Pemekaran Dusun di Serut Hanya Akal Bulus Mantan Bupati Malteng
http://www.beritamalukuonline.com/2013/11/pemekaran-dusun-di-serut-hanya-akal.html?m=0
Ambon - Berita Maluku. Pemekaran sejumlah dusun di Kecamatan Seram Utara ditengarai hanya merupakan siasat licik mantan Bupati Maluku Tengah Abdulah Tuasikal untuk mencari dukungan suara saat digelarnya pemilihan gubernur dan wakil gubernur Maluku 2013/18 pada 15 September lalu.
Imbas dari peresmian sejumlah desa definitive, sejumlah dusun yang dimekarkan itu hingga kini tak diberikan payung hukum yang jelas setelah Abua Tuasikal, kakak kandung Abdulah Tuasikal (AT), naik tahta sebagai penguasa Bumi Pamahanunusa periode 2012/17 akhir tahun lalu.
’’Gara-gara pemekaran desa-desa tanpa payung hukum, sampai saat ini desa-desa itu sulit memperoleh hak dan kewajiban sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Jadi, hal itu hanya akal bulus AT (Abdulah Tuasikal) untuk merebut suara dari Kecamatan Seram Utara,’’ tuding pemuka masyarakat Seram Utara Frits Ohoiulun di Ambon, Minggu petang (17/11/2013).
Ohoiulun mengungkapkan dusun-dusun seperti Solea dan Siatele yang telah dimekarkan menjadi desa menjelang pilgub Maluku pada pertengahan September lalu hingga kini tak jelas legitimasinya setelah diresmikan AT.
’’Masyarakat di Solea dan Siatela bertanya-tanya mengapa setelah menjadi desa definitive, tak ada legitimasi maupun kucuran anggaran untuk pemberdayaan desa dari Pemkab Maluku Tengah,’’ ungkap wartawan senior Harian Suara Maluku ini.
Akal bulus AT itu, jelas Ohoiulun, merupakan pembodohan dan pembohongan publik sekaligus praktik pengekangan demokrasi terhadap hak-hak masyarakat di dusun-dusun di Seram Utara. ’’Masyarakat di sana (Seram Utara) seperti dijajah Pemkab Maluku Tengah padahal ini sudah lebih dari 68 tahun Indonesia bebas dari penjajahan,’’ imbuhnya prihatin.
Lebih jauh dijelaskan Ohoiulun, pemekaran dusun menjadi desa tak bisa dilakukan hanya melalui fatwa atau surat keputusan bupati. Pemekaran dusun menjadi desa harus memperoleh persetujuan dewan perwakilan rakyat daerah setempat. ’’Pemkab Maluku Tengah harus bertanggungjawab terhadap pembodohan politik seperti ini,’’ tegasnya. (bm 01)
Imbas dari peresmian sejumlah desa definitive, sejumlah dusun yang dimekarkan itu hingga kini tak diberikan payung hukum yang jelas setelah Abua Tuasikal, kakak kandung Abdulah Tuasikal (AT), naik tahta sebagai penguasa Bumi Pamahanunusa periode 2012/17 akhir tahun lalu.
’’Gara-gara pemekaran desa-desa tanpa payung hukum, sampai saat ini desa-desa itu sulit memperoleh hak dan kewajiban sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Jadi, hal itu hanya akal bulus AT (Abdulah Tuasikal) untuk merebut suara dari Kecamatan Seram Utara,’’ tuding pemuka masyarakat Seram Utara Frits Ohoiulun di Ambon, Minggu petang (17/11/2013).
Ohoiulun mengungkapkan dusun-dusun seperti Solea dan Siatele yang telah dimekarkan menjadi desa menjelang pilgub Maluku pada pertengahan September lalu hingga kini tak jelas legitimasinya setelah diresmikan AT.
’’Masyarakat di Solea dan Siatela bertanya-tanya mengapa setelah menjadi desa definitive, tak ada legitimasi maupun kucuran anggaran untuk pemberdayaan desa dari Pemkab Maluku Tengah,’’ ungkap wartawan senior Harian Suara Maluku ini.
Akal bulus AT itu, jelas Ohoiulun, merupakan pembodohan dan pembohongan publik sekaligus praktik pengekangan demokrasi terhadap hak-hak masyarakat di dusun-dusun di Seram Utara. ’’Masyarakat di sana (Seram Utara) seperti dijajah Pemkab Maluku Tengah padahal ini sudah lebih dari 68 tahun Indonesia bebas dari penjajahan,’’ imbuhnya prihatin.
Lebih jauh dijelaskan Ohoiulun, pemekaran dusun menjadi desa tak bisa dilakukan hanya melalui fatwa atau surat keputusan bupati. Pemekaran dusun menjadi desa harus memperoleh persetujuan dewan perwakilan rakyat daerah setempat. ’’Pemkab Maluku Tengah harus bertanggungjawab terhadap pembodohan politik seperti ini,’’ tegasnya. (bm 01)