Kasus 16 Ton BBM Ilegal Bursel Terancam Dikaramkan Polisi
http://www.beritamalukuonline.com/2013/11/kasus-16-ton-bbm-ilegal-bursel-terancam.html?m=0
Namrole - Berita Maluku. Berbagai manufer liar yang digencarkan Asisten I Setda Kabupaten Buru Selatan (Bursel), Bernadus Waemesse untuk meloloskan kasus 16 Ton Bahan Bakar Minyak (BBM) Ilegal yang kini ditangani pihak Polsek Namrole nampaknya akan mengandaskan kasus ini di tangan polisi.
Pihak Polsek Namrole dan Polres Buru yang semula terkesan asal-asalan dan separuh hati menangani kasus ini mau begitu saja diintervensi oleh Waemesse yang sama sekali tak menghargai proses hukum yang berlaku di daerah ini. Bahkan, jika kasus ini nantinya kandas di tangan pihak kepolisian, menandakan pihak kepolisian tak bernyali untuk menuntaskan kasus ini, bahkan terkesan diatur-atur seenaknya.
Kapolres Buru, AKBP Komaruz Zaman yang didampingi Kapolsek Namrole, AKP Acmad Setyo Budiantoro ketika disinggung soal adanya dugaan polisi ‘masuk angin’ dalam penanganan kasus ini, malah tak membantahnya dan menjawabnya dengan canda.
“Saya memang sering masuk angin tapi masuk angin betulan. Tapi, kalau di bilang Polisi masuk angin, mudah-mudahan tidak ada yang masuk angin tanda kutip, kan begitu,” katanya.
Lebih dari itu, Zaman pun mengatakan apabila ada pihak kepolisian yang diduga masuk angin dalam penanganan kasus ini, maka hal itu perlu dibuktikan lagi. Kendati memang, tidak jarang banyak polisi pun diakui tertangkap basah ‘masuk angin’ dalam penanganan sejumlah kasus.
“Perlu dibuktikan, Kalau ada yang masuk angin yach. Mungkin ada oknum yach. Kalau dia terlibat ya pasti diproses karena pelanggaran yang dia lakukan. Tapi, sampai sekarang, dalam penanganan kasus ini belum ada yang masuk angin,” kilahnya.
Kendati membantah jajarannya ‘masuk angin’ dalam penanganan kasus ini, namun dari berbagai pantauan wartawan maupun manufer-manufer liar yang dipelopori oleh Waemesse maupun Amir Buton serta Direktur PT. Rinaita Abadi selama ini, semakin membuka lebar berbagai persepsi miring tentang hal itu.
Sebab, selain beberapa waktu lalu, Waemesse turun tangan langsung untuk mengintervensi kasus ini dan mendatangi langsung pihak Polres Buru. Ternyata kedatangan Kapolres Buru, Komaruz Zaman ke Namrole sejak Selasa (19/11) pagi hingga Rabu (20/11) siang di Namrole patut dicurigai.
Apalagi, selama berada di Namrole, Waemesse selalu terlihat mendatangi Penginapan Dennis yang merupakan lokasi yang dipakai Kapolres Buru untuk bermalam.
Tak hanya itu, selama berada di Namrole pun, Waemesse tak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk meraih simpati sang Kapolres. Bahkan, yang paling Nampak lagi ialah berbagai fasilitas yang dibutuhkan berupa penginapan dan makan pun ditanggung Waemesse.
“Kalau dengan kami di Polres memang iya, Pak Asisten I memang dua kali menyurati kami, bahkan hadir dalam gelar perkara kasus ini,” ungkap Zaman.
Bahkan, Zaman dalam menjawab pertanyaan wartawan terkesan membela Waemesse yang notabene bukan atasannya yang bisa mengatur-ngatur dirinya seenaknya saja.
