Isu Pencemaran Limbah Pengolahan Emas, Warga Buru Enggan Konsumsi Padi
http://www.beritamalukuonline.com/2013/11/isu-pencemaran-limbah-pengolahan-emas.html
Ambon - Berita Maluku. Hasil panen padi dan palawija petani Pulau Buru saat ini enggan dikonsumsi masyarakat setempat karena ramainya isu pencemaran limbah beracun dari hasil pengolahan emas.
"Yang kita lihat, seluruh hasil panen pada wilayah yang pernah melakukan panen raya dan dihadiri Presiden SBY ternyata saat ini sudah tidak laku dijual," kata anggota F-Demkorat DPRD Maluku, Rabea Moein di Ambon, Rabu (13/11/2013).
Beberapa waktu lalu, Lembaga Pusat Studi Lingkungan Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon pernah melakukan penelitian dan menyampaikan bahwa kalau sudah terjadi pencemaran pada beberapa titik air di sungai Waeapo.
Akibatnya, masyarakat enggan memakan beras yang ada di sana termasuk seluruh hasil palawija di daerah itu.
Rabea mempertanyakan apakah ini sebuah permainan informasi bisnis dan kemudian beras-beras dari luar Pulau Buru pada masuk ke sana.
Saat ini lahan panen makin berkurang, tingkat pengangguran dan kemiskinan makin tinggi.
"Mestinya kita menyikapi persoalan ini bukan hanya dengan melakukan koordinasi tapi harus ada langkah konkrit, lalu timbul pertanyaan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) provinsi selama ini sudah membuat kebijakan apa saja," tegasnya.
Kemudian dari Dinas Kehutaman provinsi sendiri belum menjelaskan persoalan lahan hutan karena sampai sekarang ini belum ada izin resmi, sementara ada informasi kalau lima perusahaan besar, dua diantaranya perusahaan asing yang kononakan mausk sehingga lahan hutan yang menjadi areal tambang ini akan dilelang.
Rabea mengatakan, untuk mengolah emas saja sudah menyebar ratusan tong, sedangkan mesin tromol mencapai jutaan unit yang menggunakan bahan kimia beracun dan berbahaya yang ditempatkan sampai ke kawasan pemukiman warga.
"Saya minta DPRD memanggil Bupati Buru untuk mendengar sejauh mana tingkat pencemaran itu terjadi dan dampaknya bagi kesehatan manusia yang mengkonsumsi pangan di sana," katanya.
Sebab konsep pembangunan Maluku selama ini berbicara tentang program ketahanan pangan, tapi ada yang ditutup-tutupi di Kabupaten Buru sehingga forum ini juga perlu mengundang Unpatti dan Bapedalda, Dishut, dan Dinas Energi Sumberdaya Mineral/ "Bila perlu DPRD membentuk pansus untuk meneliti sejauh mana persoalan yang dihadapi masyarakat di sana," ujar Rabea.
Apalagi sekarang ini penambangan emas yang awalnya berpusat di Gunung Botak justeru telah menyebar ke lokasi baru seperti Gogorea.
Tambang emas banyak meninggalkan persoalan sangat serius, bukan saja sola hutan produksi kini dikonversi menjadi tambang, masalah kerusuhan antarpenambang, saling bantai dan pencurian atau perampokan saja, tapi muncul juga masalah ekonomi.
"Dana yang keluar dari Gunung Botak sudah triliunan rupiah tapi apa daya masyarakat di sana sudah tidak mampu lagi membiayai hidup mereka karena melambungnya harga makanan dan barang," katanya. (ant/bm 10)
"Yang kita lihat, seluruh hasil panen pada wilayah yang pernah melakukan panen raya dan dihadiri Presiden SBY ternyata saat ini sudah tidak laku dijual," kata anggota F-Demkorat DPRD Maluku, Rabea Moein di Ambon, Rabu (13/11/2013).
Beberapa waktu lalu, Lembaga Pusat Studi Lingkungan Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon pernah melakukan penelitian dan menyampaikan bahwa kalau sudah terjadi pencemaran pada beberapa titik air di sungai Waeapo.
Akibatnya, masyarakat enggan memakan beras yang ada di sana termasuk seluruh hasil palawija di daerah itu.
Rabea mempertanyakan apakah ini sebuah permainan informasi bisnis dan kemudian beras-beras dari luar Pulau Buru pada masuk ke sana.
Saat ini lahan panen makin berkurang, tingkat pengangguran dan kemiskinan makin tinggi.
"Mestinya kita menyikapi persoalan ini bukan hanya dengan melakukan koordinasi tapi harus ada langkah konkrit, lalu timbul pertanyaan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) provinsi selama ini sudah membuat kebijakan apa saja," tegasnya.
Kemudian dari Dinas Kehutaman provinsi sendiri belum menjelaskan persoalan lahan hutan karena sampai sekarang ini belum ada izin resmi, sementara ada informasi kalau lima perusahaan besar, dua diantaranya perusahaan asing yang kononakan mausk sehingga lahan hutan yang menjadi areal tambang ini akan dilelang.
Rabea mengatakan, untuk mengolah emas saja sudah menyebar ratusan tong, sedangkan mesin tromol mencapai jutaan unit yang menggunakan bahan kimia beracun dan berbahaya yang ditempatkan sampai ke kawasan pemukiman warga.
"Saya minta DPRD memanggil Bupati Buru untuk mendengar sejauh mana tingkat pencemaran itu terjadi dan dampaknya bagi kesehatan manusia yang mengkonsumsi pangan di sana," katanya.
Sebab konsep pembangunan Maluku selama ini berbicara tentang program ketahanan pangan, tapi ada yang ditutup-tutupi di Kabupaten Buru sehingga forum ini juga perlu mengundang Unpatti dan Bapedalda, Dishut, dan Dinas Energi Sumberdaya Mineral/ "Bila perlu DPRD membentuk pansus untuk meneliti sejauh mana persoalan yang dihadapi masyarakat di sana," ujar Rabea.
Apalagi sekarang ini penambangan emas yang awalnya berpusat di Gunung Botak justeru telah menyebar ke lokasi baru seperti Gogorea.
Tambang emas banyak meninggalkan persoalan sangat serius, bukan saja sola hutan produksi kini dikonversi menjadi tambang, masalah kerusuhan antarpenambang, saling bantai dan pencurian atau perampokan saja, tapi muncul juga masalah ekonomi.
"Dana yang keluar dari Gunung Botak sudah triliunan rupiah tapi apa daya masyarakat di sana sudah tidak mampu lagi membiayai hidup mereka karena melambungnya harga makanan dan barang," katanya. (ant/bm 10)