Warga Elpaputih Tolak Bergabung dengan SBB
http://www.beritamalukuonline.com/2013/05/warga-elpaputih-tolak-bergabung-dengan.html
MASOHI – BERITA MALUKU. Ratusan warga Teluk Elpaputih yang tinggal di wilayah perbatasan Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) dan Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) baru-baru ini melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Bupati Maluku Tengah (Malteng).
Mereka menyatakan menolak untuk bergabung dengan Kabupaten Seram Bagian (SBB).
Dalam aksinya, warga tersebut menuntut supaya Bupati dan DPRD Malteng tetap mengakomodir mereka dalam lingkup wilayah administratif Kabupaten Maluku Tengah sehingga mereka tidak gampang dicaplok masuk dalam wilayah administratif Kabupaten SBB.
Para pengunjuk rasa ini terdiri dari warga desa adat (Negri) yang berada dalam wilayah Kecamatan Teluk Elpaputih, antara lain warga Negri Wasia, Sanahu, Samasuru, Liang, Waraka dan Negri Tananahu.
Mereka mendesak Bupati Abua Tuasikal atas nama Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah terus memperjuangkan nasib mereka sebab sengketa batas wilayah antara dua kabupaten tetangga ini memunculkan Permendagri Nomor 18 Tahun 2013, dimana memaksa warga Teluk Elpaputih bergabung dengan Kabupaten SBB.
Hal itu menjadi anggapan bahwa DPRD dan Pemkab Malteng tak serius mengawal Surat Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 123 untuk mengakomodir mereka dalam wilayah kabupaten Maluku Tengah, sehingga muncul SK No. 18 tentang Kode Wilayah Administrasi Pemerintahan yang bergabung dengan SBB.
Kendati begitu pendemo tetap menyatakan Teluk Elpaputih adalah harga mati untuk tetap berada dalam wilayah Kabupaten Maluku Tengah. “Jangan lagi ada konspirasi lain yang merugikan masyarakat,” teriak Koordinator Demonstrasi warga Teluk Elpaputih, Justin Tiny dari atas sebuah mobil truk yang ditumpangi warga tersebut.
Menurut Tuny, Permendagri No. 18 itu tak sesuai harapan masyarakat Teluk Elpaputih. Sehingga diminta Gubernur Maluku Karel Ralahalu bertanggung jawab karena tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat.
Para pendemo ini menyatakan jika aspirasi mereka tidak digubris, maka mereka akan melakukan blockade jalan atau “sasi jalan”, bahkan mereka menuntut dibuat referendum agar mengacu pada aspirasi masyarakat.
Alasan lain dari pendemo ialah, selama ini mereka lebih senang berurusan di Masohi, ibukota kabupaten Maluku Tengah ketimbang ke Piru, ibukota kabupaten SBB sebab memakan biaya sangat besar.
Contohnya jika berurusan ke Piru butuhkan biaya Rp. 500 ribu namun bila ke Masohi hanya Rp. 40 ribu, itupun langsung untuk biaya pergi-pulang.
Akhirnya, semua aspirasi dan tuntutan pendemo ini diterima Asisten III Setda Malteng, Drs. Abdul Gani dan Ka. Kesbangpol Linmas, Drs. M. Pattimura. Setelah itu, pendemo melakukan long march menuju Kantor DPRD Malteng dalam kawalan ketat anggota Polres Malteng dan melakukan aksi yang sama, selanjutnya mereka membubarkan diri. (NK/e)
Mereka menyatakan menolak untuk bergabung dengan Kabupaten Seram Bagian (SBB).
Dalam aksinya, warga tersebut menuntut supaya Bupati dan DPRD Malteng tetap mengakomodir mereka dalam lingkup wilayah administratif Kabupaten Maluku Tengah sehingga mereka tidak gampang dicaplok masuk dalam wilayah administratif Kabupaten SBB.
Para pengunjuk rasa ini terdiri dari warga desa adat (Negri) yang berada dalam wilayah Kecamatan Teluk Elpaputih, antara lain warga Negri Wasia, Sanahu, Samasuru, Liang, Waraka dan Negri Tananahu.
Mereka mendesak Bupati Abua Tuasikal atas nama Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah terus memperjuangkan nasib mereka sebab sengketa batas wilayah antara dua kabupaten tetangga ini memunculkan Permendagri Nomor 18 Tahun 2013, dimana memaksa warga Teluk Elpaputih bergabung dengan Kabupaten SBB.
Hal itu menjadi anggapan bahwa DPRD dan Pemkab Malteng tak serius mengawal Surat Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 123 untuk mengakomodir mereka dalam wilayah kabupaten Maluku Tengah, sehingga muncul SK No. 18 tentang Kode Wilayah Administrasi Pemerintahan yang bergabung dengan SBB.
Kendati begitu pendemo tetap menyatakan Teluk Elpaputih adalah harga mati untuk tetap berada dalam wilayah Kabupaten Maluku Tengah. “Jangan lagi ada konspirasi lain yang merugikan masyarakat,” teriak Koordinator Demonstrasi warga Teluk Elpaputih, Justin Tiny dari atas sebuah mobil truk yang ditumpangi warga tersebut.
Menurut Tuny, Permendagri No. 18 itu tak sesuai harapan masyarakat Teluk Elpaputih. Sehingga diminta Gubernur Maluku Karel Ralahalu bertanggung jawab karena tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat.
Para pendemo ini menyatakan jika aspirasi mereka tidak digubris, maka mereka akan melakukan blockade jalan atau “sasi jalan”, bahkan mereka menuntut dibuat referendum agar mengacu pada aspirasi masyarakat.
Alasan lain dari pendemo ialah, selama ini mereka lebih senang berurusan di Masohi, ibukota kabupaten Maluku Tengah ketimbang ke Piru, ibukota kabupaten SBB sebab memakan biaya sangat besar.
Contohnya jika berurusan ke Piru butuhkan biaya Rp. 500 ribu namun bila ke Masohi hanya Rp. 40 ribu, itupun langsung untuk biaya pergi-pulang.
Akhirnya, semua aspirasi dan tuntutan pendemo ini diterima Asisten III Setda Malteng, Drs. Abdul Gani dan Ka. Kesbangpol Linmas, Drs. M. Pattimura. Setelah itu, pendemo melakukan long march menuju Kantor DPRD Malteng dalam kawalan ketat anggota Polres Malteng dan melakukan aksi yang sama, selanjutnya mereka membubarkan diri. (NK/e)