Perang Patasiwa dan Patalima
http://www.beritamalukuonline.com/2013/03/ceritera-rakyat-maluku-4-perang.html
KISAH peperangan antara Patasiwa dan Patalima walaupun diceriterakan dengan beberapa versi namun inti ceritera adalah karena adanya pembunuhan putri Inama penguasa di pulau Seram atau dalam versi lain putri dari Ameta seorang laki-laki yang memiliki kesaktian dan pengaruh yang kuat di pulau Seram.
Diceriterakan ketika Inama (Ameta) mengetahui bahwa putrinya telah terbunuh maka ia menjadi murka dan melakukan tindakan-tindakan kejam kepada kelompok-kelompok yang membunuh anaknya.
Ia dan pengikut-pengikutnya melakukan pembunuhan-pembunuhan sehingga pulau Seram menjadi tidak aman. Masyarakatpun berusaha berlindung dalam kelompok masing-masing demi mempertahankan kehidupannya bahkan ada yang mulai berpindah tempat mencari daerah baru yang dirasakan lebih aman.
Inama lalu mengutuk perbuatan yang dilakukan oleh para penari kepada anaknya dan mendirikan sebuah pintu gerbang besar di daerah sekitar Tamene Siwa. Gerbang besar itu terdiri dari Sembilan lingkaran dan bermotif orang-orang yang sedang menari tari Maro.
Jenazah Kainuwele dipotong-potong oleh Ameta menjadi beberapa bagian dan disebarkan kemana-mana kecuali kedua buah lengannya di bawa pulang untuk diadukan kepada seorang perempuan sakti yang bernama Muluna Satine.
Muluna Satine mendengarkan pengaduan ameta kemudian terbang di atas pintu gerbang yang dibuat oleh Ameta itu sambil membawa kedua buah lengan Haniwele. Ia memerintahkan semua manusia yang ada dibawah kekuasaannya untuk dating berkumpul di depan pintu gerbang itu dan mulai memisahkan mereka dalam dua kelompok.
Siapa yang melewati pintu gerbang sebelah kiri harus melompati lima buah bamboo runcing dan orang-orang tersebut masuk dalam kelompok lima dan tinggal di dunia sampai berusia 50 tahun, sedangkan yang melewati pintu gerbang sebelah kanan harus melompati Sembilan buah bamboo runcing, masuk dalam kelompok patasiwa dan akan hidup di dunia sampai berusia 90 tahun.
Diceriterakan ketika Inama (Ameta) mengetahui bahwa putrinya telah terbunuh maka ia menjadi murka dan melakukan tindakan-tindakan kejam kepada kelompok-kelompok yang membunuh anaknya.
Ia dan pengikut-pengikutnya melakukan pembunuhan-pembunuhan sehingga pulau Seram menjadi tidak aman. Masyarakatpun berusaha berlindung dalam kelompok masing-masing demi mempertahankan kehidupannya bahkan ada yang mulai berpindah tempat mencari daerah baru yang dirasakan lebih aman.
Inama lalu mengutuk perbuatan yang dilakukan oleh para penari kepada anaknya dan mendirikan sebuah pintu gerbang besar di daerah sekitar Tamene Siwa. Gerbang besar itu terdiri dari Sembilan lingkaran dan bermotif orang-orang yang sedang menari tari Maro.
Jenazah Kainuwele dipotong-potong oleh Ameta menjadi beberapa bagian dan disebarkan kemana-mana kecuali kedua buah lengannya di bawa pulang untuk diadukan kepada seorang perempuan sakti yang bernama Muluna Satine.
Muluna Satine mendengarkan pengaduan ameta kemudian terbang di atas pintu gerbang yang dibuat oleh Ameta itu sambil membawa kedua buah lengan Haniwele. Ia memerintahkan semua manusia yang ada dibawah kekuasaannya untuk dating berkumpul di depan pintu gerbang itu dan mulai memisahkan mereka dalam dua kelompok.
Siapa yang melewati pintu gerbang sebelah kiri harus melompati lima buah bamboo runcing dan orang-orang tersebut masuk dalam kelompok lima dan tinggal di dunia sampai berusia 50 tahun, sedangkan yang melewati pintu gerbang sebelah kanan harus melompati Sembilan buah bamboo runcing, masuk dalam kelompok patasiwa dan akan hidup di dunia sampai berusia 90 tahun.