HAMAN PARDIDU
http://www.beritamalukuonline.com/2013/03/ceritera-rakyat-maluku-22-haman-pardidu.html
Ilustrasi |
Hati seorang ibu tidak tega melihat anaknya jatuh ke dalam dosa. Pada saat mereka makan, kembali ibunya berusaha untuk tetap menasehatinya. Namun Haman tetap menjadi seorang anak yang jahat dan tidak mendengar masihat orang tua.
Dari hari ke hari perlakuan Haman makin menjadi-jadi. Ibunya tidak dapat lagi menasehatinya, karena perbuatannya sudah tidak dapat diampuni lagi, maka ibunya marah dan mengutuknya. Ibunya sudah tidak lagi memperdulikan apa yang ia buat.
Beberapa waktu kemudian, Haman meninggal dunia, namun karena dosanya terlalu banyak, maka bumi tak mau menerima jasadnya. Kuburan yang digali selalu terendam air, bahkan sampai tiga buah kuburan. Akhirnya peti jenazah Haman dibiarkan saja di atas tanah. Jiwa Hamanpun tidak tenang. Setiap malam dari pukul tujuh malam sampai dengan pukul dua belas malam, jiwa Haman mulai mengembara berkeliling ke kampung-kampung sekitar pekuburan Belakang Soya khususnya di Pulo Gangsa dan Wai Tomu. Karena itu namanya disebut Haman pardidu (pardidu adalah bahasa portugis yang artinya mengembara).
Karena dosa-dosa yang dibuatnya selama hidup terlalu banyak, maka dalam pengembaraannya ia menjunjung sebuah tungku arang (tempat masak yang terbuat dari tanah liat) yang sangat panas di kepalanya. Setiap hari jiwanya terus mengeluh dan berteriak; haus….haus….haus. penduduk sekitar tempat yang biasa ia lalui menjadi sangat ketakutan.
Mereka selalu menyiapkan mangkuk, ember maupun tong-tong berisi air untuk Haman minum, namun karena hawa panas yang dibawanya maka sebelum ia dapat minum, air telah menjadi kering. Karena selalu membuat resah masyarakat, maka pemerintah Belanda menjanjikan hadiah bagi orang yang dapat menangkap dan memenangkan jiwa Haman Pardidu.
Pernah ada seorang tawanan yang mencoba menangkap Haman Pardidu, tetapi orang itu meninggal karena terbakar pada saat bertemu dengan Haman Pardidu.
Jiwanya terus mengembara tanpa ada yang bisa memenangkan dan menangkapnya. Pada saat itu di daerah Tanah Tinggi tinggal seorang pendeta bernama joseph Kam. Joseph kam adalah seorang Rasul Maluku yang memberitakan injil di seluruh pelosok Maluku.
Ketika Kam mendengar suara Haman Pardidu, beliau keluar menjumpainya sambil mengapit Alkitab di bawah ketiaknya. Pada saat Haman sudah dekat dengan Joseph Kam, Kam berlutut dan berdoa dengan suara nyaring: “Dengan nama Allah yang Mahakuasa, Tuhan Yesus Kristus, dan Roh Kudus lenyaplah.”
Tiba-tiba terdengar bunyi yang sangat dahsyat dan pada saat itu tungku itupun hancur, Hamanpun bersorak gembira. Kata Haman kepada Bapak Kam; Tuan Pendeta telah mengalahkan saya. Haman lalu mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Bapak Kam, tetapi tubuhnya masih panas. Bapak Kam mengambil sapu tangannya dan mengulurkannya kepada Haman. Sapu tangan itupun hangus ketika Haman memegangnya.
Setelah peristiwa itu jiwa Haman pardidu menghilang entah kemana. Peti Jenazahnya kemudian dapat dikuburkan dengan pantas di pekuburan Belakang Soya. Sejak saat itu Haman Pardidu atau Haman Semper tidak pernah lagi mengganggu siapapun di Kota Ambon.
(Sumber: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Maluku dan Malut)