Zaman menjelaskan bahwa ketika Waemesse berkoordinasi dengannya beberapa waktu lalu, Waemesse menjelaskan secara gambling bahwa PT. Rianita Abadi memang belum mengantongi izin beroperasi di Namrole, Bursel sebagaimana amanat undang-undang dan aturan hukum yang berlaku.
“Masalah perizinan, yang dipegang saat ini oleh PT. Rianita Abadi adalah permintaan dari Pemerintah Kabupaten. Perizinan ini sedang dalam tahap proses pengurusan di Pertaminan dan Pak Asisten menyampaikan sendiri bahwa pemerintah daerah sudah berulang kali menyurati pihak PT. Pertamina untuk menambah kuota, tetapi sampai puluhan kali tidak ada jawaban dari PT. Pertamina. Akhirnya, mereka menggandeng PT. Rianita Abadi untuk mencari atau pemenuhan BBM untuk masyarakat,” ujarnya.
Anehnya, meski mengetahui kalau langkah yang dilakukan oleh PT. Rianita Abadi dan Amir Buton si Caleg PPP itu melanggar aturan, tetapi pihak Polres Buru dan Polsek Namrole seakan-akan mau begitu saja mengabaikan hukum sebagai panglima di Negara ini. Bahkan, alasan yang dipaparkan Waemesse ketika berkoordinasi dengan pihaknya sangatlah tak rasional dan malah menunjukkan bahwa Waemesse tak mampu diberikan jabatan yang melebihi kemampuannya, sebab sebagai Ketua Tim BBM Kabupaten Bursel selama dua tahun belakangan, ternyata Waemesse tak bisa menunjukkan kinerja yang baik dan sesuai aturan hukum yang berlaku, melainkan Waemesse malah mempraktekkan berbagai praktek liar dan illegal seperti yang terjadi saat ini.
Sebagai seorang pejabat, Waemesse yang merangkap sebagai Plt. Sekwan Kabupaten Bursel ini harusnya bisa menjadi panutan yang baik dalam penerapan peraturan hukum yang berlaku di Negara ini dan bukan seenaknya menerapkan kebijakan yang bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku.
Apalagi, Kapolres mengaku bahwa, Asisten I pun pernah menyampaikan kepada dirinya bahwa langkah dan praktek illegal yang dimotori pihaknya dengan menggandeng PT. Rianita Abadi guna memasok belasan ton BBM ilegal itu, lantaran surat permintaan penambahan kuota yang puluhan kali dilayangkan kepada pihak PT. Pertamina tak kunjung dipenuhi.
Pertaminan akan menyetujui permintaan itu, asalkan berbagai syarat yang harus segera dipenuhi dan tak boleh diabaikan begitu saja, terutama berupa data riil kebutuhan masyarakat sehingga permintaan yang dilayangkan ke pihak Pertamina itu tak dipenuhi dan pihak Asisten I pun akhirnya menempuh cara-cara ilegal.
“Menurut Asisten I, Dia sudah bersurat puluhan kali atas nama pemerintah daerah tentang masalah riil kebutuhan masyarakat. Karena kebutuhan masyarakat, saat ini ketika 30 ton masuk dalam 3 hari, langsung habis diambil oleh nelayan. Padahal, kecamatan lain belum dapat dan ini mungkin jadi bahan dari pemerintah daerah, karena mungkin ada mekanisme yang belum bisa terpenuhi sehingga langkah itu diambil oleh pemerintah daerah,” ujarnya.
Untuk diketahui pula, bahwa gerilya dan manufer liar Waemesse inilah yang diduga kuat kemudian membuat pihak kepolisian ‘masuk angin’ dan mulai galau untuk memproses kasus ini hingga tuntas sesuai aturan hukum yang berlaku. Sebab, kasus yang ditangani pihak kepolisian hingga hampir dua bulan ini ternyata jalan di tempat dan sebatas pemeriksaan delapan orang saksi semata.
walau kasus ini sudah lama ditangani, ternyata pihak kepolisian yang sejak awal terkesan setengah hati menangani kasus ini belum juga melayangkan Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan (SPDP) kepada pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Namlea karena ditakutkan akan menjadi hutang kepada pihak kejaksaan yang harus dilunasi dengan tuntasnya kasus ini.
