Hasil Uji BPOM Maluku, 44 Persen Jajanan Sekolah Tidak Aman
http://www.beritamalukuonline.com/2014/01/hasil-uji-bpom-maluku-44-persen-jajanan.html
Ambon - Berita Maluku. Hasil pengujian selama tahun 2013 terhadap sampel Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) ditemukan sebanyak 44 persen tidak aman untuk kesehatan, kata Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Maluku Sandra Lintin.
Hasil pengujian yang dilakukan di 100 Sekolah dasar (SD) di Maluku, 44 persen belum memnuhi syarat kesehatan dari target nasional sebesar 20 persen. Hal ini menunjukkan tingkat penggunaan bahan berbahaya pada jajanan anak masih tinggi.
"Hasil pengujian masih ditemukan boraks, rhodamin, pemanis buatan yang berlebihan serta masalah kesehatan lingkungan yang berdampak pada terkandungnya mikroba dalam jajanan anak," katanya di Ambon, Selasa (28/1/2014) kemarin.
Menurut dia, PJAS merupakan bentuk aksi nasional pangan jajanan anak sekolah yang dilaksanakan sejak tahun 2011 - 2014.
"Hasil survei menyatakan jajanan sekolah 44 persen belum memenuhi syarat kesehatan. Kami optimistis aksi yang dilakukan menunjukkan tingkat penurunan mencapai 10 persen pada 2014," ujarnya.
Sandra mengatakan uji sampel menggunakan tiga metode intervensi A yakni pangan langsung dibawa ke laboratorium untuk diuji pangan layak atau tidak dikonsumsi anak-anak.
Intervensi A dilakukan di 15 SD pada dua tahap yakni bulan April dan September 2013. Sedangkan Intervensi B, dilakukan di 45 SD menggunakan mobil laboratorium keliling, serta langsung dilakukan penyuluhan kepada para guru, murid dan penjaja pangan.
Dan terakhir cara C yakni penyebaran brosur dan pamflet dilakukan ke 25 sekolah, sebagai upaya mengubah perilaku penjaja pangan.
Ia berharap kegiatan tersebut dapat menyadarkan pelaku usaha untuk menjual jajanan sesuai prosedur dan terjamin kesehatannya.
"Hasil pengujian pemanis buatan mengalami penurunan, artinya pejaja sudah mengurangi pemakaian pemanis buatan, tetapi hygine sanitasi atau kesehatan lingkungan tempat pembuatan pangan tersebut belum sesuai standar yang ditentukan," tandsanya.
Sandra menambahkan bahwa hal tersebut harus menjadi perhatian pihak sekolah untuk memperhatikan penjaja yang berjualan di sekolah, agar pangan yang dijual sesuai dengan standar.
"Anak-anak merupakan generasi penerus dan investasi bangsa, karena itu penjual makanan diwajibkan mengikuti prosedur yang ditetapkan sehingga tidak merusak masa depan generasi muda," katanya. (ant/bm 10)
Hasil pengujian yang dilakukan di 100 Sekolah dasar (SD) di Maluku, 44 persen belum memnuhi syarat kesehatan dari target nasional sebesar 20 persen. Hal ini menunjukkan tingkat penggunaan bahan berbahaya pada jajanan anak masih tinggi.
"Hasil pengujian masih ditemukan boraks, rhodamin, pemanis buatan yang berlebihan serta masalah kesehatan lingkungan yang berdampak pada terkandungnya mikroba dalam jajanan anak," katanya di Ambon, Selasa (28/1/2014) kemarin.
Menurut dia, PJAS merupakan bentuk aksi nasional pangan jajanan anak sekolah yang dilaksanakan sejak tahun 2011 - 2014.
"Hasil survei menyatakan jajanan sekolah 44 persen belum memenuhi syarat kesehatan. Kami optimistis aksi yang dilakukan menunjukkan tingkat penurunan mencapai 10 persen pada 2014," ujarnya.
Sandra mengatakan uji sampel menggunakan tiga metode intervensi A yakni pangan langsung dibawa ke laboratorium untuk diuji pangan layak atau tidak dikonsumsi anak-anak.
Intervensi A dilakukan di 15 SD pada dua tahap yakni bulan April dan September 2013. Sedangkan Intervensi B, dilakukan di 45 SD menggunakan mobil laboratorium keliling, serta langsung dilakukan penyuluhan kepada para guru, murid dan penjaja pangan.
Dan terakhir cara C yakni penyebaran brosur dan pamflet dilakukan ke 25 sekolah, sebagai upaya mengubah perilaku penjaja pangan.
Ia berharap kegiatan tersebut dapat menyadarkan pelaku usaha untuk menjual jajanan sesuai prosedur dan terjamin kesehatannya.
"Hasil pengujian pemanis buatan mengalami penurunan, artinya pejaja sudah mengurangi pemakaian pemanis buatan, tetapi hygine sanitasi atau kesehatan lingkungan tempat pembuatan pangan tersebut belum sesuai standar yang ditentukan," tandsanya.
Sandra menambahkan bahwa hal tersebut harus menjadi perhatian pihak sekolah untuk memperhatikan penjaja yang berjualan di sekolah, agar pangan yang dijual sesuai dengan standar.
"Anak-anak merupakan generasi penerus dan investasi bangsa, karena itu penjual makanan diwajibkan mengikuti prosedur yang ditetapkan sehingga tidak merusak masa depan generasi muda," katanya. (ant/bm 10)