7 Rekomendasi Tim Geologi LIPI Bandung untuk Warga di Ambon
http://www.beritamalukuonline.com/2012/07/7-rekomendasi-tim-geologi-lipi-bandung.html?m=0
AMBON – MALUKU. Tim Geologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung, dipimpin Prof.Dr Edy Prasetyo Utomo, bersama Andrew S. Mukti, telah melakukan riset pada Minggu (1/7) kemarin di kawasan kampung Boy, kelurahan Batu Gajah, Kecamatan Sirimau Ambon, yang mengalami longsor beberapa waktu lalu.
Tim Geologi ini didatangkan Pemerintah Kota Ambon untuk menjawab keresahan warga di kawasan itu, sehingga diadakan pertemuan yang berlangsung di gedung Gereja Jemaat Ierene, Batu Gajah, Senin (2/7).
Utomo menjelaskan terkait hasil riset Timnya, mengatakan, situasi yang mereka temui umumnya pada tanah yang rusak di kawasan itu terdiri dari bebatuan vulkanik.
Bebatuan vulkanik kata Utomo, bila terkena air maka akan mudah hancur sehingga dengan mudah mengalami longsor, apalagi lereng gunung yang ditempati rumah warga memiliki kemiringan mencapai 40 derajat.
Lebih jauh, utomo menjelaskan, bahwa situasi yang terjadi di kawasan Kampung Boy, diakibatkan curah hujan yang cukup tinggi, ditambah kemiringan lereng gunung mencapai 40 derajat, selain ketebalan tanah yang labil hanya 2 sampai 5 meter.
Selain itu kata utomo, infrastruktur berupa konstruksi bangunan rumah maupun saputeng (tempat kotoran) tidak diperhatikan sehingga rembesan air dapat mempengaruhi pengurangan ketebalan tanah. Pengikisan air secara terus menerus pada ketebalan permukaan tanah yang labil itu akan mudah membuat tanah mengalami rusak sehingga menyebabkan longsor.
Menurutnya, longsor di Ambon umumnya sama dengan yang terjadi di daerah lain. Longsor diakibatkan karena kemiringan lereng gunung yang terjal, curah hujan yang tinggi, apalagi warga kurang memperhatikan atau tidak mengantisipasi kondisi sekitarnya dengan kondisi alam, pembuatan drainase atau aliran air yang juga tidak diperhitungkan. Selain penebangan pohon.
“Untuk Kota Ambon dari bulan Mei hingga Juni ini, curah hujan yang terjadi adalah 2000 mili meter, hal ini sangat luar biasa. Dengan kondisi ini, warga harus waspada terhadap perubahan yang akan terjadi,” jelasnya.
Pada akhir penjelasannya, Tim Geologi ini merekomendasi sebanyak 7 langkah yang harus dilakukan warga Ambon, karena hampir 30 persen pemukiman warga berada di sepanjang lereng gunung.
7 Rekomendasi itu antara lain, pertama; agar masyarakat yang beraktivitas dan pengguna lahan di sekitar gerakan tanah harus waspada terutama pada saat hujan dan setelah terjadinya hujan deras yang berlangsung lama.
Kedua; Daerah sekitar gerak tanah agar dibuat dinding penahan dan perbanyak dengan drai-hole atau lubang saluran. Ketiga; Tebing lereng dibuat terasering, karena lereng yang ada terlalu tegak dan tinggi.
Keempat; Penataan air permukaan diperbaiki agar tidak mengalir melalui tebing pemotongan lereng pada perumahan. Saluran kedap air harus dibuat untuk larian airan permukaan.
Kelima; Jika terdapat retakan tanah pada lereng, harus segera ditutup dan dipadatkan. Keenam; Paling baik adalah evakuasi penduduk dikawasan labil longsor, dengan skala prioritas yaitu yang terparah terkena longsor, dan ketujuh; adalah Rencana pemetaan untuk menentukan mana zona rawan longsor 1, 2, dan 3.
Selain itu warga diminta untuk tidak menebang pohon berumur panjang dan berakar keras di lereng gunung dan menggantikan dengan tumbuhan jangka pendek yang akarnya lembek karena dapat mengakibatkan struktur tanah hancur.
Ia berharap tumbuhan harus memiliki akar keras atau berumur panjang guna menahan struktur tanah, khususnya yang ada di lereng gunung.
Dengan adanya bencana tersebut, menurut beberapa kalangan warga, mereka harus meninggalkan Batu Gajah, namun hal itu dibantah Utomo.
“Tidak benar berita bahwa warga harus meninggalkan Batu gajah, namun sekali lagi untuk keamanannya lebih baik mengungsi dahulu, karena Hasil penelitian ini akan disimpulkan kemungkinan 2 minggu kedepan.”