“Kalau dalam tahap sekarang ini masih dalam lidik, belum kita sampaikan SPDP. Belum kita kirim ke kejaksaan. Sebab, kalau kasusnya ini dihentikan, maka tidak ada utang polisi ke kejaksaan,” ucapnya gamblang.
Lebih lanjut dijelaskannya, ada dua opsi pilihan yang kadang-kadang dipakai oleh pihaknya sebagai penagak hukum dalam menentukan sikap. Opsi pertama adalah hukum sebagai panglima dan opsi kedua adalah hukum dikesampingkan demi kepentingan masyarakat.
“Saya sudah sampaikan ke Pak Kapolsek, kalaupun kita mengambil opsi kedua, maka sampaikan kepada pemerintah daerah bahwa harus disalurkan sesuai dengan harga konsumsi masyarakat, jangan sampai kemmudian dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk mencari keuntungan dari situ,” paparnya.
Dikatakannya, opsi kedua akan menjadi pilihan pihaknya jika memang masyarakat sangat membutuhkan dan bisa disejahterakan dengan BBM senilai Rp. 76 juta rupiah itu.
“Tentu saya juga harus menimbang-nimbang, kalau memang masyarakat membutuhkan kenapa tidak. Kita kesampingkan hukum demi kepentingan masyarakat, jadi akan kita serahkan kepada pemerintah daerah. Jadi, BBM-nya akan diberikan kepada masyarakat. Sesuai dengan surat yang kita terima dari Pemda bahwa Pemda telah mengambil kebijakan untuk menyalurkan kepada masyarakat dengan nilai konsumsi masyarakat,” tuturnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, jika nantinya opsi kedua tersebut menjadi pilihannya dan Barang Bukti (BB) BBM itu diserahkan kepada masyarakat, maka pihaknya minta kepada semua komponen untuk mengawal penyaluran tersebut.
“Kalau akhirnya diserahkan ke pemerintah daerah untuk didistribusikan ke masyarakat, maka saya minta pihak-pihak yang terkait untuk mengawal ini. Sebab, nanti kita timbang-timbang proses ini selanjutnya demi kepentingan masyarakat,” ungkapnya.
Kendati memang, dirinya pun mengakui bahwa belum ada penjelasan detail dari pihak Asisten I terkait dengan akan dikemanakan uang hasil penjualan BB BBM ilegal itu nantinya. Apakah, akan mensejahterakan pihak-pihak yang terlibat dalam lingkaran setan proyek BBM Ilegal berkepanjangan itu.
“Tahunya kita, BBM itu disalurkan ke masyarat, soal uang itu soal pemda,” paparnya.
Namun disisi lain, Kapolres pun seakan tak komit dengan jawabannya dan malah memberikan jawaban mengambang terkait maju mundurnya penangnan kasus ini.
“Kalau dihentikan ataukah tidak, nanti kita lihat lagi karena bbm-nya belum kita serahkan kepada pemerintah daerah. Ya nanti kita lihat lagi kedepannya. Lanjut atau tidaknya juga ada aturannya juga,” cetusnya.
Sementara terkait dengan adanya desakan dari pihak Komisi A DPRD Kabupaten Bursel yang mendesak agar polisi dapat memproses kasus ini hingga tuntas. Kapolres mengaku akan selalu siap mempertimbangkan berbagai masukan yang disampaikan demi kepentingan masyarakat.
“Kalau ada tanggapan dari masyakat, ya akan kita lihat lagi komplainnya. Yang penting intinya kita polisi bekerja untuk kepentingan masyarakat. Olehnya itu, kita siap terima saran dan kritik,” ujarnya.
Namun yang pasti, dirinya pun turut mempersalahkan pihak Asisten I yang terkesan jalan sendiri dalam mengambil kebijakan, terutama kebijakan yang semacam ini.
