Indikasi Korupsi Dalam Pilkada Maluku: KPU MALUKU DILAPORKAN KE KEJAKSAAN | Berita Maluku Online | Berita Terkini Dari Maluku Berita Maluku Online
Loading...

Indikasi Korupsi Dalam Pilkada Maluku: KPU MALUKU DILAPORKAN KE KEJAKSAAN

AMBON - BERITA MALUKU. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Maluku, Senin siang (8/7) dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi setempat oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil, terkait dugaan korupsi dalam Pilkada Maluku yang berlangsung pada 11 Juni lalu.

Organsasi masyarakat yang terdiri dari Kelompok Studi Masyarakat Maluku (KSMM), Perkumpulan Anak Adat Pulau Ambon (PAPA), Forum Maluku Damai (Formadai), Gerakan Muda Merah Putih (GMMP) dan Muloccas Democration watch (MDW) melaporkan indikasi penggelembungan pencetakan surat suara yang dilakukan KPU Maluku.

Koodinator MDW, M. IKsan Tualeka, di hadapan Kajati Maluku, Anton Hutabarat, mengatakan, pemilih terdaftar dalam pemilihan umum gubernur dan wakil gubernur di daerah itu berjumlah 1.186.603 orang. Berdasarkan ketentuan pasal 87 ayat 1 UU nomor 12 tahun 2008 Tentang Perubahan Atas UU nomor 32 tahun 2004, maka surat suara yang mestinya dicetak sesuai Daftar Pemilih Tetap (DPT) ditambah 2,5 persennya berjumlah 1.216.268 lembar. Rinciannya, 1.186.603 ditambah 2,5 persen atau 29.665.

“Kenyataannya, sesuai dokumen lelang yang sudah diadendum, KPU Maluku mencetak surat suara sebanyak 1.391.650 lembar, sehingga terdapat selisih yang melebihi ketentuan sebesar 174.985 lembar,” kata Iksan Tualeka.
Dijelaskannya, dengan harga satuan surat suara sebesar Rp 3.800 per lembar, maka negara berpotensi dirugikan sebesar Rp 664.943.000.

Selain melaporkan penggelembungan pencetakan surat suara, sejumlah organisasi sipil itu juga mengadukan indikasi korupsi dalam pembentukan Panitia Pemugutan Suara (PPS) dan Petugas Pemutahiran Data Pemilih (PPDP).

Menurut Ketua KSMM, M.Husni Putuhena, KPU Maluku mendapat anggaran sebesar Rp 3 miliar untuk melaksanakan pemutakhiran data pemilih.

Dikatakannya, pembelajaan dana tersebut antara lain juga untuk honor PPS dan PPDP selama enam bulan yang akan berakhir saat penyelenggaraan pilkada, yakni Juni 2013. Hal itu sesuai dengan pasal 43 UU nomor 15 tahun 2011 yang mengamanatkan pembentukan PPS paling lambat enam bulan sebelum pemungutan suara berlangsung.

“Namun yang terjadi, PPS dan PPDP Baru dibentuk pada akhir Maret 2013 dan hanya bekerja selama dua bulan,” kata Husni Putuhena.

Itu berarti, jelas Putuhena, anggaran yang dialokasikan untuk pemutahiran data pemilih tidak digunakan sesuai peruntukannya.

“Mereka tidak melakukan pemutahiran data karena yang digunakan itu DPT lama, tanpa ada validasi. Selain itu, waktu kerja yang singkat itu (dua bulan)tidak sesuai dengan UU,” katanya.

Sementara itu, Kajati Maluku, Anton Hutabarat menyambut menyambut baik pengaduan tersebut dan berharap agar para pelapor bisa melengkapi dokumen aduannya. (RM)
Utama 1986487635638615930
Beranda item

# Kota Ambon

Indeks

# ANEKA

Indeks