Alatubir Ingatkan Legislator Maluku Jangan "Asbun" Soal Perkebunan Tebu
http://www.beritamalukuonline.com/2013/10/alatubir-ingatkan-legislator-maluku.html
Ambon - Berita Maluku. Legislator Maluku, Max Pentury jangan hanya memberikan pernyataan terkesan "asbun" soal perkebunan tebu di Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku.
"Kami minta Ketua Komisi B DPRD Maluku, Max Pentury kalau belum meninjau ke Kepulauan Aru, jangan memberikan pernyataan di belakang meja saja," kata perwakilan pemilik lahan yang akan dimanfaatkan untuk perkebunan tebu, Siprianus Alatubir, di Ambon, Sabtu.
Pernyataan Max, katanya, tidak sesuai dengan kenyataan yang diproses Konsorsium Menara Grup di Kepulauan Aru dengan melibatkan para pemilik lahan sebagai pemegang hak ulayat.
"Rasanya tidak ada pemegang hak ulayat yang keberatan dengan investasi tersebut karena kehadiran perkebunan tebu strategis untuk pengembangan perekonomian Kabupaten Kepulauan Aru maupun Maluku secara umum," ujar Siprianus.
Dia memastikan, segelintir orang yang sebenarnya bukan pemilik hak ulayat yang mengatasnamakan masyarakat Kepulauan Aru menolak kehadiran Konsorsium Menara Grup.
Begitu pun sejumlah LSM maupun komponen bangsa lainnya yang diindikasikan dimanfaatkan saingan bisnis Konsorsium Menara Grup menolak pengembangan perkebunan tebu di sana.
"Kami terlibat dalam sosialisasi - survei - pengambilan sampel tanah. Berdasarkan foto satelit lahan yang disurvei baru 203.000 hektare di kecamatan Aru Selatan meliputi 22 dari 31 desa di sana," kata Siprianus.
Lahan 203.000 hektare itu pun belum diketahui kelayakan hasil sampelnya karena masih diuji di Jakarta dengan melibatkan ahli di bidangnya.
Selain itu, pengembangan usaha perkebunan tebu pun memperhatikan status kawasan hutan yang tidak mungkin merusak hutan lindung maupun lainnya yang diatur ketentuan perundang - undangan.
"Tidak mungkin Kementerian Kehutanan menerbitkan izin prinsip dengan mengabaikan kelestarian lingkungan maupun fungsi - fungsi hutan di Kepulauan Aru," kata Siprianus.
Sementara pemilik lahan lainnya, Jefry Thomas Leplepen, menyambut baik investasi perkebunan tebu di areal hak ulayatnya karena strategis untuk pengembangan perekonomian di Kepulauan Aru.
"Kabupaten Kepulauan Aru pengembangan pembangunan saat ini hanya mengandalkan dana alokasi umum maupun khusus serta bagi hasil sehingga dengan rencana investasi puluhan triliuan rupiah itu strategis untuk berbagai sektor," ujarnya.
Karena itu, Jefry, Siprianus dan perwakilan pemilik hak ulayat lainnya yakni marga Benamen, Pitkaem, Fehensian, Apalem, Boger dan Karatem berangkat ke Jakarta, Sabtu, dalam rangka memberikan dukungan kepada Konsorsium Menara Grup mengembangkan perkebunan tebu di kecamatan Aru Selatan, Kabupaten Kepulauan Aru.
Sebelumnya, Ketua Komisi B DPRD Maluku, Max Pentury menyatakan, pihaknya akan mengupayakan pencabutan izin pembukaan lahan perkebunan tebu seluas 600 ribu hektare di Kabupaten Kepulauan Aru oleh Konsorsium Menara Group.
"Proses penerbitan izin dari Pemkab Kepulauan Aru itu menyalahi mekanisme undang-undang sehingga harus dicabut," katanya.
Dalam menerbitkan sebuah izin pembukaan lahan untuk perkebunan ini, harus ditempuh 15 langkah yang sudah ditetapkan pemerintah lewat mekanisme yang ada, namun Pemkab Kepulauan Aru ketika berada di bawah kekuasaan mantan Bupati Teddy Tengko telah mengambil jalan pintas untuk menerbitkan izin kepada Konsorsium Menara Group.
Izin tersebut diperkuat lagi dengan SK Gubernur Maluku yang membuat pihak investor berani menurunkan timnya untuk melakukan survei lahan milik warga di Kabupaten Kepulauan Aru.
Max mengatakan, dari aspek penerbitan izin saja sudah terjadi kesalahan prosedur dan belum lagi melihat aspek pendukung lainnya seperti masalah kesediaan masyarakat yang menerima kehadiran investor atau tidak, sampai persoalan izin lingkungan dan masalah azas manfaat bagi kesejahteraan warga.
"Saya kira masyarakat di sana juga sudah memberikan reaksi sangat keras untuk menolak kehadiran investor selama ini sehingga Pemprov Maluku harus mendesak Pemkab Kepulauan Aru mencabut kembali izin perkebunan yang telah dikeluarkan," katanya.
Untuk itu komisi B ikut memberikan dukungan penuh kepada masyarakat setempat yang terus melakukan perlawanan guna menolak kehadiran PT. Menara Group bersama sejumlah rekan bisnis lainnya untuk membuka perkebunan tebu.
