’’Menara Kasih’’ dan Doktor Honoris Causa Milik Ralahalu
http://www.beritamalukuonline.com/2013/08/menara-kasih-dan-doktor-honoris-causa.html
PADA 15 September 2013, genap sudah Gubernur Karel Albert Ralahalu memimpin Maluku selama sepuluh tahun atau dua periode pemerintahan, 2003-2008 dan 2008-2013.
Selama berkuasa di ’’Imperium Mangga Dua’’ banyak suka dan duka yang dilalui mantan manajer PT Freeport ini (2001-2003) ini.
Dalam bingkai pengabdian itu, jenderal humanis nan bersahaja ini tetap tegar menghadapi berbagai cobaan, rintangan tugas, kritikan-kritikan, maupun aksi-aksi protes atas kebijakan populisnya membangun Maluku dari ’puing-puing kehancuran’. Tatkala melaksanakan tugas, sosok ini memang jarang menebar senyum lepas. Hanya sesekali senyum tipis mengembang dari bibirnya.
Tapi di hatinya acap kali mengalir kasih sayang tulus seorang ayah kepada anak-anaknya dan pengabdian total seorang pemimpin kepada rakyatnya yang masih termarjinal karena kemiskinan sistemik dan struktural. Dalam kurun satu dasawarsa itu, banyak ’’Menara Kasih’’ yang telah dibangun dan dipatrikan Putra Alang, Leihitu Barat Ambon ini di sanubari rakyatnya.
Selama itu pula Ia tampil sebagai ’suluh’ dan gembala bagi domba-dombanya yang selama hampir 60 tahun mendambakan hadirnya sosok pemimpin yang mau turun langsung menjadi pelayan serta pemimpin yang datang mendengar langsung keluh kesah sekaligus mengobati duka lara rakyatnya atas ketidakadilan pembangunan di masa Orde Lama (1945-1967), Orde Baru (1968-1998) maupun di zaman reformasi (1998 hingga saat ini).
Sebagai seorang serdadu, gelar ’’BINTANG MAHA PUTRA UTAMA’’ yang dianugerahi Pemerintah Republik Indonesia (RI) pada 2009 menjadi sesuatu yang lumrah karena totalitas pengabdiannya di medan tempur maupun bergulat dalam peracikan strategi tempur. Namun, tak dinyana, lulusan AKABRI 1972 ini pun punya segudang prestasi di jalur manajemen.
Penataan birokrasi, yang sempat terkooptasi dan terkontaminasi atmosfer politik selama konflik sosial melanda Maluku (1999-2004), agar professional dan akuntabel (dapat dipertanggungjawabkan dari aspek kualitas, kualifikasi, dan loyalitas kepada khalayak), ikut melapangkan jalan pria kelahiran 6 Januari 1946 itu untuk memperoleh banyak penghargaan, baik dari Pemerintah RI maupun pemerintah Negara asing.
Ternyata lulusan Seskoad 1988 ini bukan hanya jago tembak dan jago pasang strategi tempur. Ia juga mahir membangun iklim birokrasi yang luwes dan disesuaikan dengan kebutuhan membangun Maluku yang damai, religius, bermartabat, berkeadaban, toleran, dan berbudaya ketika PDI Perjuangan sukses mengajaknya pulang membangun Negeri Leluhur: Maluku Tanah Pusaka.
Itu pula yang menjadi referensi utama dua universitas asal Amerika Serikat (AS), yakni Nothern California Global University (NCGU) dan Western Kanedy University (WKU) menganugerahi ’’HONORARY DOCTOR IN MANAGEMENT’’ kepada ayah dari Imanuela, Ester Marlin, Victor dan Grace Permatasari ini.
Dua gelar yang melengkapi etalase lemari penghargaan itu tak membuat sosok pemberani dan penyayang ini jumawa, sombong dan membangun ’’Menara Gading’’ kelaliman. Justru seluruh anugerah itu menjadi ukup-ukupan berharga bagi dirinya untuk menabur benih-benih kasih sayang bagi rakyat Maluku yang hidup terpencar di pulau-pulau kecil, pulau-pulau terisolir, pulau-pulau terluar dan wilayah-wilayah yang berbatasan langsung dengan dua Negara tetangga, Timor Leste dan Australia.
Di tengah ganasnya ombak-ombak kepulauan Maluku, jenderal purnawirawan TNI-AD dengan satu bintang di pundak ini tetap berkarya bagi negerinya. Meski kelak harus legowo ’’lengser keprabon’’ atau turun tahta, lulusan Lemhanas 2008 ini tetap punya visi dan misi orientatif membangun Maluku.
Dalam desahan nafas dan doanya, dia berharap suksesor dirinya saat pemilihan kepala daerah (pilkada) Maluku putaran kedua nanti akan tulus dan loyal meneruskan jejak-jejak rekamnya, melayani tanpa pamrih meski diterjang ganasnya gelombang pulau-pulau ’’Negeri Seribu Pulau’’.