Dijelaskannya, setelah ini akan ada lagi Tim berikutnya untuk melakukan penelitian. Dirinya mengharapkan agar warga selalu mewaspadai perubahan alam, sehingga dapat lebih dulu mengantispasinya. Selain itu Pemerintah juga perlu membuat rambu-rambu di setiap lereng gunung, sehingga mudah diingat warga untuk mengantisipasi jika terjadi hujan. (bm15/bm 10)
Tim Geologi ini didatangkan Pemerintah Kota Ambon untuk menjawab keresahan warga di kawasan itu, sehingga diadakan pertemuan yang berlangsung di gedung Gereja Jemaat Ierene, Batu Gajah, Senin (2/7).
Utomo menjelaskan terkait hasil riset Timnya, mengatakan, situasi yang mereka temui umumnya pada tanah yang rusak di kawasan itu terdiri dari bebatuan vulkanik.
Bebatuan vulkanik kata Utomo, bila terkena air maka akan mudah hancur sehingga dengan mudah mengalami longsor, apalagi lereng gunung yang ditempati rumah warga memiliki kemiringan mencapai 40 derajat.
Lebih jauh, utomo menjelaskan, bahwa situasi yang terjadi di kawasan Kampung Boy, diakibatkan curah hujan yang cukup tinggi, ditambah kemiringan lereng gunung mencapai 40 derajat, selain ketebalan tanah yang labil hanya 2 sampai 5 meter.
Selain itu kata utomo, infrastruktur berupa konstruksi bangunan rumah maupun saputeng (tempat kotoran) tidak diperhatikan sehingga rembesan air dapat mempengaruhi pengurangan ketebalan tanah. Pengikisan air secara terus menerus pada ketebalan permukaan tanah yang labil itu akan mudah membuat tanah mengalami rusak sehingga menyebabkan longsor.
Menurutnya, longsor di Ambon umumnya sama dengan yang terjadi di daerah lain. Longsor diakibatkan karena kemiringan lereng gunung yang terjal, curah hujan yang tinggi, apalagi warga kurang memperhatikan atau tidak mengantisipasi kondisi sekitarnya dengan kondisi alam, pembuatan drainase atau aliran air yang juga tidak diperhitungkan. Selain penebangan pohon.
“Untuk Kota Ambon dari bulan Mei hingga Juni ini, curah hujan yang terjadi adalah 2000 mili meter, hal ini sangat luar biasa. Dengan kondisi ini, warga harus waspada terhadap perubahan yang akan terjadi,” jelasnya.
Pada akhir penjelasannya, Tim Geologi ini merekomendasi sebanyak 7 langkah yang harus dilakukan warga Ambon, karena hampir 30 persen pemukiman warga berada di sepanjang lereng gunung.
7 Rekomendasi itu antara lain, pertama; agar masyarakat yang beraktivitas dan pengguna lahan di sekitar gerakan tanah harus waspada terutama pada saat hujan dan setelah terjadinya hujan deras yang berlangsung lama.
Kedua; Daerah sekitar gerak tanah agar dibuat dinding penahan dan perbanyak dengan drai-hole atau lubang saluran. Ketiga; Tebing lereng dibuat terasering, karena lereng yang ada terlalu tegak dan tinggi.
Keempat; Penataan air permukaan diperbaiki agar tidak mengalir melalui tebing pemotongan lereng pada perumahan. Saluran kedap air harus dibuat untuk larian airan permukaan.
Kelima; Jika terdapat retakan tanah pada lereng, harus segera ditutup dan dipadatkan. Keenam; Paling baik adalah evakuasi penduduk dikawasan labil longsor, dengan skala prioritas yaitu yang terparah terkena longsor, dan ketujuh; adalah Rencana pemetaan untuk menentukan mana zona rawan longsor 1, 2, dan 3.
Selain itu warga diminta untuk tidak menebang pohon berumur panjang dan berakar keras di lereng gunung dan menggantikan dengan tumbuhan jangka pendek yang akarnya lembek karena dapat mengakibatkan struktur tanah hancur.
Ia berharap tumbuhan harus memiliki akar keras atau berumur panjang guna menahan struktur tanah, khususnya yang ada di lereng gunung.
Dengan adanya bencana tersebut, menurut beberapa kalangan warga, mereka harus meninggalkan Batu Gajah, namun hal itu dibantah Utomo.
“Tidak benar berita bahwa warga harus meninggalkan Batu gajah, namun sekali lagi untuk keamanannya lebih baik mengungsi dahulu, karena Hasil penelitian ini akan disimpulkan kemungkinan 2 minggu kedepan.”
Dijelaskannya, setelah ini akan ada lagi Tim berikutnya untuk melakukan penelitian. Dirinya mengharapkan agar warga selalu mewaspadai perubahan alam, sehingga dapat lebih dulu mengantispasinya. Selain itu Pemerintah juga perlu membuat rambu-rambu di setiap lereng gunung, sehingga mudah diingat warga untuk mengantisipasi jika terjadi hujan. (bm15/bm 10)