“Kemarin saya sudah sampaikan ke pemerintah daerah, kalau membuat kebijakan maka harusnya disampaikan ke pihak kepolisian, TNI dan masyarakat. Tetapi yang terjadi, malah kita tidak tahu,” ungkapnya. (Ch)
Pihak Polsek Namrole dan Polres Buru yang semula terkesan asal-asalan dan separuh hati menangani kasus ini mau begitu saja diintervensi oleh Waemesse yang sama sekali tak menghargai proses hukum yang berlaku di daerah ini. Bahkan, jika kasus ini nantinya kandas di tangan pihak kepolisian, menandakan pihak kepolisian tak bernyali untuk menuntaskan kasus ini, bahkan terkesan diatur-atur seenaknya.
Kapolres Buru, AKBP Komaruz Zaman yang didampingi Kapolsek Namrole, AKP Acmad Setyo Budiantoro ketika disinggung soal adanya dugaan polisi ‘masuk angin’ dalam penanganan kasus ini, malah tak membantahnya dan menjawabnya dengan canda.
“Saya memang sering masuk angin tapi masuk angin betulan. Tapi, kalau di bilang Polisi masuk angin, mudah-mudahan tidak ada yang masuk angin tanda kutip, kan begitu,” katanya.
Lebih dari itu, Zaman pun mengatakan apabila ada pihak kepolisian yang diduga masuk angin dalam penanganan kasus ini, maka hal itu perlu dibuktikan lagi. Kendati memang, tidak jarang banyak polisi pun diakui tertangkap basah ‘masuk angin’ dalam penanganan sejumlah kasus.
“Perlu dibuktikan, Kalau ada yang masuk angin yach. Mungkin ada oknum yach. Kalau dia terlibat ya pasti diproses karena pelanggaran yang dia lakukan. Tapi, sampai sekarang, dalam penanganan kasus ini belum ada yang masuk angin,” kilahnya.
Kendati membantah jajarannya ‘masuk angin’ dalam penanganan kasus ini, namun dari berbagai pantauan wartawan maupun manufer-manufer liar yang dipelopori oleh Waemesse maupun Amir Buton serta Direktur PT. Rinaita Abadi selama ini, semakin membuka lebar berbagai persepsi miring tentang hal itu.
Sebab, selain beberapa waktu lalu, Waemesse turun tangan langsung untuk mengintervensi kasus ini dan mendatangi langsung pihak Polres Buru. Ternyata kedatangan Kapolres Buru, Komaruz Zaman ke Namrole sejak Selasa (19/11) pagi hingga Rabu (20/11) siang di Namrole patut dicurigai.
Apalagi, selama berada di Namrole, Waemesse selalu terlihat mendatangi Penginapan Dennis yang merupakan lokasi yang dipakai Kapolres Buru untuk bermalam.
Tak hanya itu, selama berada di Namrole pun, Waemesse tak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk meraih simpati sang Kapolres. Bahkan, yang paling Nampak lagi ialah berbagai fasilitas yang dibutuhkan berupa penginapan dan makan pun ditanggung Waemesse.
“Kalau dengan kami di Polres memang iya, Pak Asisten I memang dua kali menyurati kami, bahkan hadir dalam gelar perkara kasus ini,” ungkap Zaman.
Bahkan, Zaman dalam menjawab pertanyaan wartawan terkesan membela Waemesse yang notabene bukan atasannya yang bisa mengatur-ngatur dirinya seenaknya saja.
Zaman menjelaskan bahwa ketika Waemesse berkoordinasi dengannya beberapa waktu lalu, Waemesse menjelaskan secara gambling bahwa PT. Rianita Abadi memang belum mengantongi izin beroperasi di Namrole, Bursel sebagaimana amanat undang-undang dan aturan hukum yang berlaku.
