Komentar-Komentar Miring Soal Pindah Ibu Kota Maluku Terkesan Emosional, Politis dan Kurang Intelek
http://www.beritamalukuonline.com/2013/08/komentar-komentar-miring-soal-pindah.html
Ulahayanan: ’’Ralahalu Itu Sudah Populer di Hati Rakyat Maluku’’
AMBON - BERITA MALUKU. Komentar-komentar negative di balik pencanangan pemindahan ibu kota Maluku dari Kota Ambon ke Makariki, Seram, Maluku Tengah, dinilai lebih bersifat emosional, penuh dendam politik, dan kurang intelek.
’’Semua komentar penolakan (pemindahan ibu kota Maluku) tak disertai solusi, minimal ada tawaran konsep inovatif. Lucunya, komentar-komentar itu lebih banyak datang dari kalangan akademisi,’’ sanggah mantan Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi (Infokom) Maluku Lies Ulahayanan kepada media ini di Ambon, Jumat, 30 Agustus 2013.
Lebih jauh mantan Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) Sekretariat Provinsi Maluku ini menilai komentar-komentar miring terhadap ide Gubernur Karel Albert Ralahalu itu terkesan emosional, bermuatan politik, dan sangat dangkal pemahaman intelektualitasnya.
’’Saya lebih setuju dengan komentar salah satu akademisi yang menawarkan konsep Maritime Highway sebagai alternative mengatasi kepadatan penduduk di Kota Ambon. Konsep ini sangat brilian dan patut diapresiasi, bukan seperti komentar para pakar lain yang tak punya kerangka pikir yang visioner dan urgensif, hanya main sikat saja di Koran,’’ tandasnya.
Ulahayanan menyatakan sosok Ralahalu sudah popular di hati seluruh rakyat Maluku selama putra Alang, Malteng, ini memimpin Maluku selama dua periode, yakni 2003/2008 dan 2008/2013.
’’Wacana pemindahan ibu kota (Maluku) itu sudah lama, namun baru dicanangkan Pak Ralahalu saat ini. Pak Ralahalu itu sudah popular di hati rakyat Maluku, jadi komentar bahwa melalui ide pemindahan ibu kota Pak Ralahalu cari popularitas, sangat tidak berdasar dan tendensius,’’ ulasnya.
Ulahayanan menilai masyarakat Maluku, terutama elite politik dan akademisi belum punya visi jelas untuk memberikan komentar soal ide pemindahan ibu kota Maluku.
’’Kalau alasan penolakan hanya karena dewan belum keluarkan rekomendasi, itu bukan komentar yang berbobot, tak laku dikonsumsi publik. Harusnya memberikan komentar itu sifatnya menyeluruh (holistik), bukan parsial (sepotong-sepotong), dan hanya mau menghakimi orang. Paradigma dan mind set masyarakat Maluku mesti diubah, sehingga tidak berpikir sempit, primordial, dan hanya melihat persoalan dari kebutuhan dan kepentingan rakyat untuk saat ini,’’ paparnya. (bm 01)
AMBON - BERITA MALUKU. Komentar-komentar negative di balik pencanangan pemindahan ibu kota Maluku dari Kota Ambon ke Makariki, Seram, Maluku Tengah, dinilai lebih bersifat emosional, penuh dendam politik, dan kurang intelek.
’’Semua komentar penolakan (pemindahan ibu kota Maluku) tak disertai solusi, minimal ada tawaran konsep inovatif. Lucunya, komentar-komentar itu lebih banyak datang dari kalangan akademisi,’’ sanggah mantan Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi (Infokom) Maluku Lies Ulahayanan kepada media ini di Ambon, Jumat, 30 Agustus 2013.
Lebih jauh mantan Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) Sekretariat Provinsi Maluku ini menilai komentar-komentar miring terhadap ide Gubernur Karel Albert Ralahalu itu terkesan emosional, bermuatan politik, dan sangat dangkal pemahaman intelektualitasnya.
’’Saya lebih setuju dengan komentar salah satu akademisi yang menawarkan konsep Maritime Highway sebagai alternative mengatasi kepadatan penduduk di Kota Ambon. Konsep ini sangat brilian dan patut diapresiasi, bukan seperti komentar para pakar lain yang tak punya kerangka pikir yang visioner dan urgensif, hanya main sikat saja di Koran,’’ tandasnya.
Ulahayanan menyatakan sosok Ralahalu sudah popular di hati seluruh rakyat Maluku selama putra Alang, Malteng, ini memimpin Maluku selama dua periode, yakni 2003/2008 dan 2008/2013.
’’Wacana pemindahan ibu kota (Maluku) itu sudah lama, namun baru dicanangkan Pak Ralahalu saat ini. Pak Ralahalu itu sudah popular di hati rakyat Maluku, jadi komentar bahwa melalui ide pemindahan ibu kota Pak Ralahalu cari popularitas, sangat tidak berdasar dan tendensius,’’ ulasnya.
Ulahayanan menilai masyarakat Maluku, terutama elite politik dan akademisi belum punya visi jelas untuk memberikan komentar soal ide pemindahan ibu kota Maluku.
’’Kalau alasan penolakan hanya karena dewan belum keluarkan rekomendasi, itu bukan komentar yang berbobot, tak laku dikonsumsi publik. Harusnya memberikan komentar itu sifatnya menyeluruh (holistik), bukan parsial (sepotong-sepotong), dan hanya mau menghakimi orang. Paradigma dan mind set masyarakat Maluku mesti diubah, sehingga tidak berpikir sempit, primordial, dan hanya melihat persoalan dari kebutuhan dan kepentingan rakyat untuk saat ini,’’ paparnya. (bm 01)