"Kalau pemerintah kabupaten tidak segera mencabut Izin Usaha Perkebunan (IUP) bagi Konsorsium Menara Group beranggotakan 28 perusahaan, maka Komisi B akan mencari solusi lewat cara-cara hukum bersama masyarakat Kepulauan Aru untuk mencabut izin dimaksud," ujar Max Pentury. (ant/bm 10)
"Kami minta Ketua Komisi B DPRD Maluku, Max Pentury kalau belum meninjau ke Kepulauan Aru, jangan memberikan pernyataan di belakang meja saja," kata perwakilan pemilik lahan yang akan dimanfaatkan untuk perkebunan tebu, Siprianus Alatubir, di Ambon, Sabtu.
Pernyataan Max, katanya, tidak sesuai dengan kenyataan yang diproses Konsorsium Menara Grup di Kepulauan Aru dengan melibatkan para pemilik lahan sebagai pemegang hak ulayat.
"Rasanya tidak ada pemegang hak ulayat yang keberatan dengan investasi tersebut karena kehadiran perkebunan tebu strategis untuk pengembangan perekonomian Kabupaten Kepulauan Aru maupun Maluku secara umum," ujar Siprianus.
Dia memastikan, segelintir orang yang sebenarnya bukan pemilik hak ulayat yang mengatasnamakan masyarakat Kepulauan Aru menolak kehadiran Konsorsium Menara Grup.
Begitu pun sejumlah LSM maupun komponen bangsa lainnya yang diindikasikan dimanfaatkan saingan bisnis Konsorsium Menara Grup menolak pengembangan perkebunan tebu di sana.
"Kami terlibat dalam sosialisasi - survei - pengambilan sampel tanah. Berdasarkan foto satelit lahan yang disurvei baru 203.000 hektare di kecamatan Aru Selatan meliputi 22 dari 31 desa di sana," kata Siprianus.
Lahan 203.000 hektare itu pun belum diketahui kelayakan hasil sampelnya karena masih diuji di Jakarta dengan melibatkan ahli di bidangnya.
Selain itu, pengembangan usaha perkebunan tebu pun memperhatikan status kawasan hutan yang tidak mungkin merusak hutan lindung maupun lainnya yang diatur ketentuan perundang - undangan.
"Tidak mungkin Kementerian Kehutanan menerbitkan izin prinsip dengan mengabaikan kelestarian lingkungan maupun fungsi - fungsi hutan di Kepulauan Aru," kata Siprianus.
Sementara pemilik lahan lainnya, Jefry Thomas Leplepen, menyambut baik investasi perkebunan tebu di areal hak ulayatnya karena strategis untuk pengembangan perekonomian di Kepulauan Aru.
"Kabupaten Kepulauan Aru pengembangan pembangunan saat ini hanya mengandalkan dana alokasi umum maupun khusus serta bagi hasil sehingga dengan rencana investasi puluhan triliuan rupiah itu strategis untuk berbagai sektor," ujarnya.
Karena itu, Jefry, Siprianus dan perwakilan pemilik hak ulayat lainnya yakni marga Benamen, Pitkaem, Fehensian, Apalem, Boger dan Karatem berangkat ke Jakarta, Sabtu, dalam rangka memberikan dukungan kepada Konsorsium Menara Grup mengembangkan perkebunan tebu di kecamatan Aru Selatan, Kabupaten Kepulauan Aru.
Sebelumnya, Ketua Komisi B DPRD Maluku, Max Pentury menyatakan, pihaknya akan mengupayakan pencabutan izin pembukaan lahan perkebunan tebu seluas 600 ribu hektare di Kabupaten Kepulauan Aru oleh Konsorsium Menara Group.
"Proses penerbitan izin dari Pemkab Kepulauan Aru itu menyalahi mekanisme undang-undang sehingga harus dicabut," katanya.
Dalam menerbitkan sebuah izin pembukaan lahan untuk perkebunan ini, harus ditempuh 15 langkah yang sudah ditetapkan pemerintah lewat mekanisme yang ada, namun Pemkab Kepulauan Aru ketika berada di bawah kekuasaan mantan Bupati Teddy Tengko telah mengambil jalan pintas untuk menerbitkan izin kepada Konsorsium Menara Group.
Izin tersebut diperkuat lagi dengan SK Gubernur Maluku yang membuat pihak investor berani menurunkan timnya untuk melakukan survei lahan milik warga di Kabupaten Kepulauan Aru.
Max mengatakan, dari aspek penerbitan izin saja sudah terjadi kesalahan prosedur dan belum lagi melihat aspek pendukung lainnya seperti masalah kesediaan masyarakat yang menerima kehadiran investor atau tidak, sampai persoalan izin lingkungan dan masalah azas manfaat bagi kesejahteraan warga.
"Saya kira masyarakat di sana juga sudah memberikan reaksi sangat keras untuk menolak kehadiran investor selama ini sehingga Pemprov Maluku harus mendesak Pemkab Kepulauan Aru mencabut kembali izin perkebunan yang telah dikeluarkan," katanya.
Untuk itu komisi B ikut memberikan dukungan penuh kepada masyarakat setempat yang terus melakukan perlawanan guna menolak kehadiran PT. Menara Group bersama sejumlah rekan bisnis lainnya untuk membuka perkebunan tebu.
"Kalau pemerintah kabupaten tidak segera mencabut Izin Usaha Perkebunan (IUP) bagi Konsorsium Menara Group beranggotakan 28 perusahaan, maka Komisi B akan mencari solusi lewat cara-cara hukum bersama masyarakat Kepulauan Aru untuk mencabut izin dimaksud," ujar Max Pentury. (ant/bm 10)