“Masalah perizinan, yang dipegang saat ini oleh PT. Rianita Abadi adalah permintaan dari Pemerintah Kabupaten. Perizinan ini sedang dalam tahap proses pengurusan di Pertaminan dan Pak Asisten menyampaikan sendiri bahwa pemerintah daerah sudah berulang kali menyurati pihak PT. Pertamina untuk menambah kuota, tetapi sampai puluhan kali tidak ada jawaban dari PT. Pertamina. Akhirnya, mereka menggandeng PT. Rianita Abadi untuk mencari atau pemenuhan BBM untuk masyarakat,” ujarnya.
Anehnya, meski mengetahui kalau langkah yang dilakukan oleh PT. Rianita Abadi dan Amir Buton si Caleg PPP itu melanggar aturan, tetapi pihak Polres Buru dan Polsek Namrole seakan-akan mau begitu saja mengabaikan hukum sebagai panglima di Negara ini. Bahkan, alasan yang dipaparkan Waemesse ketika berkoordinasi dengan pihaknya sangatlah tak rasional dan malah menunjukkan bahwa Waemesse tak mampu diberikan jabatan yang melebihi kemampuannya, sebab sebagai Ketua Tim BBM Kabupaten Bursel selama dua tahun belakangan, ternyata Waemesse tak bisa menunjukkan kinerja yang baik dan sesuai aturan hukum yang berlaku, melainkan Waemesse malah mempraktekkan berbagai praktek liar dan illegal seperti yang terjadi saat ini.
Sebagai seorang pejabat, Waemesse yang merangkap sebagai Plt. Sekwan Kabupaten Bursel ini harusnya bisa menjadi panutan yang baik dalam penerapan peraturan hukum yang berlaku di Negara ini dan bukan seenaknya menerapkan kebijakan yang bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku.
Apalagi, Kapolres mengaku bahwa, Asisten I pun pernah menyampaikan kepada dirinya bahwa langkah dan praktek illegal yang dimotori pihaknya dengan menggandeng PT. Rianita Abadi guna memasok belasan ton BBM ilegal itu, lantaran surat permintaan penambahan kuota yang puluhan kali dilayangkan kepada pihak PT. Pertamina tak kunjung dipenuhi.
Pertaminan akan menyetujui permintaan itu, asalkan berbagai syarat yang harus segera dipenuhi dan tak boleh diabaikan begitu saja, terutama berupa data riil kebutuhan masyarakat sehingga permintaan yang dilayangkan ke pihak Pertamina itu tak dipenuhi dan pihak Asisten I pun akhirnya menempuh cara-cara ilegal.
“Menurut Asisten I, Dia sudah bersurat puluhan kali atas nama pemerintah daerah tentang masalah riil kebutuhan masyarakat. Karena kebutuhan masyarakat, saat ini ketika 30 ton masuk dalam 3 hari, langsung habis diambil oleh nelayan. Padahal, kecamatan lain belum dapat dan ini mungkin jadi bahan dari pemerintah daerah, karena mungkin ada mekanisme yang belum bisa terpenuhi sehingga langkah itu diambil oleh pemerintah daerah,” ujarnya.
Untuk diketahui pula, bahwa gerilya dan manufer liar Waemesse inilah yang diduga kuat kemudian membuat pihak kepolisian ‘masuk angin’ dan mulai galau untuk memproses kasus ini hingga tuntas sesuai aturan hukum yang berlaku. Sebab, kasus yang ditangani pihak kepolisian hingga hampir dua bulan ini ternyata jalan di tempat dan sebatas pemeriksaan delapan orang saksi semata.
walau kasus ini sudah lama ditangani, ternyata pihak kepolisian yang sejak awal terkesan setengah hati menangani kasus ini belum juga melayangkan Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan (SPDP) kepada pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Namlea karena ditakutkan akan menjadi hutang kepada pihak kejaksaan yang harus dilunasi dengan tuntasnya kasus ini.
