bahan kebutuhan pokok, masyarakat harus berjalan kaki melalui jalan tikus selama berjam-jam, bahkan berhari-hari. Jelas mereka belum merasakan apa itu kemerdekaan di alam kemerdekaan bangsa ini setelah bangsa ini merdeka pada 17 Agustus 1945,’’ ungkapnya.
Frits mintakan kelak setelah Assagaff dan Sahuburua dilantik Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, kedua pemimpin Maluku ini dapat memprogramkan pembangunan jalan-jalan ke negeri-negeri terpencil agar kesejahteraan masyarakat terwujud perlahan-lahan, dari waktu ke waktu. Bukan itu saja. Tapi pembangunan jalan-jalan di pulau-pulau terpencil Maluku Tenggara Raya (MTR) yang terdiri dari Kabupaten Maluku Tenggara, Kota Tual, Kabupaten Aru, Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Kabupaten Maluku Barat Daya, juga relative diharapkan dari gubernur dan wakil gubernur terpilih.
’’Di MTR pada umumnya terdapat 2 pelabuhan laut di setiap pulau di mana pada musim timur kapal perintis merapat di pelabuhan A dan musim barat di pelabuhan B. Dengan demikian, kita dapat memerangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,’’ cetusnya.
Frits menyebutkan umumnya masyarakat Maluku tidak malas. Karena sekalipun tinggal di daerah terpencil, misalnya di negeri-negeri perdalaman Seram, tapi memiliki komoditi cengkih, pala, kelapa dan hasil-hasil bumi lainnya. ’’Sayangnya, untuk pemasaran hasil komoditas di atas, tak bisa dilakukan dengan baik akibat minimnya sarana dan prasarana transportasi,’’ ucapnya.
Yang didesalkan Frits selama ini Pemerintah Provinsi Maluku dan pemerintah kabupaten/kota melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah hanya memprogramkan program-program pembangunan melintasi negeri-negeri di pesisir, sementara wilayah di pergunungan diabaikan. Akibatnya, muncul kesengjangan yang lebar dan kemiskinan pun tak terelakan. (bm 01)
’’Lantas bagaimana sehingga pihak Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rilis September 2013 menetapkan kemiskinan di Maluku mencapai 26,30 persen atau setara 322,51 ribu jiwa hidup di bawah garis kemiskinan,’’ heran pemerhati sosial, Frits R Ohoiulun kepada Berita Maluku, Rabu (12/2/2014).
Frits menolak anggapan maupun paparan BPS bahwa Maluku adalah salah satu provinsi termiskin di Tanah Air.
’’Masyarakat bingung dengan indicator-indikator yang dipakai BPS dalam menetapkan sebuah provinsi masuk kategori miskin. Sebab, harus jujur diakui, bahwa selama ini masyarakat Maluku mati lapar atau kelaparan,’’ ujar wartawan senior Harian Suara Maluku ini.
Yang menyebabkan Maluku miskin, urai Frits, adalah pemiskinan dan regulasi yang merugikan daerah-daerah penghasil sumber daya mineral, tambang dan perikanan.
’’Kita lihat saja, walaupun masyarakat punya komoditi, baik perkebunan, peternakan, maupun perikanan tangkap, namun mereka tak mampu memasarkan hasil-hasil untuk menambah pendapatan keluarga karena keterbatasan akses dan minimnya sarana dan prasarana transportasi. Tidak ada jalur yang melewati negeri mereka. Untuk membeli bahan-bahan kebutuhan pokok, masyarakat harus berjalan kaki melalui jalan tikus selama berjam-jam, bahkan berhari-hari. Jelas mereka belum merasakan apa itu kemerdekaan di alam kemerdekaan bangsa ini setelah bangsa ini merdeka pada 17 Agustus 1945,’’ ungkapnya.
Frits mintakan kelak setelah Assagaff dan Sahuburua dilantik Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, kedua pemimpin Maluku ini dapat memprogramkan pembangunan jalan-jalan ke negeri-negeri terpencil agar kesejahteraan masyarakat terwujud perlahan-lahan, dari waktu ke waktu. Bukan itu saja. Tapi pembangunan jalan-jalan di pulau-pulau terpencil Maluku Tenggara Raya (MTR) yang terdiri dari Kabupaten Maluku Tenggara, Kota Tual, Kabupaten Aru, Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Kabupaten Maluku Barat Daya, juga relative diharapkan dari gubernur dan wakil gubernur terpilih.
’’Di MTR pada umumnya terdapat 2 pelabuhan laut di setiap pulau di mana pada musim timur kapal perintis merapat di pelabuhan A dan musim barat di pelabuhan B. Dengan demikian, kita dapat memerangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,’’ cetusnya.
Frits menyebutkan umumnya masyarakat Maluku tidak malas. Karena sekalipun tinggal di daerah terpencil, misalnya di negeri-negeri perdalaman Seram, tapi memiliki komoditi cengkih, pala, kelapa dan hasil-hasil bumi lainnya. ’’Sayangnya, untuk pemasaran hasil komoditas di atas, tak bisa dilakukan dengan baik akibat minimnya sarana dan prasarana transportasi,’’ ucapnya.
Yang didesalkan Frits selama ini Pemerintah Provinsi Maluku dan pemerintah kabupaten/kota melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah hanya memprogramkan program-program pembangunan melintasi negeri-negeri di pesisir, sementara wilayah di pergunungan diabaikan. Akibatnya, muncul kesengjangan yang lebar dan kemiskinan pun tak terelakan. (bm 01)