Terkait Kematian dr Efendy, Perlu Ada Rekomendasi Hukum Untuk Tunut RSUD
http://www.beritamalukuonline.com/2013/10/terkait-kematian-dr-efendy-perlu-ada.html
Ambon - Berita Maluku. Panitia khusus (Pansus) kesehatan DPRD Maluku diminta mengeluarkan rekomendasi hukum untuk menuntut manajemen RSUD dr M Haulussy Ambon terkait kematian dr Efendy Hasanussi.
"Saya kira perlu ada semacam langkah hukum kepada pihak RSUD agar tidak mengulangi kesalahan lagi terhadap pasien, terutama masyarakat kurang mampu," kata salah satu anggota pansus Ayu Hindun Hasanussi di Ambon, Rabu (23/10/2013).
Penegasan Ayu Hindun disampaikan dalam rapat perdana pansus kesehatan dengan direktur RSUD Haulussy, dr Ananta dan Ketua Komite Medik RSUD setempat dr Yusuf Huningkor di ruang paripurna DPRD Maluku.
Terdapat sejumlah kesalahan prosedur dan pelayanan medik yang dilakukan pihak RSUD sehingga penanganan terhadap almarhum dr. Efendy Hasanussy dalam Bulan Mei 2013 tidak efektif dan pasien ini akhirnya meninggal dunia di RSCM Jakarta.
"Kami hanya menyampaikan fakta dan kebenaran dengan harapan kasus yang dialami almarhum agar tidak terulang kepada pasien lain yang tergolong miskin, meski mereka sudah mengantongi kartu jamkesda atau jamkesmas," katanya.
Awal masuk ke RSUD Haulussy, pihak keluarga sendiri yang berinisiasi menjemput dokter ahli jantung untuk memberikan pelayanan, kemudian untuk memakai mobil ambulans mengatarkan pasien ke bandara harus dibayar terlebih dahulu.
Ayu Hindun juga mengaku bingung dengan kebijakan dr. Bertha yang mengizinkan pasien dirujuk ke RSCM, padahal seorang pasien penderita jantung dan syaraf dalam kondisi kritis tidak boleh bepergian kemana-mana, dan minimal lima sampai tujuh hari setelah kondisi stabil baru boleh dirujuk.
Sesampainya di RSCM Jakarta, pasien justeru diterlantarkan dari pagi hingga sore hari dan akhirnya meninggal dunia, dan itu disebabkan tidak adanya koordinasi antara manejemen RSUD Haulusi dengan pihak RSCM.
"Korban dikirim ke Jakarta tanpa ada tim dokter RSUD seperti kasus dr. Ananias yang pernah ditangani secara cepat oleh manajemen terdahulu yang membentuk tim dokter dan mencarter pesawat Rp200 juta," tandas Ayu Hindun.
Ketua Komite Medik RSUD Haulussy, dr. Yusuf Huningkor mengatakan, sejak dahulu tidak ada yang namanya pembentukan tim khusus dari para dokter dan medis untuk menangani pasien saat dirujuk ke daerah lain.
Selanjutnya dr. Zulkarnaen yang merupakan spesialis ahli jantung yang dipercayakan menangani almarhum dr. Efendi saat itu serta didampingi dr. Bertha, sehingga kewenangan merujuk seorang pasien ada di tangannya dan dokter lain tidak bisa mengintervensi, termasuk direktur RSUD itu sendiri.
"Mengenai penanganan dr. Ananias yang merupakan ahli anastesi saat itu yang bersangkutan tidak memiliki keuarga di Ambon dan dia hadir saat konflik Maluku sedang berkecamuk," katanya.
Sehingga dr. Yusuf mengumpulkan beberapa dokter ahli lainnya mengumpulkan uang dan mencarter pesawat untuk membawanya ke Jakarta, karena saat itu ada perusahaan penerbangan yang bersedia masuk Bandara Internasional Pattimura tapi bayaran yang diminta sebesar Rp200 juta. (ant/bm 10)
"Saya kira perlu ada semacam langkah hukum kepada pihak RSUD agar tidak mengulangi kesalahan lagi terhadap pasien, terutama masyarakat kurang mampu," kata salah satu anggota pansus Ayu Hindun Hasanussi di Ambon, Rabu (23/10/2013).
Penegasan Ayu Hindun disampaikan dalam rapat perdana pansus kesehatan dengan direktur RSUD Haulussy, dr Ananta dan Ketua Komite Medik RSUD setempat dr Yusuf Huningkor di ruang paripurna DPRD Maluku.
Terdapat sejumlah kesalahan prosedur dan pelayanan medik yang dilakukan pihak RSUD sehingga penanganan terhadap almarhum dr. Efendy Hasanussy dalam Bulan Mei 2013 tidak efektif dan pasien ini akhirnya meninggal dunia di RSCM Jakarta.
"Kami hanya menyampaikan fakta dan kebenaran dengan harapan kasus yang dialami almarhum agar tidak terulang kepada pasien lain yang tergolong miskin, meski mereka sudah mengantongi kartu jamkesda atau jamkesmas," katanya.
Awal masuk ke RSUD Haulussy, pihak keluarga sendiri yang berinisiasi menjemput dokter ahli jantung untuk memberikan pelayanan, kemudian untuk memakai mobil ambulans mengatarkan pasien ke bandara harus dibayar terlebih dahulu.
Ayu Hindun juga mengaku bingung dengan kebijakan dr. Bertha yang mengizinkan pasien dirujuk ke RSCM, padahal seorang pasien penderita jantung dan syaraf dalam kondisi kritis tidak boleh bepergian kemana-mana, dan minimal lima sampai tujuh hari setelah kondisi stabil baru boleh dirujuk.
Sesampainya di RSCM Jakarta, pasien justeru diterlantarkan dari pagi hingga sore hari dan akhirnya meninggal dunia, dan itu disebabkan tidak adanya koordinasi antara manejemen RSUD Haulusi dengan pihak RSCM.
"Korban dikirim ke Jakarta tanpa ada tim dokter RSUD seperti kasus dr. Ananias yang pernah ditangani secara cepat oleh manajemen terdahulu yang membentuk tim dokter dan mencarter pesawat Rp200 juta," tandas Ayu Hindun.
Ketua Komite Medik RSUD Haulussy, dr. Yusuf Huningkor mengatakan, sejak dahulu tidak ada yang namanya pembentukan tim khusus dari para dokter dan medis untuk menangani pasien saat dirujuk ke daerah lain.
Selanjutnya dr. Zulkarnaen yang merupakan spesialis ahli jantung yang dipercayakan menangani almarhum dr. Efendi saat itu serta didampingi dr. Bertha, sehingga kewenangan merujuk seorang pasien ada di tangannya dan dokter lain tidak bisa mengintervensi, termasuk direktur RSUD itu sendiri.
"Mengenai penanganan dr. Ananias yang merupakan ahli anastesi saat itu yang bersangkutan tidak memiliki keuarga di Ambon dan dia hadir saat konflik Maluku sedang berkecamuk," katanya.
Sehingga dr. Yusuf mengumpulkan beberapa dokter ahli lainnya mengumpulkan uang dan mencarter pesawat untuk membawanya ke Jakarta, karena saat itu ada perusahaan penerbangan yang bersedia masuk Bandara Internasional Pattimura tapi bayaran yang diminta sebesar Rp200 juta. (ant/bm 10)