“Kalau dalam tahap sekarang ini masih dalam lidik, belum kita sampaikan SPDP. Belum kita kirim ke kejaksaan. Sebab, kalau kasusnya ini dihentikan, maka tidak ada utang polisi ke kejaksaan,” ucapnya gamblang.
Lebih lanjut dijelaskannya, ada dua opsi pilihan yang kadang-kadang dipakai oleh pihaknya sebagai penagak hukum dalam menentukan sikap. Opsi pertama adalah hukum sebagai panglima dan opsi kedua adalah hukum dikesampingkan demi kepentingan masyarakat.
“Saya sudah sampaikan ke Pak Kapolsek, kalaupun kita mengambil opsi kedua, maka sampaikan kepada pemerintah daerah bahwa harus disalurkan sesuai dengan harga konsumsi masyarakat, jangan sampai kemmudian dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk mencari keuntungan dari situ,” paparnya.
Dikatakannya, opsi kedua akan menjadi pilihan pihaknya jika memang masyarakat sangat membutuhkan dan bisa disejahterakan dengan BBM senilai Rp. 76 juta rupiah itu.
“Tentu saya juga harus menimbang-nimbang, kalau memang masyarakat membutuhkan kenapa tidak. Kita kesampingkan hukum demi kepentingan masyarakat, jadi akan kita serahkan kepada pemerintah daerah. Jadi, BBM-nya akan diberikan kepada masyarakat. Sesuai dengan surat yang kita terima dari Pemda bahwa Pemda telah mengambil kebijakan untuk menyalurkan kepada masyarakat dengan nilai konsumsi masyarakat,” tuturnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, jika nantinya opsi kedua tersebut menjadi pilihannya dan Barang Bukti (BB) BBM itu diserahkan kepada masyarakat, maka pihaknya minta kepada semua komponen untuk mengawal penyaluran tersebut.
“Kalau akhirnya diserahkan ke pemerintah daerah untuk didistribusikan ke masyarakat, maka saya minta pihak-pihak yang terkait untuk mengawal ini. Sebab, nanti kita timbang-timbang proses ini selanjutnya demi kepentingan masyarakat,” ungkapnya.
Kendati memang, dirinya pun mengakui bahwa belum ada penjelasan detail dari pihak Asisten I terkait dengan akan dikemanakan uang hasil penjualan BB BBM ilegal itu nantinya. Apakah, akan mensejahterakan pihak-pihak yang terlibat dalam lingkaran setan proyek BBM Ilegal berkepanjangan itu.
“Tahunya kita, BBM itu disalurkan ke masyarat, soal uang itu soal pemda,” paparnya.
Namun disisi lain, Kapolres pun seakan tak komit dengan jawabannya dan malah memberikan jawaban mengambang terkait maju mundurnya penangnan kasus ini.
“Kalau dihentikan ataukah tidak, nanti kita lihat lagi karena bbm-nya belum kita serahkan kepada pemerintah daerah. Ya nanti kita lihat lagi kedepannya. Lanjut atau tidaknya juga ada aturannya juga,” cetusnya.
Sementara terkait dengan adanya desakan dari pihak Komisi A DPRD Kabupaten Bursel yang mendesak agar polisi dapat memproses kasus ini hingga tuntas. Kapolres mengaku akan selalu siap mempertimbangkan berbagai masukan yang disampaikan demi kepentingan masyarakat.
“Kalau ada tanggapan dari masyakat, ya akan kita lihat lagi komplainnya. Yang penting intinya kita polisi bekerja untuk kepentingan masyarakat. Olehnya itu, kita siap terima saran dan kritik,” ujarnya.
Namun yang pasti, dirinya pun turut mempersalahkan pihak Asisten I yang terkesan jalan sendiri dalam mengambil kebijakan, terutama kebijakan yang semacam ini.
“Kemarin saya sudah sampaikan ke pemerintah daerah, kalau membuat kebijakan maka harusnya disampaikan ke pihak kepolisian, TNI dan masyarakat. Tetapi yang terjadi, malah kita tidak tahu,” ungkapnya. (Ch)