Dalam konteks ini, tak perlu kita menjadi guru besar, tapi karya-karya besar kita menjadi karya agung yang memanusiakan manusia dan memancarkan roh kebermaknaan hidup bagi ALLAH di Sorga maupun sesama. Semper fidelia Ralahalu..! (RONY SAMLOY)
Selama berkuasa di ’’Imperium Mangga Dua’’ banyak suka dan duka yang dilalui mantan manajer PT Freeport ini (2001-2003) ini.
Dalam bingkai pengabdian itu, jenderal humanis nan bersahaja ini tetap tegar menghadapi berbagai cobaan, rintangan tugas, kritikan-kritikan, maupun aksi-aksi protes atas kebijakan populisnya membangun Maluku dari ’puing-puing kehancuran’. Tatkala melaksanakan tugas, sosok ini memang jarang menebar senyum lepas. Hanya sesekali senyum tipis mengembang dari bibirnya.
Tapi di hatinya acap kali mengalir kasih sayang tulus seorang ayah kepada anak-anaknya dan pengabdian total seorang pemimpin kepada rakyatnya yang masih termarjinal karena kemiskinan sistemik dan struktural. Dalam kurun satu dasawarsa itu, banyak ’’Menara Kasih’’ yang telah dibangun dan dipatrikan Putra Alang, Leihitu Barat Ambon ini di sanubari rakyatnya.
Selama itu pula Ia tampil sebagai ’suluh’ dan gembala bagi domba-dombanya yang selama hampir 60 tahun mendambakan hadirnya sosok pemimpin yang mau turun langsung menjadi pelayan serta pemimpin yang datang mendengar langsung keluh kesah sekaligus mengobati duka lara rakyatnya atas ketidakadilan pembangunan di masa Orde Lama (1945-1967), Orde Baru (1968-1998) maupun di zaman reformasi (1998 hingga saat ini).
Sebagai seorang serdadu, gelar ’’BINTANG MAHA PUTRA UTAMA’’ yang dianugerahi Pemerintah Republik Indonesia (RI) pada 2009 menjadi sesuatu yang lumrah karena totalitas pengabdiannya di medan tempur maupun bergulat dalam peracikan strategi tempur. Namun, tak dinyana, lulusan AKABRI 1972 ini pun punya segudang prestasi di jalur manajemen.
Penataan birokrasi, yang sempat terkooptasi dan terkontaminasi atmosfer politik selama konflik sosial melanda Maluku (1999-2004), agar professional dan akuntabel (dapat dipertanggungjawabkan dari aspek kualitas, kualifikasi, dan loyalitas kepada khalayak), ikut melapangkan jalan pria kelahiran 6 Januari 1946 itu untuk memperoleh banyak penghargaan, baik dari Pemerintah RI maupun pemerintah Negara asing.
Ternyata lulusan Seskoad 1988 ini bukan hanya jago tembak dan jago pasang strategi tempur. Ia juga mahir membangun iklim birokrasi yang luwes dan disesuaikan dengan kebutuhan membangun Maluku yang damai, religius, bermartabat, berkeadaban, toleran, dan berbudaya ketika PDI Perjuangan sukses mengajaknya pulang membangun Negeri Leluhur: Maluku Tanah Pusaka.
Itu pula yang menjadi referensi utama dua universitas asal Amerika Serikat (AS), yakni Nothern California Global University (NCGU) dan Western Kanedy University (WKU) menganugerahi ’’HONORARY DOCTOR IN MANAGEMENT’’ kepada ayah dari Imanuela, Ester Marlin, Victor dan Grace Permatasari ini.
Dua gelar yang melengkapi etalase lemari penghargaan itu tak membuat sosok pemberani dan penyayang ini jumawa, sombong dan membangun ’’Menara Gading’’ kelaliman. Justru seluruh anugerah itu menjadi ukup-ukupan berharga bagi dirinya untuk menabur benih-benih kasih sayang bagi rakyat Maluku yang hidup terpencar di pulau-pulau kecil, pulau-pulau terisolir, pulau-pulau terluar dan wilayah-wilayah yang berbatasan langsung dengan dua Negara tetangga, Timor Leste dan Australia.
Di tengah ganasnya ombak-ombak kepulauan Maluku, jenderal purnawirawan TNI-AD dengan satu bintang di pundak ini tetap berkarya bagi negerinya. Meski kelak harus legowo ’’lengser keprabon’’ atau turun tahta, lulusan Lemhanas 2008 ini tetap punya visi dan misi orientatif membangun Maluku.
Dalam desahan nafas dan doanya, dia berharap suksesor dirinya saat pemilihan kepala daerah (pilkada) Maluku putaran kedua nanti akan tulus dan loyal meneruskan jejak-jejak rekamnya, melayani tanpa pamrih meski diterjang ganasnya gelombang pulau-pulau ’’Negeri Seribu Pulau’’.
Dalam konteks ini, tak perlu kita menjadi guru besar, tapi karya-karya besar kita menjadi karya agung yang memanusiakan manusia dan memancarkan roh kebermaknaan hidup bagi ALLAH di Sorga maupun sesama. Semper fidelia Ralahalu..! (RONY SAMLOY)